Ekspektasi Sosial Soal Standar Kecantikan Memunculkan Fenomena Body Shaming | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Thomas Rizal/Ceknricek.com

Ekspektasi Sosial Soal Standar Kecantikan Memunculkan Fenomena Body Shaming

Ceknricek.com -- Disebut cantik tentu menjadi harapan setiap kaum Hawa. Meski demikian, setiap orang memiliki definisi cantik yang berbeda-beda. Bisa jadi cantik adalah persepsi, karena realitanya semua wanita pasti memiliki kecantikannya tersendiri.

Menurut survei yang dipublikasikan melalui ZAP Beauty Index 2020, Selasa (21/1), sebesar 82,5 persen beranggapan bahwa cantik berarti memiliki kulit cerah dan glowing. Survei ini dilakukan pada tahun 2019 dari 6.460 responden usia 13-65 tahun.

Jawaban ini hampir sama dengan jawaban yang sama di tahun 2018, dimana saat itu 73,1 persen mengatakan definisi cantik yang serupa. Sementara itu, 46,7 responden di tahun 2019 mendefinisikan cantik berarti jika keseluruhan penampilan diperhatikan dengan baik (well-dressed).

Angka ini cukup naik signifikan dari tahun sebelumnya sebesar 21,1 persen. Adapun pergeseran makna cantik cukup signifikan lainnya terjadi di bertubuh sehat dan bugar (fit), dimana jika di 2018 angkanya sebesar 40,9 persen, maka di tahun 2019 hanya 26,2 persen.

Sumber: ZAP Beauty Index 2020

Terkait definisi kulit glowing, dr. Dara Ayuningtyas selaku Head Medical & Training ZAP Clinic menyebut ada tiga kriteria kulit glowing. Ketiganya ialah warna, tekstur, dan kekencangan kulit.

"Jadi tidak asal glowing semata. Namun juga diperhatikan tiga aspek itu. Misalnya jika di kulit tidak ada inflamasi atau kemerahan berarti bagus. Sementara tekstur yang paling dikhawatirkan adalah jika memiliki pori-pori besar," ucap dr. Dara dalam acara konferensi pers ZAP Beauty Index di Hotel Veranda, Jakarta.

Baca Juga: Agnez Mo Bicara Soal Rahasia Kecantikan

Untuk untuk pori-pori besar sendiri, dr. Dara mengatakan yang bisa dilakukan wanita adalah dengan meminimalisir, bukan menutupnya. Sementara untuk kekencangan kulit, dr. Dara mengatakan tergantung pada kandungan kolagen.

"Semakin tua usia seseorang, semakin berkurang kolagen dalam tubuh. Jadi tentu perawatannya juga harus berbeda sesuai usia," jelasnya.

Thomas Rizal/Ceknricek.com

Hasil survei yang sama menemukan fakta bahwa ekspektasi sosial soal standar kecantikan kerap memunculkan fenomena body shaming. Survei menemukan lebih dari 62,2 persen responden mengaku pernah menjadi korban body shaming.

ZAP Beauty Index 2020 sendiri merinci jenis-jenis body shaming yang kerap dialami wanita Indonesia. Survei yang merupakan kerja sama ZAP Clinic dengan MarkPlus, Inc itu membagi kategori responden sesuai generasinya, X (39-65 tahun), Y (23-38 tahun) dan Z (13-22 tahun).

Baca Juga: Curhatan Prilly Latuconsina Soal "Body Shaming"

Menurut Yosanova Savitry, Chief Operation Markplus Institute, dari survei ini terlihat indikasi penyebab body shaming, sehingga bisa diantisipasi.

"Bahkan menyebut wanita memiliki pipi tembem juga termasuk body shaming. Dari survei ini kita tahu indikasinya sehingga bisa kita antisipasi. Karena body shaming memang tidak seharusnya terjadi pada siapapun, namun sayangnya ada standar-standar kecantikan yang bila tidak terpenuhi bisa menjurus pada body shaming," ucapnya.

Survei menemukan hampir separuh wanita Indonesia (47 persen) mengalami body shaming dengan alasan utama tubuh yang dianggap terlalu berisi. Sebanyak 36,4 persen wanita mengalami body shaming karena kulit yang berjerawat.

Sumber: ZAP Beauty Index 2020

Sementara 28,1 persen wanita berkata body shaming dialami mereka karena bentuk wajah yang tembem. Survei juga menemukan, berbeda dengan generasi X dan generasi Y yang kebanyakan mengalami body shaming karena tubuh yang berisi, masalah utama generasi Z adalah lebih kepada kulit yang berjerawat (42,6 persen).

CEO ZAP, Fadly Sahab mengatakan survei ini merupakan bentuk kontribusi terhadap komunitas dan dunia kecantikan Indonesia. ZAP Beauty Index diharapkan mampu membantu perkembangan industri kecantikan di Indonesia dan secara berkala akan terus dikembangkan sesuai dengan perkembangan lingkungan dan industri kecantikan di Indonesia.

"Survei ini memotret perilaku wanita dalam mempercantik diri, mulai dari aspek demografis, seperti kapan mulai mengenal make up atau produk kecantikan, aspek psikografis, seperti definisi cantik menurut wanita Indonesia, hingga aspek behaviour, seperti dimana membeli make up atau produk kecantikan apa yang digunakan setiap hari," kata Fadli.

BACA JUGA: Cek Berita SELEBRITI, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini



Berita Terkait