Fariddudin Attar si Penyebar wangi | Cek&Ricek wardah-colorink-your-day
Ilustrasi : Miftah/ceknricek.com 

Fariddudin Attar si Penyebar wangi

Ceknricek.com -- Ia bernama lengkap Fariduddin Abu Hamid Muhammad bin Ibrahim namun lebih dikenal dengan Fariduddin Attar, si penyebar wangi. Ia seorang penyair sekaligus sufi agung yang lahir di Nisyapur, Persia pada kurang lebih 1120 M dan wafat pada 1230 M.

Mantiqut Thair (Musyawarah Burung) adalah salah satu karyanya yang konon menjadi inspirasi karya-karya Jalaludin Rumi. Sajak-sajaknya tidak hanya didiskusikan secara serius oleh para sastrawan, tetapi juga dikutip oleh tukang roti dan tukang sepatu yang bahkan mungkin tidak mengenal sastra.

Madah Doa untuk Attar

Dari beberapa riwayat, pada awalnya, Attar hanya seorang penjual minyak wangi. Perjalanan hidupnya berubah tatkala suatu hari, di toko minyak wanginya yang teramat besar itu, didatangi seorang darwis (fakir miskin) yang sudah tua renta.

Dari catatan kenang-kenangan pribadinya yang tersebar di antara tulisan-tulisannya agaknya dapat disebutkan, ia melewatkan tiga belas tahun dari masa mudanya di Meshed.

Menurut Dawlatshah, suatu hari Attar sedang duduk dengan seorang kawannya di muka pintu kedainya, ketika seorang darwis (fakir miskin) datang mendekat, singgah sebentar, mencium bau wangi, kemudian menarik nafas panjang dan menangis.

Syaikh Fariduddin Attar. Sumber: Rabhitah Maahid

Attar yang melihatnya pun mengira darwis itu berusaha hendak membangkitkan belas kasihan mereka, lalu ia menyuruh darwis itu untuk segera pergi. “Baik, tak ada satu pun yang menghalangi aku meninggalkan pintumu dan mengucapkan selamat tinggal pada dunia ini,” darwis itu menjawabnya dengan tenang.

“Apa yang kupunyai hanyalah khirka yang lusuh ini,” ia menyela, “tetapi aku sedih memikirkanmu, Attar. Mana mungkin kau pernah memikirkan maut dan meninggalkan segala harta duniawi ini?”.

Attar menjawab, ia berharap akan mengakhiri hidupnya dalam kemiskinan dan kepuasan sebagai seorang darwis. “Kita tunggu saja,” kata darwis itu, dan segera sesudah itu ia pun merebahkan diri dan mati.

Peristiwa tersebut kontan menimbulkan kesan yang amat dalam di hati Attar sehingga ia meninggalkan kedai ayahnya, menjadi murid Syaikh Bukn-ud-din yang terkenal, dan mulai mempelajari sistem pemikiran Sufi, dalam teori dan praktek.

Selama 39 tahun ia mengembara ke berbagai negeri, belajar di permukiman-permukiman para syekh dan mengumpulkan tulisan-tulisan para sufi yang saleh, sekalian dengan legenda-legenda dan cerita-cerita.

Kemudian ia pun kembali ke Nisyapur di mana ia melewatkan sisa hidupnya. Konon, ia memiliki pengertian yang lebih dalam tentang alam pikiran sufi dibandingkan dengan siapa pun di zamannya. 

Pertemuan dengan Rumi

Selain dikenal sebagai si penyebar wangi, Attar diberi gelar para sufi pada masanya dengan sebutan Saitu al Salikin (cemeti orang-orang sufi), karena ia mampu memimpin sekaligus membakar cinta mereka dalam menuangkan kasih rindu ke dalam karya-karya puisi ketuhanan yang indah.

Buku-buku yang telah ditulis Attar antara lain: Thadzkiratul Auliya, Ilahi Namah, Musibat Namah, dan yang paling terkenal sekaligus memengaruhi banyak sufi dan penyair lainnya, Mantiqut Thair (Musyawarah Burung) buku yang menginspirasi karya-karya Jalaluddin Rumi.

Musyawarah Burung Sumber Musyawarah Burung. Sumber: Wordpress

Selain itu, salah satu karya yang utama dari Attar adalah yang berjudul Asrar Nameh (Kitab Rahasia). Kitab tersebut konon dihadiahkan kepada Maulana Jalaludin Rumi ketika keluarganya tinggal di Nisyapur dalam sebuah perjalanan menuju Konya. Dalam pertemuan dengan Rumi yang saat itu masih kecil itulah, Attar meramalkan, Rumi kelak akan menjadi seorang tokoh besar dan terkenal.

