Ceknricek.com -- Beberapa waktu lalu seorang kenalan di Melbourne menelpon menanyakan apa kabar sejak masuk dalam “kurungan” alias pengasingan diri alias karantina wajib selama dua pekan, sejak tiba kembali di Melbourne dari Indonesia sekitar pertengahan Maret silam.
Dalam percakapan basa basi itu kenalan tadi kemudian menyatakan kekagumannya pada pemerintah Australia, terutama Perdana Menteri Scott Morrison yang juga dikenal dengan julukan Scomo.
“Hebat kawan kita yang satu ini,” katanya.
Apa pasal?
“Cucu saya yang masih belum berusia 5 tahun pun sudah mengenalnya,” kata kenalan tadi.
Ini dikarenakan sejak berjangkitnya wabah virus ini, boleh dibilang nyaris saban hari, bahkan terkadang sampai dua kali sehari PM Morrison tampil dalam jumpa media untuk menyampaikan secara langsung kabar “buruk dan baik” mengenai Covid-19 kepada pemirsa televisi dan pendengar siaran radio.
Kabar buruk tentunya adalah keganasan virus ini yang belum ada penawarnya, sementara kabar baik adalah penggelontoran dana rakyat (uang negara) sampai ribuan triliun rupiah, kembali kepada rakyat agar penderitaan mereka dapat diperingan, serta ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi rakyat dalam upaya menjinakkan virus maut ini. Mereka yang melanggar ketentuan-ketentuan ini diancam dengan hukuman denda yang sangat besar serta hukuman kurungan.
Di samping itu PM Morrison juga terus menerus menyampaikan putusan-putusan yang telah disepakati baik oleh kabinet koalisi (terdiri dari Partai Liberal dan Partai Nasional, sementara Partai Buruh beroposisi) maupun oleh Kabinet Nasional – suatu kelompok ad hoc terdiri atas PM Morrison serta menteri-menteri terkaitnya dan semua kepala pemerintah daerah/negara-bagian dan wilayah – sebanding dengan para gubernur kalau menurut ketatanegaraan Indonesia. Kabinet Nasional ini hanya berfungsi dalam keadaan darurat, seperti sekarang ini.
Baca juga: Di Australia, Orang yang Tidak Mematuhi Isolasi Diri Bakal Kena Denda
Biasanya banyak siaran radio dan televisi menyiarkan langsung penampilan PM Morrison yang sering didampingi beberapa menteri terkait dan juga pejabat-pejabat teras bidang kesehatan . Yang juga sering tampil dalam jumpa media adalah kepala daerah yang punya otonomi sangat luas di Australia, yang acap didampingi “menteri-menteri” terkaitnya dengan juga Komisaris Polisi (sebanding dengan Kapolda di Indonesia).
Biasanya selesai menyampaikan keterangan dan penjelasan mengenai langkah-langkah yang akan dijalankan pemerintah (pusat dan daerah) para wartawan diberi kesempatan bertanya.
Ketika tampil di depan media hari Jum’at pertama bulan April ini, PM Morrison ditanya seorang wartawan, kenapa dia bersedia “menghancurkan” perekonomian nasional (dengan menggelontorkan sebanding dengan ribuan triliun rupiah untuk meringankan beban rakyat dan mengusahakan terus berputarnya roda perekonomian) hanya demi menyelamatkan orang-orang yang sudah lanjut usia (yang biasanya menjadi korban utama virus ganas ini). PM Morrison seakan tanpa berpikir panjang langsung memberi jawaban tegas, “Pemerintah melayani setiap warga Australia (tanpa pandang usia atau jenis kelamin).!” Dapat ditambahkan bahwa ikut kecipratan dengan jumlah tunjangan yang sama berkat “kemurahan” hati pemerintah ini adalah warganegara asing (termasuk dari Indonesia) yang sudah menjadi penduduk tetap Australia.
Sumber: Istimewa
Penampilan oleh pimpinan pemerintahan nasional Australia itu ternyata sangat membantu meyakinkan rakyat bahwa pemerintah mereka tidak tinggal diam. Bahwa pemerintah sungguh-sungguh prihatin dengan nasib mereka.
