Ceknricek.com -- Perang dagang antara dua negara adidaya, Amerika Serikat (AS) dan China berefek langsung pada tergerusnya produk domestik bruto (PDB) global. International Monetary Fund (IMF) mengatakan, sebanyak US$700 miliar ditaksir bakal hilang dari PDB global pada 2020 apabila konflik antar kedua negara tak kunjung reda.
“Efek kumulatif untuk ekonomi global dari konflik perdagangan itu bisa berdampak kerugian hingga sekitar US$700 miliar pada tahun 2020, atau sekitar 0,8 persen dari PDB global,” ujar Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva, di kantor pusat pemberi pinjaman global, Washington, seperti dilansir dari Reuters, Kamis (10/10).
PDB global pada tahun 2018 berada di angka US$84,84 triliun. AS dan China menjadi dua negara penyumbang dominan PDB dunia. Negeri Paman Sam tercatat mampu mencatatkan PDB 2018 sebesar US$20,52 triliun. Kontribusinya terhadap PDB global pada tahun lalu mencapai 24,2 persen.
Sementara itu, China berada di peringkat dunia dengan raihan PDB sebesar USD13,46 pada 2018. Jumlah tersebut setara dengan 15,9 persen dari total PDB dunia pada periode serupa.
Terkikisnya PDB global karena perang dagang berefek pada peningkatan biaya langsung pada bisnis dan konsumen. Tidak hanya itu, perang dagang juga membuat tergerusnya permintaan pasar yang berujung pada lesunya industri manufaktur. Alhasil, pengurangan PDB tidak dapat dihindari.
Besaran angka US$700 miliar sendiri tidaklah kecil. Menurut Georgieva, jumlah tersebut setara dengan PDB Swiss. Karena itulah ia menegaskan, perang dagang mesti segera disudahi karena merugikan semua pihak.
Sumber: AFP
"Hasilnya jelas. Semua orang kalah dalam perang dagang. Jadi kita perlu bekerja sama, sekarang, dan menemukan solusi yang langgeng dalam perdagangan,” tutur bos baru IMF ini.
Ia pun menyerukan tindakan sinkronisasi untuk menyelamatkan ekonomi global. Di mana salah satu tujuannya adalah mempercepat pertumbuhan dan ekonomi dunia yang lebih tangguh.
Prioritas kebijakannya sendiri termasuk menggunakan kebijakan moneter secara bijak dan meningkatkan stabilitas keuangan. Akan diputuskan pula penggunaan perangkat fiskal untuk memenuhi tantangan saat ini, pelaksanaan reformasi struktural untuk pertumbuhan di masa depan, dan perangkulan kerja sama internasional.
Selain melawan perang dagang, Georgieva menyatakan, mesti ada pertarungan pula terhadap perubahan iklim. IMF memprioritaskan untuk membantu negara-negara guna mengurangi emisi karbon dan menjadi lebih tahan iklim.
Salah satu caranya dengan mendesak negara-negara mengadopsi harga karbon yang jauh lebih tinggi. Menurut penelitian baru di IMF, pajak karbon dapat menjadi salah satu alat yang paling kuat dan efisien.
Baca Juga: Donald Trump dan Xi Jinping Sepakat Akhiri Perang Dagang
"Tapi kuncinya di sini adalah mengubah sistem pajak, bukan hanya menambahkan pajak baru," tambahnya.
Kikis Pertumbuhan
Sebelumnya, Asian Development Bank telah menyatakan ketegangan perdagangan AS dan China makin menyuramkan pertumbuhan negara-negara berkembang di Asia. Sebanyak 45 negara di Asia dan Pasifik diperkirakan hanya akan tumbuh 5,4 persen pada tahun ini dan 5,5 persen pada tahun 2020.
Sumber: Getty Images
“Turun dari perkiraan pertumbuhan 5,7 persen dan 5,6 persen pada Juli,” kata ADB dalam laporan Prospek Pembangunan Asia (Asian Development Outlook atau ADO).
Menurut lembaga keuangan tersebut, konflik perdagangan AS-China bisa terus berlanjut sampai tahun 2020. Hal tersebut tak ayal melemahkan momentum perdagangan.
Seiring dengan melemahnya momentum perdagangan, pemberi pinjaman yang berbasis di Manila itu juga melihat penurunan investasi sebagai risiko utama terhadap prospek pertumbuhan kawasan.
Negara-negara berkembang di Asia juga harus berurusan dengan harga-harga yang sedikit lebih tinggi. Ini kenaikan biaya makanan. ADB memperkirakan, ada kenaikan inflasi 2019 dan 2020 untuk wilayah ini dari 2,6 persen ke 2,7 persen.
BACA JUGA: Cek POLITIK, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.