Belajar dari Kang Yoto Ketika Memimpin Bojonegoro: Sampai Dapat Beasiswa ke Massachusetts Institut of Technology | Cek&Ricek wardah-colorink-your-day
Foto: Istimewa

Belajar dari Kang Yoto Ketika Memimpin Bojonegoro: Sampai Dapat Beasiswa ke Massachusetts Institut of Technology

Ceknricek.com--Open Government Partnership. Itulah  gerakan yang dilakukan Perserikatan Bangsa Bangsa atau PBB yang memilih  Kabupaten Bojonegoro, yang dipimpin Bupati  Suyoto, sebagai percontohan Dunia pada waktu itu. Keterbukaan Pemerintahan. Gerakan Kang Yoto ini mendapatkan penghargaan dari PBB sebagai terobosan cara berkomunikasi dengan rakyatnya. Dan apa yang dilakukan Kang Yoto ini dianggap sebagai sesuatu yang unik dan besar. Dengan gerakan ini Kang Yoto diminta presentasi di berbagai forum Dunia. Dan hadiahnya Kang Yoto mendapatkan Beasiswa untuk ikut belajar di Massachusetts Institute of Technology  atau MIT – Perguruan tinggi paling bergengsi di Dunia.

Ketika mulai jadi Bupati Kulon Bojonegoro, Kang Yoto, menghadapi tantangan berat. Masyarakat kadung memiliki kepercayaan yang rendah  terhadap Pemerintah Bojonegoro. Apalagi Kang Yoto sebagai tokoh Muhammadiyah berada di lingkungan Masyarakat yang mayoritas Nahdlatul Ulama. Maka dia harus melakukan dialog secara terbuka dan langsung dengan Masyarakat. Kang Yoto merasa memerlukan masukan langsung dari Masyarakat. Akhirnya digagas lah pertemuan setiap habis sholat Jumat di Pendopo secara terbuka. Siapa pun boleh hadir dalam pertemuan ini. Ya siapapun tanpa kecuali. Tidak ada pilih-pilih. Dan sudah diumumkan untuk mengundang seluruh penduduk Kabupaten Bojonegoro.

Pendopo Bojonegoro penuh sesak. Masyarakat berbondong-bondong ingin ikut berdialog langsung dengan Pak Bupati Suyoto baru. Mungkin mereka ingin  menyampaikan unek-unek yang selama ini tersumbat. Jadi wajar kalau mereka dengan penuh semangat untuk memenuhi undangan dialog dengan Pak Bupati.

Kemarahan dan caci maki.  Ya Kang Yoto mendengar caci maki dan kemarahan warganya yang mengeluhkan berbagai aspek kehidupan dan pelayanan publik yang jelek di Bojonegoro. Awalnya pihak keamanan mau memberi peringatan kepada warga yang marah-marah  dan mencaci Bupati mereka agar bertindak sopan. Tapi dilerai oleh Kang Yoto. “Biarkan saja. Itu bukan marah ke saya tapi marah ke Bupati sebelum saya. Toh saya belum bekerja. Apa yang mereka keluhkan itu semua peninggalan dari Pemerintah Daerah sebelumnya,"kata Kang Yoto.

Kang Yoto hanya mencatat setiap keluhan-keluhan itu. Semua keluhan-keluhan itu dirumuskan bersama-sama dengan birokrasi Bojonegoro. Kemudian setiap dinas membuat program kerja sesuai dengan masukan dalam dialog terbuka di Pendopo. Kemudian buatlah skala prioritas mana yang harus didahulukan dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Maklum anggaran tahun berjalan  yang membuat Bupati sebelumnya.

Selain itu Kang Yoto juga secara bergiliran mengantor di semua Kecamatan. Sambil memverifikasi program kerja yang sudah disusun disesuaikan dengan keadaan di kecamatan masing-masing. Sambil diadakan dialog juga di kecamatan yang sedang dikunjungi. Dari sinilah Kang Yoto mendapatkan pegangan tentang apa yang harus dilakukan di Bojonegoro mulai jangka pendek, menengah dan panjang.

Hasil kerja Kang Yoto itu terlihat pada dua hal. Pertama dalam dialog-dialog di aula Kabupaten ketika memasuki tahun keempat tidak ada lagi kemarahan dan cacian.  Dalam dialog-dialog selanjutnya masyarakat lebih banyak ucapan terima kasihnya daripada keluhan-keluhan mereka. Tidak ada lagi raut ketegangan dari peserta dialog. Masyarakat mulai merasakan hasil Pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah di bawah kepemimpinan Kang Yoto. Infrastruktur mulai rapih, Jalan mulus, banjir tahunan mulai tidak terjadi lagi, pangan mulai mandiri, dan Pertumbuhan ekonomi diatas rata-rata nasional. Dalam dialog tahun kelima sudah saling tertawa dan bercanda. Tidak ada lagi ketegangan seperti dialog dua tahun pertama. Mereka lebih menikmati suguhan penganan dari Pak Bupati.

