Dokter Tirta Mandira Hudhi;Pejuang COVID-19 yang Kini Jadi PDP | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Sumber: Istimewa

Dokter Tirta Mandira Hudhi;Pejuang COVID-19 yang Kini Jadi PDP

Ceknricek.com  – Sejak merebaknya virus corona atau COVID-19, nama dokter Tirta mulai dikenal publik. Sebagai garda terdepan dalam  melawan virus mematikan itu, dokter Tirta kerap berkata lugas soal kondisi terkini para pasien dan rekan sejawatnya, yang kian memprihatinkan. Ia pun menggalang dana untuk melawan wabah COVID-19.

Hingga akhirnya, pengakuan mengejutkan datang dari dokter Tirta,Minggu (29/3/2020). Dokter yang berpenampilan nyentrik ini mengaku sudah jadi Pasien Dalam Pengawasan (PDP) virus corona. Kabar tersebut  ia umumkan melalui akun Instagram pribadinya.

"Saya terlatih ngatur toko banyak, @shoesandcare, selama kuliah 2009-2013 saya terbiasa bagi tugas, kuliah+usaha. So, ketika saya PDP, sekarang, saya masih bisa lanjut berjuang dan ngurus bisnis," tulis dokter Tirta.

Baca Juga : Pak Yuri dan Komunikasi Krisis Pemerintah Hadapi Covid-19

Keterangan tersebut disertai unggahan foto dirinya dengan kondisi tangan dipasang infus. Ia terlihat duduk di sebuah ranjang rumah sakit. Mengutip dari kumparan, dokter Tirta sedang diisolasi di RS Kartika,Pulomas,Jakarta.

"Di RS Kartika [Pulomas]. Belum positif kok," ucap dokter Tirta.

Dokter Tirta mengaku sudah menjalani rapid tes virus corona pada Rabu (25/3/2020). Sementara itu, ia mengaku, gejala virus corona pada tubuhnya baru muncul pada Jumat (27/3/2020).  Pun demikian, dokter Tirta mengaku akan terus berjuang melawan keganasan virus Corona.

Apa alasannya ia mau mati-matian melawan virus corona?

Dikutip dari laman sosmednya, dokter Tirta bercerita soal penderitaannya kena TBC saat berusia 8 tahun. Ia tertular dari temannya yang batuk di depannya. Dokter Tirta harus  ikut program penyembuhan selama 6 bulan, yang ternyata gagal. Kemudian ditambah  4 bulan. Baru sembuh. Total 10 bulan.

“Setelah itu gue diprediksi bakal jadi orang yang sakit-sakitan. Paru-paru  gue gambarannya selalu “flek” setelah program penyembuhan. Setelah penyembuhan tb, gue kena berbagai macam penyakit pernafasan. Faringitis. Laringitis. Tonsilitis. Bronkitis. Dan sinusitis. Ini sampai SMA,”katanya.

Baca Juga : Terindikasi Corona, Satu Pegawai Kemenkeu Meninggal Dunia

Tapi itu tidak menghalangi prestasi akademiknya.  Di sekolah ia menyabet gelar siswa teladan. Saat SD,SMP,SMA, dokter Tirta  mewakili Solo untuk olimpiade matematika. Ketika acara kelulusan,penampilannya seperti anak band. Habis itu ia opname karena kecapekan, kena demam berdarah dan sinusitis.

Foto: Istimewa

“Gue memutuskan masuk dokter, selain karena standar tertinggi, gue pengen buktiin, dari SMA swasta gue bisa tembus UGM. Gue tembus fakultas kedokteran UGM. Selain FK UGM, gue keterima juga jalur prestasi di FK Undip. Gue lepas. Karena gue penasaran dengan Jogja,”terang dokter Tirta.

Di Jogja ia berkembang. Jadi pengusaha, membuat bisnis, mualaf serta lulus cumlaude. Karena skripsinya selesai di semester 6 dan bagus, Prof Iwan dan dokter Jarir ingin memberinya beasiswa sebagai peneliti ke Belanda. Di sini peran Prof. Iwan ia rasakan. Tapi kemudian, dokter Tirta menolak tawaran itu, karena ia sudah membuat bisnis @shoesandcare dan ia ingin bergerak di IGD.

