Bukan Sekadar Label Halal | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Foto; MinaNews

Bukan Sekadar Label Halal

Ceknricek.com -- Jika tak ada aral melintang, kewajiban sertifikasi halal bakal diberlakukan per 17 Oktober 2019.  Pada hari itu adalah lima tahun disahkannya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Menurut amanat UU ini, produk makanan, minuman, kosmetik, obat-obatan, dan benda-benda lain wajib dibekali label halal.

Nantinya, sertifikat halal tak lagi dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia atau MUI. Sertifikat dikeluarkan sebuah lembaga baru bentukan Kementerian Agama yakni Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).

Sumber: Baranews

Nah, sebelum UU ini diterapkan secara menyeluruh, perlu ada peraturan turunan dari regulasi tersebut. Sedihnya, PP itu belum juga keluar. Padahal, banyak hal terkait sertifikasi halal yang tidak bisa dilakukan sebelum peraturan turunan itu lahir.

Salah satu hal yang harus diatur dalam produk hukum turunan UU Jaminan Produk halal atau JPH adalah detail kerja sama BPJPH dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam memberi sertifikat halal. Kemudian, aturan tambahan mengenai Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan pembiayaan sertifikasi halal.

Sumber: JurnalApps

Wakil Presiden, Jusuf Kalla (JK) menyebut bahwa Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang menjadi aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) tinggal menunggu ditandatangani Presiden Joko Widodo. "Sekiranya bisa ditandatangani Wapres, saya teken itu," katanya.

Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, dalam proses perampungan RPP sudah tidak ada lagi masalah maupun tumpang tindih dari lembaga terkait. Bahkan seluruh kementerian lembaga sudah sepakat dan menandatangani RPP tersebut.

Belum adanya peraturan-peraturan turunan ini merupakan satu dari sekian banyak masalah menjelang dimulainya kewajiban sertifikasi halal. Persoalan lain yang juga muncul adalah belum siapnya pelaku industri dalam memenuhi persyaratan untuk mendapat sertifikat halal.

Persiapan Matang

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI), Adhi S. Lukman, menilai sertifikat halal yang dikeluarkan pemerintah akan sangat membantu produk lokal diakui secara global.

GAPMMI mencatat ada sekitar 1,6 juta pelaku industri makanan dan minuman berskala kecil dan menengah di Indonesia. Kemudian, ada 6.000 pengusaha industri serupa yang berskala menengah dan besar.

Sumber: Tribunnews

Ini belum lagi produk farmasi. “Kesiapan semua tahapan sangat diperlukan. Secara pabrik bisa saja dibangun yang baru [untuk memenuhi standar halal], tapi kalau mata rantai yang lain belum siap maka investasi tersebut akan tidak produktif,” ujar Presiden Direktur PT Kalbe Farma Tbk. (KLBF) Vidjongtius.

Dia menganggap perlu ada waktu sosialisasi yang cukup sebelum sertifikasi halal produk-produk farmasi dilakukan. Persoalan paling kompleks dalam sertifikasi halal produk farmasi dinilai terdapat di sektor hulu, yakni dari tahap produksi bahan baku. “Perlu review menyeluruh. Paling kompleks adalah tahapan bahan baku karena sumbernya banyak di luar negeri. Kalau pabrik di Indonesia bisa lebih cepat,” ucapnya.

Dalam setahun, Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia atau LPPOM MUI rata-rata hanya mampu menyertifikasi 11 ribu perusahaan. Sehingga, dibutuhkan banyak Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) untuk mempercepat kerja pemerintah dalam menerbitkan sertifikat halal.

Dalam penerbitan sertifikat, setidaknya dibutuhkan waktu maksimal 62 hari kerja. Lama waktu tersebut terbagi dalam beberapa tahapan, lima hari untuk pendaftaran, 20 hari untuk proses audit di LPH, 30 hari untuk proses fatwa MUI dan tujuh hari untuk kerja BPJPH mengeluarkan sertifikat.

Tren Industri Halal

Tren industri halal belakangan ini berkembang sangat pesat di Indonesia, seiring fenomena gerakan hijrah di kalangan masyarakat. Permintaan akan produk halal meningkat pesat. Fakta bahwa penduduk Indonesia merupakan 12,7% dari populasi penduduk muslim dunia juga menjadikan produk halal semakin berkembang di sini.

Besarnya potensi yang dimiliki Indonesia bisa menjadi modal negeri ini menjadi pemimpin industri halal di dunia. Negeri ini perlu mengembangkan kawasan industri halal. Kawasan halal perbelanjaan produk juga perlu diperbanyak.

Bank-bank syariah perlu diarahkan memajukan industri halal di Tanah Air. Bank Muamalat bisa menjadi contoh. Dari sisi fungsi intermediasi, bank syariah bentukan era Orde Baru ini secara konsisten menyalurkan pembiayaan pada sektor industri halal seperti halal travel dan turunannya (haji dan umrah), halal foodIslamic education, Islamic hospital, dan Islamic microfinance. Total pembiayaan yang disalurkan Bank Muamalat sepanjang tahun 2018 adalah senilai Rp30,56 triliun.

Ada yang berpendapat selama ini Indonesia tidak benar-benar membangun industri halal, namun hanya mengurusi sertifikasi saja. Memang sih mengembangkan dan mendorong kemajuan industri halal tidak bisa hanya dengan sertifikasi semata. Perlu ada political will yang besar terhadap industri halal.

Sumber: IndustriHalal-go muslim

Inilah yang belum terlihat, karena sejauh ini lembaga yang mengurusi industri produk halal diserahkan kepada Kementerian Agama. Semestinya ini juga berada di bawah Kementerian Perindustrian dengan bantuan Kemenag. Jadi mesti lintas sektor.

Padahal industri halal baik yang terdiri dari keuangan syariah, industri pangan, komestik, pariwisata, hingga sektor garmen dapat memberikan kontribusi lumayan tingggi terhadap total Produk Domestik Bruto (PDB) nasional Indonesia. Hanya saja, selama pola kebijakan masih berkutat pada sertifikasi, sulit untuk mewujudkan industri halal yang kuat.

Lebih dari sekadar sertifikasi, pemerintah harus mulai membangun suatu ekosistem halal di Indonesia. Dimulai dari hulu hingga ke tingkat hilir. Dari pelabuhan halal, hingga rantai pasok produk-produk halal yang diproduksi langsung oleh pemain domestik. Di sisi lain, khusus pelaku usaha produk halal agar dapat menjadi prioritas penerima dari lembaga jasa keuangan syariah. Dengan begitu, pembiayaan diharapkan lebih mudah.

Saat ini kita menjadi importir terbesar keempat di dunia untuk produk halal. Selandia Baru, Australia, sampai Brazil sudah serius dengan ini. Jadi, yang paling penting itu keseluruhan rantai pasok.



Berita Terkait