Ceknricek.com -- Partai Hati Nurani Rakyat atau Hanura hanya sanggup mendulang 2.161.507 suara. Partai besutan Jenderal (Purn) Wiranto ini gagal lolos parliamentary threshold karena hanya mengoleksi 1,54% suara. “Kesalahan saya cuma satu, mengangkat OSO menjadi Ketua Umum Hanura,” keluh Wiranto.
****
Harusnya acara buka puasa bersama yang digelar Oesman Sapta Odang atau OSO ini bertajuk bukber Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) bersama dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan para pimpinan lembaga tinggi lainnya. Nyatanya, kesempatan ini digunakan OSO untuk curhat soal kekalahan Partai Hanura yang ia pimpin. Pengusaha cum-politisi ini berseloroh, kekalahan Hanura karena ulah Wiranto. Lantaran itu Wiranto sebagai pendiri Hanura yang harus bertanggung jawab.

Buka Puasa bersama di rumah Oesman Sapta Odang. Sumber: Twitter
Kontan saja, pejabat yang hadir di kediaman OSO, di Jl Karang Asem Utara, Kuningan, Jakarta ini senyum-senyum. "Iyalah. Karena dia kan Menko Polhukam. Masak dia tidak tahu situasi politik partainya sendiri. Ya, kan? Dia biarin gitu," jawabnya, begitu didesak wartawan saat bukber selesai.
Pernyataan OSO disampaikan 15 Mei 2019, di depan Presiden Jokowi yang menyambutnya dengan senyum-senyum saja. Keesokan harinya Jenderal (Purn) Wiranto menyambut nyanyian OSO dengan gemas. “Tidak perlu saling salah menyalahkan. Kalau sekarang tidak lolos intropeksi diri,” tangkis Wiranto menjawab wartawan dalam sebuah acara di Hotel Grand Paragon, Jalan Gajah Mada, Jakarta Barat, Kamis (16/5/2019).. “Tapi kalau saya didesak terus seakan-akan Pak Wiranto yang salah ya... Kesalahan saya cuma satu, ya, menunjuk Pak OSO menjadi ketua umum," lanjutnya.
Wiranto berdalih, dirinya berkonsentrasi penuh dengan jabatan yang diberikan oleh Presiden Jokowi sebagai menteri koordinator bidang politik, hukum dan keamanan (menko polhukam) sehingga tak sempat mengurus partai. “Jadi kalau disalahkan apa yang disalahkan,” kilahnya.
Di sisi lain, dia mengaku menjadi pihak yang paling sedih atas kekalahan tersebut. "Saya sebagai pendiri partai, 10 tahun mendirikan partai ini dan sudah dua kali lolos,” ujarnya. “Yang paling sedih kan saya sebagai pendiri,” sambungnya.
Bukan Orang Baru
Sejarah Hanura memanglah sangat lekat dengan Wiranto. Jadi wajar jika OSO juga heran bahwa Wiranto terkesan tidak memahami situasi di kalangan internal Hanura menjelang Pemilu 2019. "Ketua umum memang saya. Tapi kan ini sejarahnya ada. Jadi, kalau sejarahnya harus melengket pada dia, ya nggak jalan organisasinya," tegas OSO mencoba lepas tangan.
OSO benar. Wiranto memang sulit dilepaskan dari Hanura yang didirikannya pada 2006. Hanura pula yang mengusung Wiranto sebagai calon wakil presiden (cawapres) pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009, mendampingi calon presiden (capres) Jusuf Kalla.
Pada 2016, Wiranto menyerahkan jabatan ketua umum kepada OSO, setelah 10 tahun ia pegang. Menjelang Pemilu 2014, Wiranto juga sempat menggandeng Hary Tanoesudibjo, pemilik MNC Group. Hary menjabat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Hanura.

