Daya Beli yang Kian Letoy | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Foto: CNBC

Daya Beli yang Kian Letoy

Ceknricek.com -- Pusat perbelanjaan belakangan ini sepi pembeli. Penjualan ritel modern turun. Daya beli masyarakat belum juga terangkat. Masyarakat menahan diri untuk belanja. Tengok saja data penjualan otomotif terbaru. Pada Oktober, penjualan mobil turun 9,5% year-on-year (YoY). Sudah empat bulan beruntun penjualan kendaraan roda empat berada di teritori negatif. Penjualan sepeda motor juga begitu. Dalam tiga bulan terakhir, penjualan kendaraan roda dua dalam tren menurun. Pada Oktober, penjualan sepeda motor turun 2%. 

Kurang bergairahnya pasar otomotif membuat diler menawarkan bonus dan cast back yang lumayan. PT Armada Auto Tara di Kalimalang, Jakarta, misalnya. Diler Daihatsu ini menawarkan cast back Rp12 juta untuk pembelian kredit Sigra. “DP Rp30 juta, angsuran Rp3.150.000 per bulan 48 kali,” ujar Yudhi,  bagian pemasaran perusahaan ini saat berbincang dengan penulis belum lama ini. 

Harga varian Sigra R M/T dibandrol Rp147.150.000 untuk on the road Kota Bekasi, Jawa Barat. Downpayment atau uang muka adalah Rp42 juta. “Setelah dikurangi cash back, konsumen hanya perlu membayar DP Rp30 juta saja,” jelasnya.

Daya Beli yang Kian Letoy
Sumber: Daihatsu

Dengan jumlah DP yang sama dan angsuran lebih ringan juga ditawarkan PT Adhiprima Utama Mobilindo untuk Calya tipe G M/T. Diler di daerah Jakarta Timur ini menawarkan angsuran lebih menarik: Rp3.050.0000 per bulan untuk 47 kali angsuran. Harga  Calya tipe G M/T on the road Jakarta adalah Rp146.400.000.

Begitulah sedikit gambaran pasar otomotif di Ibu Kota. Data-data di level yang lebih makro juga memberi gambaran serupa. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) memang masih di atas 100, berarti rumah tangga masih optimistis menghadapi perekonomian saat ini dan masa depan.

Masih Melempem

Hanya saja, angka IKK terus menurun dalam lima bulan terakhir. Berdasar survei Bank Indonesia, pada Oktober 2019, IKK sebesar 118. Angka itu, lebih rendah dari bulan sebelumnya yang mencapai 121,8. Juga lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu yang mencapai 119,2. IKK Oktober 2019 terendah sejak Februari 2017. Bahkan bila dilihat lebih dalam lagi, sub-indeks pembelian barang tahan lama (durable goods) terus mengalami penurunan. 

Penurunan konsumsi juga terlihat dari setoran Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Penerimaan PPN menggambarkan seberapa besar transaksi di perekonomian. Ketika PPN turun, artinya aktivitas jual-beli lesu. Pada Januari-Agustus 2019, penerimaan PPN dalam negeri tercatat Rp167,63 trilun. Turun 6,47% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan PPN dalam negeri sejalan dengan IKK dan propensity to consume yang mengalami penurunan.

Daya Beli yang Kian Letoy
Sumber: Alinea.id

Baca Juga: Survei Keyakinan Konsumen: Optimisme yang Menurun

Belanja masyarakat cenderung turun juga tercermin dari penjualan ritel modern dalam negeri yang lesu darah. Rilis data survei Bank Indonesia (BI) mengungkap penjualan ritel kuartal III-2019 hanya tumbuh 1,4% secara tahunan, jauh melambat dibanding kuartal sebelumnya yang naik 4,2%. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, angka tersebut lebih buruk. Pada kuartal III-2018, penjualan eceran tumbuh mencapai 4,6%. 

Pertumbuhan industri ritel modern sampai tahun depan juga diproyeksi masih melempem. Ketua Umum DPP Aprindo, Roy Nicholas Mandey menyebut pertumbuhan industri ritel modern di Tanah Air yang saat ini berada di kisaran 7%-9%. Angka ini masih belum ideal. Menurutnya, pertumbuhan yang ideal bagi industri ritel modern adalah mencapai 300%-400% dari pertumbuhan ekonomi nasional yang saat ini berada di angka 5,02% 

Harapan para pelaku usaha ritel tentulah ada kenaikan daya beli masyarakat pada kuartal IV/2019, terutama pada momentum libur Natal 2019 dan Tahun Baru 2020. “Kami optimistis penjualan pada Natal dan Tahun Baru nanti akan tumbuh signifikan. Sebab, tingkat kepercayaan konsumen untuk berbelanja akan kembali pulih setelah sempat tertahan pada kuartal III/2019 lalu,” katanya. 