Dan bukti yang paling nyata ketika Kang Yoto mencalonkan kembali untuk periode kedua. Kang Yoto merasa tidak perlu kampanye lagi. Cukup dengan prestasi yang sudah dilakukan di periode pertama. Kang Yoto menganggap itu sudah lebih dari kampanye. Dan betul saja Kang Yoto terpilih lagi untuk periode kedua dengan suara yang cukup signifikan.  Kembali lagi Kang Yoto, yang Tokoh Muhammadiyah,   menang telak di kandang para Nahdliyin untuk menjadi Bupati Bojonegoro periode kedua.

Kalaulah apa yang dilakukan Kang Yoto ini kita angkat ke tingkat pusat.  Tidak ada lagi kucing-kucingan antara rakyat dan birokrat. Sering-seringlah para birokrat bertanya kepada para ahli dan Masyarakat sipil sebelum mengeluarkan kebijakan. Terbuka dan transparanlah para birokrat kepada pemilik negeri ini melalui Masyarakat sipil. Hargailah Masyarakat kritis yang memberikan masukan terhadap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan. Seperti Kang Yoto yang dicaci maki oleh rakyatnya di tahun-tahun pertama. Toh itu peninggalan Pemerintahan 10 tahun sebelumnya. Bukanlah caci maki itu buat pemerintah baru.

Nilai Pemerintahan sekarang bukanlah 100 hari ini tetapi lima tahun yang akan datang. Utang APBN yang menghimpit bukanlah hasil kerja Pemerintahan sekarang.  Tapi peninggalan Pemerintahan satu dekade sebelumnya. Karya Pemerintah sekarang jika empat tahun yang akan datang hutang tinggal Rp 3000 Triliun. Sehingga APBN lebih banyak dipergunakan untuk program daripada bayar hutang.

Penegakan hukum yang penuh tipu muslihat bukanlah karya  Pemerintahan sekarang. Tapi sisa-sisa pemerintahan sebelumnya. Prestasi Pemerintahan sekarang, kalau empat tahun lagi, penegakan hukum tidak lagi tebang pilih dan tidak ada lagi kong kali kong.  Kasus korupsi Pertamina akan menjadi ujian penegakan hukum yang paling disorot. Jangan ada kong kali kong dalam penyelesaian kasus Mega Korupsi ini. Masyarakat akan lihat “how far can you go”.  Bagaimana korupsi terbesar dalam sejarah Republik ini bisa diselesaikan secara hukum. Tidak pilih-pilih tersangka. Jangan anggap masyarakat tidak paham. Ini akan menjadi rapor  pemerintahan sekarang. Ingat ini akan dilihat dunia.  Langkah ini sangat ditunggu investor.

Pada tahun-tahun pertama ini saatnya, seperti Kang Yoto, belanja masalah dan membuat konsep perencanaan ke depan. Maka banyak-banyaklah berdiskusi dengan Masyarakat kampus yang memiliki stok intelektual dan hasil riset. Banyak-banyaklah bertemu Masyarakat secara informal sebab kalau formal lebih banyak rekayasanya. Jangan pilih-pilih narasumber masukan.  Apalagi membatasi masukan hanya dari para pendukung saja. Kalau yang itu-itu saja pasti bias.

Janganlah bangga dulu dengan peresmian-peresmian hasil Pembangunan karena pasti itu karya pemerintah sebelumnya. Peresmian karya pemerintahan yang sekarang baru beberapa tahun ke depan.  Tapi apakah ada benang merahnya yang lalu dengan yang sekarang. Itu pertanyaan.

Terbukalah. Dengarlah. Masyarakat sipil sedang ingin membantu memberikan masukan kepada Pemerintah untuk perencanaan lima tahun ke depan. Para pejabat jangan tipis kuping. Karena masyarakat sedang sayang terhadap pemerintah agar membuat perencanaan sesuai kehendaknya sebagai pemilik negeri yang sebenarnya. Kita berharap DPR akan selalu terbuka dan pro rakyat. Kita ingin mendengar anggota DPR yang berdebat keras dengan  Pemerintah karena membela kepentingan rakyat. Jangan  hanya menjadi stempel semua yang diusulkan Pemerintah. Tapi bukan juga mendebat karena ada apa-apanya. Jangan diulang lagi kejadian “FAIRMONT HOTEL”.

Nurjaman Mochtar/ Wartawan Senior


Editor: Ariful Hakim


Berita Terkait