Harry Tanoe dan Wiranto di Partai Hanura. Sumber: Republika
Pada Juli 2013 Wiranto dan Hary sempat tandem untuk mencalonkan diri sebagai presiden dan wakil presiden yang diusung Hanura. Suara partai ini tak cukup untuk mengusung capres dan cawapres sendiri sehingga upaya itu kandas. Capres-cawapres lalu itu ada dua pasang: Prabowo Subianto-Hatta Radjasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Wiranto membawa Hanura mengusung pasangan Jokowi-JK, sedangkan Hary Tanoe merapat ke Prabowo-Hatta.
Pada 22 Mei 2014, Hary mundur dari Hanura tak lama kemudian mendirikan Partai Perindo. Pada Pileg lalu Perindo berhasil mendulang sauara 3.738.320 atau 2,67%. Jauh lebih baik dibandingkan Hanura yang hanya 2.161.507 suara atau 1,54%.

Harry Tanoe dan Wiranto. Sumber: Republika
Kembali ke soal OSO. Pilihan Wiranto kepada OSO tentu dengan harapan ada yang sudi mendanai partai ini. Konon Wiranto yang melamar OSO, dan OSO sempat menolak. Tapi kegigihan Wiranto meyakinkan OSO sehingga tokoh ini akhirnya oke-oke saja.

Wiranto dan Osman Sapta Odang. Sumber: Tirto
OSO bukan orang baru di dunia politik. Pengusaha yang bergerak dalam bidang tambang, jual beli saham, properti, perikanan, hingga perkebunan sawit ini sempat mendirikan Partai Persatuan Daerah (PPD) pada 2002. Partai itu tenggelam begitu saja setelah tak lolos ke DPR.
Selain Partai Persatuan Daerah (2002-2010), OSO, juga tercatat di Partai Persatuan Nasional (2011-2016). Pada saat menjabat Ketua Umum Hanura OSO adalah anggota DPD dari Kalimantan Barat dia juga Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Pada April 2017, OSO sukses merebut kursi ketua Dewan Perwakilan Daerah. Makin bertumpuklah jabatan OSO, semua bergengsi: Ketua Hanura, Ketua DPD dan Wakil Ketua MPR.

Wiranto dan OSO. Sumber: Jawapos
Jabatan ganda yang disandang OSO inilah yang dinilai sejumlah pihak mencederai semangat DPD RI sebagai wakil dari daerah. Komitmen OSO dipertanyakan: dia mewakili suara daerah atau suara partai? Meski demikian, OSO tetap memegang jabatan itu hingga sekarang.
Konflik Hanura
OSO kian tak jelas orientasi politiknya. Terlalu banyak yang diurus. Inilah yang mengundang konflik internal di Hanura. Tak sedikit kader Hanura yang menolak dipimpin OSO. Pada 15 Januari 2018, ada 27 Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dan 418 Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Hanura menyatakan mosi tidak percaya terhadap kepemimpinan OSO.
Mereka berdalih OSO kerap seenaknya memecat pimpinan Hanura di daerah. Sang Ketum impor ini juga sering mengubah rekomendasi bakal calon kepala daerah usungan Hanura. Lebih parah lagi, OSO memungut mahar politik di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Selanjutnya, para penentang ini mengadakan rapat di Hotel Ambhara, Jakarta. Tokoh yang memimpin rapat adalah Sekretaris Jenderal (Sekjen) Hanura Syarifudin Sudding. Rapat memutuskan, memecat OSO dari jabatan ketua umum. Lalu mengangkat Wakil Ketua Umum (Waketum) Hanura Daryatmo sebagai pelaksana tugas ketua (plt) ketua umum.

HANURA Kubu rapat di Ambhara. Sumber: Liputan6
Tak mau kalah, pada hari yang sama, OSO dan pengikutnya juga menggelar rapat di Hotel Manhattan, Jakarta. Rapat ini memutuskan pemecatan Sudding dari Hanura. Posisinya sebagai sekjen digantikan Herry Lontung Siregar.