Tumbuh Melambat

Kondisi berbeda terjadi pada dagang-el. Ignatius Untung, Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA), mengatakan penjualan perdagangan daring makin melejit tahun ini. Pada Hari Belanja Online Nasional atau Harbolnas tahun ini, idEA menargetkan dapat meraup transaksi Rp7,8 triliun. Maknanya, naik Rp1 triliun dibanding tahun lalu. Pada 2018, nilai transaksi Harbolnas mencapai Rp6,8 triliun, meningkat 41,6% dari Rp4,8 triliun pada 2017.

McKinsey memprediksi pertumbuhan belanja e-commerce di Tanah Air bisa meningkat delapan kali lipat, dari US$8 miliar pada 2017 menjadi US$55 miliar hingga US$65 miliar (sekitar Rp910 triliun) pada 2020.

Christin Djuarto, Direktur Shopee Indonesia, mengakui Shopee kian membesar. Jumlah pengguna, penjual, dan produk yang dijual kian bertambah-tambah. “Pertumbuhannya lebih dari 100% setiap tahun, dan melewati ekspektasi kami sendiri,” ujarnya. 

Daya Beli yang Kian Letoy
Sumber: Okezone

Berdasarkan data kuartal III (Q3) 2019, penjual aktif Shopee tercatat 2,5 juta. Lebih dari 138 juta transaksi terjadi pada Q3 2019, dengan rata-rata lebih dari 1,5 juta transaksi per hari. Sayang, Christin menolak menyebut nilai penjualan itu. “Maaf saya tidak bisa mengatakan, yang jelas kami selalu mengalami kenaikan. Tiap tahun baik dari penjual, transaksi dan unduhan kami mengalami kenaikan,” katanya.

Jumlah unduhan aplikasi Shopee telah lebih dari 80 juta pada Q3 2019. Ia optimistis penjualan ke depan akan terus meningkat. Yang terdekat tentunya 12:12. Akan ada 1.000 merek yang bergabung di festival 12.12 Birthday Sale terdiri dari berbagai kategori produk termasuk fashion dan elektronik. Penjualan Shopee terbesar adalah fashion dan kosmetik. 

Baca Juga: Tarik Ulur Pajak E-commerce

Nuraini Razak, VP of Corporate Communications Tokopedia, juga menyebut peningkatan yang sama. Jumlah penjual di Tokopedia, dari yang sebelumnya 6,4 juta, pada September 2019  menjadi lebih dari 6,8 juta pada Oktober.

Di sisi lain, dalam sebulan, jumlah produk terdaftar juga mengalami peningkatan sebesar 30%, dari 150 juta pada bulan Agustus 2019, menjadi 200 juta saat ini. Pengguna aktif bulanan Tokopedia tercatat 90 juta orang. 

Daya Beli yang Kian Letoy
Sumber: Bisnis

Riset LPEM FEB UI menyebutkan bahwa 63% dari masyarakat memilih untuk berjualan online di platform Tokopedia karena waktu usaha yang fleksibel. Selain itu, sebesar 58,69% mengatakan karena kemudahan menjalankan dan mengelola bisnis secara online, 49,52% mengatakan lebih murah dibandingkan membangun toko online, 48,69% mengatakan jangkauan pembeli yang lebih luas dan 44% mengatakan karena jualan online membutuhkan lebih sedikit modal. 

Dari sisi pemberdayaan ekonomi, Tokopedia telah meningkatkan penjualan masyarakat hingga 22%. Beberapa daerah di luar Jawa juga mengalami kenaikan yang sangat signifikan. Sebagai contoh, penjualan masyarakat di Gorontalo mencapai 55,09%, Jambi 41,88%, Sulawesi Utara 36,67%, Kalimantan Timur 35,71%, dan Lampung 34,27%. 

Penjualan bisnis daring yang meningkat karena ada peralihan pola belanja masyarakat sehingga sulit dijadikan ukuran bahwa daya beli masyarakat sedang menanjak. Itu sebabnya, banyak pihak menyarankan pemerintah konsentrasi pada daya beli masyarakat yang melemah. Misalnya, dengan cara mengarahkan belanja negara yang sifatnya prioritas, seperti sektor yang mampu mendongkrak konsumsi daya beli masyarakat. 

Apalagi pada tahun depan pemerintah mengurangi anggaran subsidi energi menjadi Rp137,5 triliun, lebih rendah dibandingkan anggaran subsidi energi dalam APBN 2019 yang sebesar Rp159,97 triliun. Padahal belanja subsidi prioritas salah satunya mendorong membantu masyarakat untuk daya beli yang lebih tinggi.

BACA JUGA: Cek HEADLINE Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini


Editor: Farid R Iskandar


Berita Terkait