Ramalan itu ternyata benar-benar terbukti. Dan benar saja, kini siapa yang tak mengenal Rumi. Bahkan, UNESCO menetapkan 2007 sebagai “Tahun Rumi”, bertepatan peringatan 800 tahun kelahiran Jalaluddin Rumi.

Terdapat sebuah riwayat yang menanyakan tentang siapa yang lebih pandai di antara keduanya itu, seorang sufi mengatakan, “Rumi membumbung ke puncak kesempurnaan bagai rajawali dalam sekejap mata; Attar mencapai tempat itu juga dengan merayap seperti semut. Rumi mengatakan, “Attar ialah jiwa itu sendiri.”

Di riwayat yang lain Rumi pun pernah berkata, “Attar telah melintasi tujuh kota cinta, sementara kami hanya sampai di sebuah jalan tunggal.”

Sebuah Nisan di Nisyapur

Hampir tidak ada yang diketahui tentang Attar, sebagian besar dari apa yang diketahui tentang dirinya memang bersifat legendaris, juga kematiannya di tangan seorang prajurit Jenghis Khan, dan selebihnya adalah spekulasi serta sejarah.

Kecuali hanya sedikit informasi dan inskripsi yang terukir di sebuah batu nisan berbahasa Persia yang ditemukan oleh Nicholas Khanikoff, yang didirikan antara tahun 1469 dan 1506 (sekitar dua ratus lima puluh tahun sepeninggal Attar) tidak ada riwayat lain yang lebih memadai terkait si penyebar wangi ini.

Dalam inskripsi tersebut berbunyi sebagai berikut:

“Di sini di taman Adn bawah, Attar menerbarkan wangi pada jiwa orang-orang sederhana. Inilah makam seorang yang begitu mulia sehingga debu yang terusik kakinya akan merupakan kolirium di mata langit; makam Syaikh Farid Attar yang terkenal, yang menjadi ikutan orang-orang suci; makam penebar wangi yang utama dengan nafasnya yang mengharumi dunia dari Kaf ke Kaf. Di kedainya, sarang para malaikat, langit bagai botol obat semerbak dengan wangi sitrun. Bumi Nisyapur akan terkenal akan terkenal hingga hari kiamat karena orang yang termasyhur ini.”

Selama hidupnya, Attar getol menulis puisi-puisi sufi. Begitu banyak puisi yang berhasil dituliskan sang penyair sufi legendaris itu. Namun, ada beragam versi mengenai jumlah pasti puisi yang dibuat sang penyair. Reza Gholikan Hedayat, misalnya, menyebutkan jumlah buku puisi yang dihasilkan Attar mencapai 190 dan berisi 100 ribu sajak dua baris (distich). Sedangkan Firdowsi Shahname menyebutkan jumlah puisi yang ditulis Attar mencapai 60 ribu bait.

Ada pula sumber yang menyebutkan jumlah buku puisi yang ditulis Attar mencapai 114 atau sama dengan jumlah surat dalam Al-Quran. Namun, studi yang lebih realistis memperkirakan puisi yang ditulis Attar mencapai sembilan sampai 12 volume.

Dengan tidak mengesampingkan pendapat para filolog tersebut, tentu saja kita patut bersyukur karena tiada yang lebih ‘wangi’ dari beberapa karyanya yang sampai kepada kita dan penuh renungan dari sebuah perjalanan hidup manusia, Musyawarah Burung.

Musyawarah Burung. Sumber: Ceritatanpakata

Buku yang menceritakan tentang sebuah perjalanan berbagai jenis burung untuk menemui Simurgh Sang Raja dengan segala lika-likunya yang setidaknya mencerminkan tentang beragamnya manusia dengan segala hal yang menjadi persoalan-persoalan di dalamnya.

Makam Attar. Sumber: flickr.com-mrgrinch

Terkait dengan tempat dikebumikannya sosok agung ini. Saat ini, umum diketahui, Attar dimakamkan di Nishapur, Iran. Makamnya yang megah dibangun Ali-Shir Nava’i pada abad ke-16, dan di renovasi total pada tahun 1940 oleh Syah Reza. Sosok Attar hingga kini masih tenar dan populer di Iran. Tak heran, bila makamnya banyak dikunjungi para peziarah.



Berita Terkait