Oso gelar rapat di hotel manhatan. Sumber: Inews.id
Herry adalah paman dari Boby Afif Nasution, menantu Jokowi. Dia menjadi anggota DPR 2009-2014 lewat Hanura. Sebelum jadi Sekjen, Herry menjabat ketua Tim Pilkada Pusat Hanura.
Riak konflik Manhattan versus Ambhara akhirnya menjalar ke daerah. Kubu Ambhara, misalnya, menurunkan foto OSO yang ada di gedung DPD Hanura Banten. Mereka menilai OSO bukan lagi ketua umum. Sedangkan OSO yang merasa masih jadi ketua umum Hanura memecat sejumlah pengurus Hanura yang membelot ke kubu Ambhara, seperti ketua DPD Hanura Maluku, Ayu Hindun Hasanusi.
Pertikaian ini juga memengaruhi sikap Hanura di Pilkada 2018. Pada Februari 2018, Hanura kubu Ambhara meneken surat keputusan pengangkatan Soedjatmiko sebagai ketua DPD Hanura Jawa Timur (Jatim), menggantikan Kelana Aprilianto.
Soedjatmiko bermaksud mengalihkan dukungan Hanura di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jatim 2018 dari Khofifah-Emil ke Saifullah-Puti. Kelana tidak menghiraukan manuver kubu Ambhara itu. Pihaknya tetap mendukung Khofifah-Emil.
Kubu Ambhara juga mengangkat Wisnu Purnomo sebagai ketua DPD Hanura Jawa Barat (Jabar), menggantikan Aceng Fikri. Namun, Aceng Fikri yang memang salah satu pendukung OSO tidak mengakui kepengurusan Wisnu. Di Pilgub Jabar 2018, Hanura kubu Aceng mendukung Ridwan-Uu, sementara kubu Wisnu mendukung Hasanuddin-Anton.
Anehnya, Wiranto tidak melakukan upaya apapun di saat konflik terjadi. Ia hanya sebagai penonton saja. Dia bilang “tidak memihak dan netral”. Itu sebabnya pertikaian itu kian menjadi.
Pindah Partai
Pada Februari 2018, OSO berjalan makin jauh. Ia mencopot pimpinan Fraksi Hanura di DPR yang dipegang kubu Ambhara. Puncaknya, anggota DPR Hanura berbondong-bondong pindah partai. Dari 16 kader Hanura yang terpilih sebagai anggota DPR di Pemilu 2014, delapan di antaranya keluar dari Hanura. Mereka pindah partai. Sudding pindah ke PAN, sedangkan tujuh lainnya pindah ke Nasdem.

Sumber: Liputan6
Dua anggota DPR dari Hanura -- Miryam S. Haryani dan Dewi Yasin Limpo-- dipenjara karena terbukti terlibat dalam kasus korupsi. Satu orang, yakni Saleh Husin, mundur dari Hanura. Satu kader Hanura, Lalu Gede Syamsul, mencalonkan diri sebagai anggota DPD di Pemilu 2019.
Empat orang ini tidak lagi menjadi caleg Hanura di Pemilu 2019. Otomatis, hanya tiga kader Hanura yang terpilih sebagai anggota DPR di Pemilu 2014 dan maju sebagai caleg DPR dari Hanura di Pemilu 2019. Mereka antara lain Samsudin Siregar, Djoni Rolindrawan, dan Inas Nasrullah.
Masalah kepengurusan partai itu sempat berlanjut di meja hijau. Keputusan terakhir, PTUN menyatakan kepemimpinan Hanura kembali dengan Ketum OSO dan Sekjen Sudding. Namun kubu OSO tidak mengakuinya dan masih mengajukan banding. Hingga akhirnya, Sudding dan sejumlah kader yang melawan berpindah partai.
Tapi jangan salah. OSO lumayan berpengaruh. Dia banyak ditinggalkan orang asli Hanura, tapi sebelumnya sukses memboyong 70 anggota DPD masuk menjadi anggota Hanura, 10 diantaranya menjadi pengurus.

Hanura Gagal lolos parlemen. Sumber: Tribunnews.com
Kini, buah dari konflik itu sudah bisa dipanen. Hanura gagal mengirim wakilnya ke Senayan.