Baliho Puan Untuk Jegal Periode 3? | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Foto : Istimewa

Baliho Puan Untuk Jegal Periode 3?

Ceknricek.com--Bahwa Puan Maharani sebagai Ketua DPR sekarang ini tentu saja punya hak untuk mencalonkan diri dalam pemilihan presiden berikutnya, tahun 2024, tidak bisa dibantah. Bukankah kita (NKRI) adalah negara hukum? Meski barangkali dalam hal pengalaman, dan kemungkinan juga dalam hal kemampuan, Puan Maharani masih “hijau” alias belum cukup, namun dia punya kelebihan yang tidak dimiliki warganegara lain di seluruh Indonesia. Bukan saja dia adalah putri mantan Presiden Megawati Soekarnoputri yang merupakan Ketua Umum partai politik terbesar dan paling populer di Indonesia, PDIP, melainkan juga dia adalah cucu kandung Proklamator, Presiden Pertama R.I. Pemimpin Besar Revolusi NKRI, Ir. Soekarno (alm).

Tak usah malu-malulah dan sungkan, di Indonesia soal keturunan punya nilai yang sangat tinggi. Ketika salah seorang putra Presiden Joko Widodo mempermaklumkan niatnya untuk mencalonkan diri sebagai Wali Kota Solo, ada tokoh partai politik terkemuka – bukan PDIP – yang “nyeletuk” ‘kan dia putra presiden, habis gimana lagi, yah kita harus dukunglah’.

Ada yang barangkali kecewa dengan kecaman dan olok-olok yang dikemukakan sementara orang, termasuk bahkan oleh seorang budayawan, Sujiwo Tejo, yang diberitakan oleh, antara lain, media Suara.com., mengatakan, antara lain: “Pagi. Kudukung penuh bila tentara kembali turun tangan turunkan baliho-baliho (antara lain tentunya baliho Puan Maharani - penulis)" kata Sujiwo.

Kemudian sang budayawan menambahkan: “Kedua, tak etis pada Presiden Jokowi yang sisa masa jabatannya masih lama. Ketiga, Sujiwo mengusulkan setelah baliho diturunkan, disumbangkan ke para pedagang kaki lima. Bahan balihonya bisa cepat-cepat dimanfaatkan rakyat untuk tenda kaki lima UMKM: Soto Lamongan dan lain-lain.”kata Sujiwo.

Tampaknya sang budayawan seolah “sekali mengayuh dayung dua tiga pulau terlampaui”. Bukan saja dia mengecam Puan Maharani, melainkan juga dia sekaligus menyindir (mantan) Pangdam Jaya Mayjen. Dudung Abdurrachman yang pernah berang dengan (bekas) Front Pembela Islam, dan mengerahkan “peralatan perang” seperti Rantas, untuk menurunkan baliho FPI di Petamburan, ketika mengatakan …”kudukung penuh tentara kembali turun tangan turunkan baliho-baliho..”

Apakah Puan Maharani memang sungguh-sungguh ingin meneruskan jejak langkah Kakek dan Ibundanya, dan kini mulai berkampanye menjelang pilpres 2024? Mungkin saja. Namun ada satu niat lain barangkali dari pemasangan baliho-baliho yang sempat menghebohkan itu.

Mungkin saja, sangat boleh jadi dan barangkali Puan Maharani punya niat atau maksud lain. Siapa tahu, baliho-baliho itu hanyalah sekadar upaya untuk menyurutkan tekad “Tiga Periode” yang kini begitu gencar dikumandangkan sebagian kalangan yang dekat dengan Istana alias Presiden Jokowi. Sebenarnya bisa saja Presiden Jokowi terus menghuni istana, bukan sekadar 3 Periode, melainkan lebih dari itu. Siasat ini sudah pernah dilakukan Presiden Rusia Vladimir Putin dan berhasil dengan gilang gemilang. Kalau diterapkan di Indonesia, sesuai UUD ’45, skenarionya, kira-kira begini:

Dalam pilpres 2024 Jokowi maju sebagai calon wapres mendampingi Megawati yang rasanya ingin sekali menjadi Presiden R.I. sebagai hasil pilihan langsung mayoritas rakyat Indonesia. Kita masih ingat pertama kali Bu Mega jadi presiden, adalah ketika Presiden waktu itu Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, dilengserkan, dan Bu Mega sebagai Wapres waktu itu, otomatis mengisi lowongan jabatan orang nomor satu di Indonesia itu. Bu Mega kemudian bertarung melawan capres yang pernah menjadi bawahan alias anak buahnya, yaitu Susilo Bambang Yudhoyono, dan tidak terpilih, bukan karena kalah, melainkan, sebagaimana yang dikatakan Bu Mega sendiri kepada para pendukungnya, “Kita hanya tidak memperoleh cukup suara”.

Nah kalau dalam tahun 2024 Bu Mega maju sebagai Capres (lengkap dengan gelar akademis honoris causanya) dan Jokowi sebagai Wacapresnya sudah bisa dipastikan mereka akan terpilih dan menghuni Istana sampai tahun 2029. Pada saat itu mungkin saja Bu Mega sudah bosan jadi pemimpin, dan dalam pemilu 2029 Jokowi bisa maju lagi sebagai Capres dan sekiranya menang maka akan menjadi presiden sampai tahun 2034. Karena UUD ’45 memperkenankan maka Jokowi bisa mencalonkan diri lagi dalam pilpres 2034, dan kalau menang jadi presiden sampai tahun 2039. Dan sekiranya masa kepresidenan Bu Mega (2024-2029) Indonesia benar-benar “adil dan makmur”, maka bisa saja diatur agar ada tuntutan referendum dari rakyat yang menuntut agar masa jabatan seorang presiden di Indonesia tidak lagi diatur, dibatasi dan ditetapkan hanya 2 periode, melainkan boleh terus selagi mayoritas rakyat merestuinya. Singkatnya Presiden seumur hidup.

Ada contoh tentang penghapusan ketetapan masa jabatan seorang presiden, dengan cara-cara yang sah. Pernah selain di Rusia, juga di Belarus dilakukan, di mana awalnya masa jabatan seorang presiden hanyalah 5 tahun dan boleh selama 2 periode, seperti di Indonesia sekarang ini. Namun kemudian, ketetapan masa jabatan sebanyak 2 periode itu, lewat referendum, dihapus, dan hasilnya? Presiden Alexsander Lukashenko sampai sekarang masih jadi presiden.

Dikisahkan bahwa penasihatnya pernah menyarankan agar Istana membeli computer.

“Untuk apa?” tanya Presiden Lukashenko.

“Untuk quick count (hitungan cepat) dalam pilpres supaya kita bisa tahu secepatnya siapa yang menang dalam pilres,” kata penasihatnya.

“Lah tanpa computer pun aku sudah tahu sejak sebelumnya siapa yang akan memenangkan pilpres,” kata Lukashenko.

Presiden negara tetangga kita, Filipina, yaitu Rodrigo Duterte, yang sesuai UUD negara itu boleh menjabat hanya satu periode (6 tahun) akan berakhir masa jabatannya tahun depan. Dan kini Partai Politik yang mengusungnya telah menyetujui cita-citanya untuk maju sebagai calon wakil presiden dalam pilpres Filipina 2022.Tidak ada salahnya belajar dari orang lain. Bukankah ada petuah agar “menuntut ilmu biarpun sampai ke Negeri Cina (Rusia, Belarus dan

Filipina?)?” Wallahu a’lam.


Editor: Ariful Hakim


Berita Terkait