Suatu survei yang dilakukan baru-baru ini menyimpulkan bahwa mayoritas rakyat mempercayai pemerintah mereka (dalam hal ini PM Morrison). Dan bahwa penampilan PM Morrison serta kepala-kepala daerah lainnya secara begitu sering di layar televisi dan lewat siaran radio secara langsung, mempertebal keyakinan mereka terhadap kesungguhan pemerintah untuk memperjuangkan nasib mereka di tengah-tengah mara bahaya yang dianggap belum pernah ada tolok bandingnya dalam zaman dan era modern ini.
Sebagaimana pernah dikemukakan seorang yang arif lagi bijaksana baru-baru ini, segala anggaran pertahanan triliunan dolar yang dihabiskan oleh negara-negara maju seperti Amerika dan Cina, ternyata bacul dalam menghadapi musuh yang saking halusnya tidak terlihat oleh kasat mata, namun keganasannya sudah tidak terperikan.
Baca juga: Ganja Vs Corona?
Pada hal biasanya yang paling curiga sama penguasa dan para politisi di Australia ini adalah rakyatnya. mSeorang tokoh yang punya kedekatan dengan Indonesia, karena salah seorang putrinya pernah bekerja di Kedutaan Australia di Indonesia, ketika ditanya kenapa dia memutuskan untuk mendirikan partai politik baru, menjawab, “Demi memastikan agar para anak haram itu (politisi dari partai-partai utama) selalu berlaku jujur.”
Barangkali saja bagi PM Morrison pandemi Covid 19 ini sekaligus juga merupakan kesempatan bagi dirinya untuk menebus “dosa” yang pernah dilakukannya menjelang Natal belum lama berselang, ketika ia bersama keluarga, sebagaimana sudah lazim dilakukan banyak orang di Austraia dalam musim panas, pergi berlibur ke Hawai. Pada hal waktu itu sudah ada aba-aba bakal terjadi kebakaran belukar/hutan yang dahsyat di Australia. Dan ketika ramalan tersebut menjadi kenyataan, PM Morrison terpaksa terbirit-birit mempersingkat liburannya dan segera kembali ke Australia, di tengah-tengah amukan rakyat.
Sumber: Istimewa
Waktu itu Menteri Pertahanan Australia juga kena damprat oleh rakyat karena beredar video yang memperlihatkannya sedang menandak-nandak di sebuah kelab malam di Bali, pada hal negara, terutama bagian tenggara Australia, sedang menghadapi malapetaka kebakaran belukar.
Meski dapat dipastikan bekerja begitu berat sejak berjangkitnya pandemic COVID 19 ini, namun PM Morrison tetap kelihatan segar. Memang terkadang timbul pertanyaan: Kenapa ada orang yang bukan saja bersedia melainkan berdaya upaya dengan gigih untuk menjadi Perdana Menteri di negara yang seakan rakyatnya tidak pernah berterima kasih kepada pemerintahnya. Lebih sering dicela ketimbang dipuja.
Ketika John Howard tidak terpilih kembali dalam pemilu 2007, dan koalisi pimpinannya terjungkal dibuat Partai Buruh, ia “cari makan” dengan memenuhi undangan untuk menyampaikan ceramah, bukan saja di Australia melainkan juga di Amerika. Sekali ceramah Howard diimbali puluhan ribu dolar. Alhasil, sebagaimana halnya dengan umumnya mantan perdana menteri Australia sebelumnya, Howard sudah pasti punya penghasilan yang jauh lebih besar ketimbang gajinya sebagai perdana menteri dengan tugas dan kewajiban yang jauh lebih ringan.
Waktu itu, sebagai perdana menteri John Howard digaji 300-ribu dolar setahun, sementara seorang hakim mengantongi 500-ribu dolar setahun, dan ketua persatuan sepakbola Australia 2,2 juta dolar setahun. Namun kalau harus pilih antara jadi PM dan jadi penceramah dengan penghasilan yang jauh lebih besar, dan tugas yang jauh lebih ringan, John Howard mengaku selamanya akan memilih jadi PM. Alasannya?
“Menjadi Perdana Menteri berarti mendapat kesempatan untuk mengabdi pada rakyat,” begitu ditegaskannya. Wallahu a’lam.
BACA JUGA: Cek INTERNASIONAL, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.