Berita duka
Innalilahi wainnalilahi rojiun
Telah meninggal dunia dengan tenang suami / ayah / aki Wina Armada Sukardi ( 65 th) di Heartology Cardiovascular Hospital , pada jam 15.59 WIB. Wina lahir 17 Oktober 1959.
Yang. Berduka
Amalia ( istri )
Kausar Armada Sukardi
Fath Armada Sukardi
Ryandi Dwinanto
Raad Armada Sukardi
kalino Armada Dwinanto
kainan Armada Dwinanto
Kanaka Armada Dwinanto
Ceknricek.com--Datang juga berita duka itu-- berita yang sama sekali tidak pernah diharapkan dan ditunggu. Dikirim Amalia, isteri almarhum. Masuk ke ponsel saya Kamis (3/7) petang pukul 16.16 WIB. Dada serasa sesak, sahabat pergi mendadak.
Saya kehilangan kata-kata terbaik untuk mengungkapkan kebaikan Wina sebagai sahabat. Kata-kata apapun rasanya tidak sanggup menggambarkan hubungan persahabatan kami dalam suka dan duka dalam rentang waktu lebih 40 tahun. Pun sekarang ketika kenangan ini ditulis.
Saya dan saya kira hampir semua kawan dan sahabatnya tidak sempat membesoeknya karena dilarang dokter yang merawat. Berkali -kali saya setengah merengek kepada istrinya untuk dapat membesoek, namun mereka pun mematuhi larangan tim medis.
Ya, Allah. Di ponsel saya masih tersimpan pesan terakhir Wina. Ada dua pesannya. Pertama, dia mau berkunjung menemui saya di rumah.Pesan itu dikirim 17 Juni. Persisnya begini pesannya: "Sobat Ilham, ba’da magrib atau ba'da Isya, kalau loe sehat, ada waktu gak kita ketemu? Gue ke rumah loe deh. Tengkiu.".
Dikirim pukul 16.14. Karena hari itu saya masih kurang sehat, langsung saya telepon. Dia membahas soal PWI. Dua hari kemudian Wina kirim pesan lagi. Masih terkait PWI, soal kongres persatuan PWI yang akan menyelesaikan persoalan dualisme wartawan tertua dan terbesar di Indonesia.
Itu artinya sehari sebelum ia mendapat serangan jantung. Wina memang sangat memberi perhatian besar pada masalah yang dihadapi PWI. Maka ia pun bersedia duduk sebagai anggota Komisi Pengarah Panitia Kongres. Dia ikut menandatangani naskah kesepakatan untuk Kongres Persatuan PWI di Gedung Dewan Pers, sebagai Sekjen PWI Pusat hasil KLB PWI.
Tiada lagi Wina Armada Sukardi. Ia mengembuskan nafas terakhirnya setelah dua pekan dirawat di rumah sakit akibat serangan jantung. " Rabu dan Kamis sebelum sakit ayah menginap di rumah kami. Rupanya dia mau pamit," kata Fath, puterinya, di rumah duka Kamis (3/7) malam dalam nada duka. Dari anak kedua Wina itu almarhum memperoleh 3 cucu. Cucu pertamanya kembar.
Jenasah Wina disemayamkan di rumah duka, kediamannya jalan Mawar kawasan Bintaro. Jumat ba'da Jumat jenasahnya dimakamkan di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan.
Diawali Jumat (20/6) tengah malam itu Wina mendadak mendapat serangan jantung. Ia dilarikan ke RS Sudirman di Kebayoran Baru.Lalu dari sana ia dirujuk ke Heartology Cardiovascular Hospital dinihari, Sabtu (21/6). Hampir dua pekan ia dirawat di RS namun jiwanya tidak tertolong.
" Kesadarannya naik turun. Tapi terakhir dia minta kertas dan pulpen untuk menulis. Anaknya memberinya ponsel supaya tulisannya diketik. Wina menolak, tetap meminta kertas dan pulpen, dia mau menulis sendiri. Dia pun mencatat sesuatu tetapi tidak terbaca jelas coretannya, " cerita Amalia di rumah duka.
" Itulah pesan terakhirnya. Dasar penulis, saat terakhirnya pun masih mau menulis, " tambah Amalia.
Wina dikenal sebagai wartawan yang sangat kreatif dan produktif. Hampir setiap hari menulis artikel. Pelbagai topik. Dari soal hukum, pers, hingga komentar bola. Tidak juga itu ia juga membuat Podcast. Namanya Podcast Sembilan. Ia menjadi Hostnya. Karya terakhirnya, menampilkan wawancara dengan pelaku bandar judi online yang wajahnya ditutup pakai tameng.
Puluhan buku tentang pers, hukum dan media lahir dari pemikirannya. Juga kumpulan cerpen dan puisi. Wina membuat tradisi, di bulan puasa pun ia setiap hari menulis cerpen selama Ramadhan itu.
Wina menapaki karir sebagai penulis di media semenjak duduk di bangku SMP. Karyanya bertebaran di media Nasional. Hingga sekarang. Wina juga pengacara yang memimpin law firm "Armada & Armada". Aktif beracara di pengadilan. Pendeknya hampir tiap hari tanpa aktivitas.
Wina adalah tokoh pers banyak hal. Ia memiliki kelengkapan berlebih melebihi standar kebutuhan jurnalis. Di dunia film selain duduk sebagai pengurus di organisasi perusahaan film ( PPFI), Wina juga menginisiasi lahirnya Festival Film Wartawan yang tahun ini penyelenggaraannya menginjak tahun ke empat belas.
Wina mengawali debutnya di dunia film sebagai kritikus film. Saya mengenalnya pertama kali lebih 40 tahun lalu. Waktu itu ia terpilih sebagai Kritikus Film Terbaik Festival Film Indonesia. Masa itu saya duduk sebagai salah satu ketua Panitia FFI. Setelah kemenangannya itu, setiap tahun Wina Armada terpilih menjadi anggota Dewan Juri FFI. Dewan Juri film cerita maupun pendek.
Wina dua periode menjadi anggota Dewan Pers. Deklarasi Palembang pada Hari Pers Nasional 2010 merupakan gagasannya. Isi deklarasi, seluruh mewajibkan perusahaan pers Indonesia berkomitmen untuk menjaga kemerdekaan pers sesuai amanah UU Pers No 40/99 yang kelahirannya ikut dia bidani.
Turunan "Deklarasi Palembang" itu antaranya, ratifikasi perusahaan pers dan sertifikasi kompetensi wartawan Indonesia. Sejak itulah berlaku semua wartawan harus lulus ujian kompetensi dengan berbagai tingkatan sebelum beroperasi di lapangan. Wina tampaknya terganggu pasca reformasi, setelah pers mendapatkan kebebasannya, justru meningkat pula jumlah pelanggaran etika dan penyimpangan profesi yang dilakukan oleh oknum wartawan.
Ketika duduk sebagai Sekretaris Dewan Kehormatan PWI Pusat, di mana saya menjadi ketuanya, Wina menggagas Kode Perilaku Wartawan PWI yang mulai berlaku pada Kongres PWI 2018.
Bukan hanya keluarga, sahabat dan dunia pers yang kehilangan Wina, tetapi Indonesia kehilangan putra terbaiknya.
Selamat jalan sobat. Semoga Allah memberi tempat lapang, nyaman, dan indah di sisi-Nya. Al Fatihah...
Editor: Ariful Hakim