Baca Juga : Menghitung Hari, Lelaki Tua dan Wabah Corona

Setelah 1,5 tahun jadi asisten dokter, Tirta lulus dan bekerja di rumah sakit UGM dan Puskesmas Turi. Jadi  dokter IGD dan terus mengembangkan @shoesandcare. Selama itu, ia sakit sebulan sekali. DBD sekali, typus sekali dan tahun 2018 ia kena bronkitis kronis. Kondisi ini membuat dokter Tirta memutuskan untuk rehat jadi dokter IGD. Ia memilih membesarkan

@shoesandcare karena anak buahnya separuhnya berasal dari jalanan.

“Mulailah gue berjuang sebagai dokter edukasi  dan pengusaha. Sedih memang. Tapi kalau gue memaksa praktek  plus jadi pengusaha, gue akan mati muda. Disinilah ketika gue ngajar di FK UGM jadi dosen tamu, gue bertemu lagi dengan Prof Iwan,”ujar Tirta.

Sedih ditinggal Prof. Iwan

Saat dokter Tirta memutuskan tidak lagi praktek, Prof Iwan berpesan,”Jadi dokter nggak selalu berjuang di belakang jas praktek, bisa di kursi lain. Di situ ide kamu akan berguna, tidak hanya buat pasien, tapi buat temenmu, tenaga medis, Tirta, berjuanglah dengan caramu sendiri”.

Prof Iwan juga memberi nasihat,”Tabunglah uang dari usahamu, berjuang, naikkan derajat tenaga medis, amankan pasien, buat RS ! Siapa tahu kamu bisa !”

Baca Juga : Update Covid-19 Indonesia: Positif 1.155, Meninggal 102 Orang

Tirta mengangguk. Ia kemudian berjanji jika satu saat rumah sakitnya jadi, ia akan pamerkan pada Prof. Iwan. Sekitar 1-2 minggu lalu, Tirta mendapat kabar Prof Iwan kena infeksi corona. Disitulah Tirta mati-matian berjuang. Ia tidak mau melihat temannya, para  tenaga medis, down. Dokter Tirta mencari  masker sendiri, APD sendiri, dan akhirnya di undang BNPB.

“Gue akhirnya mengkoordinir  semua sumbangan influencer, membuat program untuk membantu mengurangi rate infeksi covid 19 di JKT dan Indonesia. Gue nggak dikasi biaya, gue pake duit gue sendiri, dan tiba-tiba @kitabisacom,akhirnya memutuskan bantu gue,”terang dokter Tirta.

Program dokter Tirta dan relawannya dibantu teman-teman kuliahnya di UGM adalah:

  1. Memasang 1000 disinfection chamber di Jakarta
  2. Membagi APD bagi temen temen medis di faskes
  3. Memberikan nutrisi bagi tenaga medis
  4. Edukasi PHBS (pola hidup bersih sehat) ke rakyat
  5. Memastikan amannya SOCIAL DISTANCING

Dokter Tirta bergerak 14-15 jam sehari. Kadang 20 jam. Melelahkan. Tapi ia semangat, karena sumpahnya. Hingga tiba-tiba, ia mendengar kabar Prof Iwan meninggal. Saat itu ia sedang diwawancara  radio @GENFM_Jakarta. Dokter  Tirta menangis saat wawancara. Down.Mood-nya berantakan.

Baca Juga : Dampak Covid-19, 53 Penerbangan Internasional Batal Terbang dari Bandara NYIA 

“Karena beliaulah, yang membuat gue seperti ini,”katanya.

Akhirnya dokter Tirta memutuskan  meneruskan legacy Prof. Iwan. Ia membantu sebisanya. Mau dirinya sakit, ia tak peduli. Negara ini butuh bantuan. Jika angka infeksi  tak bisa ditekan, Indonesia bisa krisis corona sampai Juni. Dan ini bahaya. Satu-satunya cara, ya menekan angka infeksi. Disinilah peran relawan.

“Covid- 19 sekitar 80% ringan dan 20% fatal. Tetapi sangat mudah menyebar. Dan jujur karena sakit cepatnya, jumlah pasien tidak seimbang dengan rumah sakitnya,”kata dokter Tirta.

Selama angka infeksi tinggi, dokter Tirta tidak akan berhenti berjuang.  Ia juga mengucapkan terima kasih pada @kitabisacom dan @dompetdhuafa yang sudah membantunya melawan virus ini.”Ini sumpah dokter. Pekara uang gue dah settle. Toko gue dah puluhan. Bisnis gue banyak. Jika gue kenapa-kenapa, tugas gue di dunia pun dah selesai sejatinya,”pungkas dokter Tirta.

BACA JUGA: Cek EKONOMI & BISNIS, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini



Berita Terkait