Cerita Lama Tentang Sertifikat Nikah | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Sumber: Istimewa

Cerita Lama Tentang Sertifikat Nikah

Ceknricek.com -- Islam mengajarkan tujuan pernikahan bukan hanya untuk memenuhi naluri sebagai manusia akan tetapi lebih besar dari itu, pernikahan sebagai sarana untuk beribadah kepada Allah. Itu sebabnya, pernikahan hendaknya dipermudah, sesuai dengan sunah rasul, “sebaik-baik pernikahan ialah yang paling mudah." 

Akhir tahun lalu, publik dibuat terhenyak oleh pernyataan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Kemanusiaan dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy. Satu-satunya kader Muhammadiyah yang ada di Kabinet Indonesia Maju ini mengatakan calon pengantin tidak boleh menikah jika belum memiliki sertifikat nikah. Pasangan yang akan menikah harus mengikuti pelatihan tentang keluarga, ekonomi keluarga hingga kesehatan reproduksi. 

Sumber: Istimewa

Pelatihan pranikah diharapkan berdampak menekan angka perceraian, mengatasi angka stunting dan meningkatkan kesehatan keluarga. Singkat cerita, sertifikat siap kawin ini menjadi syarat nikah. Dan bagi yang belum lulus sertifikat tidak diizinkan menikah. Waduh.

Publik terhenyak karena aturan seperti ini dianggap aneh. Bagi sebagian umat Islam ini dianggap mengada-ada. Padahal bimbingan sebelum menikah sejatinya sudah lazim dilakukan luar negeri. Malaysia dan Singapura, misalnya, sudah lama menerapkan kebijakan kursus pranikah. Bimbingan menjelang pernikahan tersebut dilaksanakan oleh suatu badan khusus.

Sumber: Detik

Di Malaysia, lembaga yang mengurus bimbingan pranikah yaitu Jabatan Kemajuan Agama Islam Malaysia (JAKIM). Sementara, di Singapura dijalankan oleh Majelis Ulama Islam Singapura (MUIS). Malaysia memang lebih ketat menerapkan beberapa aturan bagi warganya yang ingin menikah. Pada 2008, Pemerintah Malaysia bahkan mewajibkan tes human immunodeficiency virus (HIV). Hal itu dilakukan demi menekan laju pertumbuhan orang terkena HIV.

Kebijakan Pemerintah Malaysia tersebut sangat berkaitan erat dengan data peningkatan jumlah perempuan yang mengidap HIV. Padahal, saat itu Malaysia telah berhasil menekan kasus penyebaran HIV hingga 50% dari 6.756 menjadi 3.452 kasus dalam kurun waktu lima tahun. Sayangnya, rapor merah datang dari peningkatan HIV di kalangan perempuan, yakni dari 5,02% menjadi 16,7% dalam kurun 10 tahun.

Sumber: Istimewa

Joint United Nations Programme on HIV and AIDS (UNAIDS) tahun itu memasukkan Malaysia ke dalam negara berisiko tinggi HIV/AIDS. Oleh karena itu, Malaysia merasa perlu menempatkan HIV/AIDS sebagai salah satu prioritas penanganan. Kebijakan kursus pranikah menjadi jawabannya. Sebelum menikah, warga negara Malaysia dibekali berbagai materi seputar kesehatan reproduksi serta keluarga melalui 8 hingga 10 kali pertemuan dalam tiga bulan.

Menteri Pembangunan Wanita, Keluarga dan Masyarakat Malaysia, Datuk Seri Rohani Abdul Karim, pada 2014 memopulerkan Smartstart, yaitu program bimbingan pranikah yang diperluas penerapannya untuk semua suku dan agama. Program kursus pranikah sifatnya wajib, kecuali untuk mereka yang sudah menikah, lelaki berusia di atas 45 tahun, perempuan berusia di atas 40 tahun, orang asing dan penyandang disabilitas. “Kursus ini bertujuan untuk mencegah perceraian,” terang Rohani seperti dikutip MalayMail satu ketika.

