Ceknricek.com--Di Barat sudah lazim dianggap perempuan adalah “the weaker sex” – jenis kelamin yang lebih lemah. Tapi nampaknya berkat virus corona, pandangan ini harus diubah, karena umumnya, kebanyakan korban jiwa akibat COVID-19, termasuk di Australia, adalah lelaki.
Biasanya julukan bahwa “perempuan adalah jenis kelamin yang lebih lemah” ini dimaksudkan sebagai candaan belaka, karena pada hakikatnya, begitu menurut pandangan banyak bangsa, termasuk bangsa Arab, “Sekiranya yang harus melahirkan adalah lelaki maka niscaya dalam setiap keluarga bakalan ada hanya satu anak, sebab lelaki tersebut baru sekali bersalin niscaya akan kapok seumur hidupnya.”
Artinya tidak tahan menanggungkan “rasa sakit beranak” untuk kedua kalinya, apalagi berkali-kali, seperti yang banyak terjadi dengan perempuan. Menurut statistik umumnya yang terlebih dahulu meninggal dunia dalam setiap rumah tangga adalah sang suami/ayah. Bisa saja semua ini kemudian dipoles untuk menaikkan peran sang suami/ayah, yang konon harus banting tulang lebih keras guna menghidupi keluarga sehingga akhirnya lebih duluan meninggal, sedangkan seorang isteri lebih sering hanya patintang-patinting atau hanya sekadar mengurus rumah tangga .
Sejak amukan COVID-19 melanda Australia sudah sering diperbincangkan mengenai kenyataan bahwa ternyata perempuan lebih tahan ketimbang lelaki dalam menghadapi virus corona. Jadi kenyataan ini nampaknya sesuai dengan teori yang konon pernah disimpulkan oleh seorang lelaki Australia, kenapa pada hakikatnya, dan tanpa disadari oleh banyak lelaki, sesungguhnya perempuan umumnya jauh lebih tahan, lebih kebal, lebih mampu lebih tangguh menahan rasa sakit daripada lelaki.
Konon seorang lelaki Australia sampai pada kesimpulan ini pada suatu akhir pekan di musim panas. Sebagaimana biasanya rumput di halaman depan dan belakang (mungkin juga samping) rumah sangat cepat tumbuh di musim panas, hingga praktis seminggu atau dua minggu sekali harus dipotong. Dan biasanya ini termasuk tugas kepala rumah tangga, alias sang suami/ayah. Sebagaimana memotong daging panggang atau membakar daging (barbecue) menjadi ranah eksklusif sang suami/ayah.
Begitulah, selesai memotong rumput, sang suami dalam kisah ini, seraya menikmati sekaleng/sebotol minuman bir dingin, melayangkan pandangannya dengan bangga ke halaman rumput yang baru saja dipangkasnya. Rapih dan memang cantik. Ketika itu pula dia mulai memikirkan tentang kesimpulan yang menyebutkan bahwa pada hakikatnya perempuan lebih tahan, lebih tangguh dari lelaki. Meski umumnya tugas memotong rumput adalah bagian lelaki.
Dalam dirinya ia berkata: “Adalah suatu keniscayaan bahwa seorang lelaki sampai bungkuk pun tidak akan dapat mengetahui atau mengalami betapa rasa sakit yang harus ditanggungkan seorang perempuan ketika akan melahirkan. Rasa sakit yang konon nyaris tidak ada tolok bandingnya ini hanya dapat dialami seorang perempuan. Barangkali rasa sakit yang dapat dialami seorang lelaki yang mendekati rasa sakit melahirkan yang dialami seorang perempuan adalah ketika lelaki tersebut mendapat tendangan pada buah zakarnya.”
Ia terhenti sejenak karena mungkin ia sendiri pernah mengalami peristiwa seperti itu, yang sakitnya masih melekat dan terpatri pada ingatannya. “Cuma,” kata lelaki itu, seraya meneguk minuman bir di tangannya, “Aku sering mendengar perempuan yang sudah punya dua-tiga anak, kemudian mengatakan ‘kepingin punya anak lagi’, sedangkan belum pernah ada seorang lelaki yang pernah di atau tertendang buah zakarnya, setelah beberapa waktu, mungkin setahun dua tahun atau bahkan tiga tahun, mengaku ingin agar buah zakarnya ditendang lagi.”
Jadi apakah teori lelaki Australia yang baru selesai memotong rumput itu masuk akal? Terpulang maklum kepada sidang pembaca CEKnRICEK di akhir pekan ini. Wallahu a’lam.
BACA JUGA: Cek Berita SELEBRITI, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.