Langkah Pemerintah Malaysia ini bertujuan untuk menghambat pertumbuhan angka perceraian akibat kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang melesat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Rohani merujuk pada laporan yang ada di Kepolisian Kerajaan Malaysia, yakni 3.673 kasus KDRT. Angka ini melonjak lebih dari 1.000 kasus hanya dalam setahun.

Meskipun mengapresiasi para perempuan Malaysia yang mulai berani melaporkan kekerasan yang diterima dalam pernikahan mereka kepada aparat keamanan, Rohani ingin KDRT benar-benar lenyap. Dia berharap ada standar bimbingan pranikah yang komprehensif meliputi pengetahuan dan keterampilan untuk mengarungi kehidupan rumah tangga. Bimbingan pranikah difokuskan pada berbagai aspek pernikahan, pengasuhan anak, serta dukungan psikososial bagi calon pengantin. “Dengan pasangan mengikuti kursus SmartStart, masalah pernikahan dapat dikurangi,” ucapnya.

Mendorong Kelahiran

Mirip dengan Malaysia, MUIS memberikan bimbingan pranikah selama 1 hingga 3 bulan kepada calon pengantin sebanyak delapan kali pertemuan. Namun, di Singapura ada juga lembaga non-pemerintahan yang memberikan bimbingan pranikah bagi warga muslim, yaitu AMP Singapore. Dalam melaksanakan bimbingan, konsultan AMP Singapore mengindentifikasi beberapa masalah yang mungkin muncul dalam rumah tangga.

Sumber: Istimewa

Melalui laman resminya, AMP mengungkapkan masalah-masalah umum yang dihadapi calon pengantin, seperti keuangan, minimnya pengetahuan tentang keluarga berencana, restu orang tua, pemahaman maupun kemampuan tentang peran dan tanggung jawab suami-istri, serta komunikasi dan manajemen konflik.

Setelah masalah yang dihadapi terindentifikasi, AMP menggelar diskusi, lalu memberikan program dan mencarikan solusi bagi calon pengantin beserta keluarganya. Semua langkah yang dilakukan AMP Singapore itu bertujuan menghindari bubarnya suatu pernikahan.

Meski begitu, tidak semua kursus pranikah bertujuan mencegah perceraian. Korea Selatan (Korsel), misalnya, membuat program kursus pernikahan dan keluarga justru untuk mendorong warganya menikah. Pesertanya adalah muda-mudi yang sama sekali belum berpikir untuk menikah. Dalam kursus pernikahan dan rumah tangga tersebut, siswa berkegiatan dengan rekan mereka untuk menyelesaikan sejumlah latihan. Setiap pasangan diharuskan menjalankan tugas yang barangkali akan mereka hadapi dalam hubungan sesungguhnya, seperti berpacaran hemat dan merencanakan pernikahan.

Kebijakan tersebut diambil Pemerintah Korsel karena selama lebih satu dekade mereka menghadapi masalah penurunan drastis jumlah kelahiran. Ini terjadi lantaran muda-mudi di Negeri Ginseng itu enggan menikah dan memiliki anak. Dalam kepala mereka telah tertanam bahwa pernikahan hanya akan memberatkan keuangan dan menyita waktu untuk mengurus anak.

Kursus atau bimbingan mengenai pernikahan dan keluarga tak bisa disangkal sejatinya sudah dikenal masyarakat dunia. Tentu saja ada beragam variasi materi, teknis pelaksanaan, serta target.

Sayangnya, ide Muhadjir Effendy tentang pelatihan pranikah dianggap aneh dan mengada-ada. Apalagi soal sertifikasi itu. Rupanya, butuh kercedasan dan momentum yang pas untuk memasyarakatkan sesuatu yang baru.

BACA JUGA: Cek Berita AKTIVITAS PRESIDEN, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini. 



Berita Terkait