Telepon Doni
Selagi mengatur aktivitas evakuasi korban, telepon genggam berdering. Jam tangan menunjuk angka tujuh. Tri mengangkat telepon, dan terdengar suara yang tak asing baginya. Suara komandannya dulu ketika berdinas di Yonif 741/Satya Bhakti Wirottama, Singaraja, Bali. Ya, itu suara Doni Monardo. Correct Tri menyahut, “Siap. Selamat pagi Komandan!”
Di ujung telepon, pertama-tama Doni bertanya, “Bagaimana kamu Tri?” Setelah dijawab “Siap, alhamdulillah selamat!” Disusul pertanyaan kedua Doni, “Keluargamu bagaimana?” Kembali Tri Aji menjawab, “Siap, alhamdulillah selamat.”
Try pun melaporkan keadaan sejauh informasi yang ia dapat hingga pukul 07.00. Itu artinya empat jam dari gempa dahsyat yang terjadi pukul 03.00 pagi. Informasi yang ia sampaikan kepada Kepala BNPB Doni Monardo antara lain kerusakan kantor gubernur, rumah sakit, dan sejumlah bangunan lain dengan tingkat kerusakan parah.
Ubah Tujuan
Pagi itu 15 Januari 2021, di Jakarta, semula Kepala BNPB siap siap melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Sumedang, Jawa Barat bersama sejumlah anggota DPR RI dari Komisi 8. Seketika mendengar kabar terjadinya gempa, Doni segera merubah rencana, berangkat ke Mamuju Sulawesi Barat.
Kami semua masih menginap di lantai 10, Graha BNPB. Gesit berkemas, kami meluncur ke Base Ops Bandara Halim Perdana Kusuma. Dalam perjalanan, karena satu mobil, saya menyimak Doni berbicara dengan Presiden Jokowi Widodo via sambungan telepon. Doni melaporkan apa yang terjadi di Sulbar kepada presiden.
Nah kembali ke kisah Tri Aji. Selesai menerima laporan dari Tri Aji, Doni menutup telepon dengan kalimat, “Tetap laksanakan dan lanjutkan kegiatan. Utamakan evakuasi korban. Selamatkan nyawa.”
Memang itulah yang terjadi hari pertama gempa. Seluruh aparat TNI-Polri, Basarnas, BPBD, dan berbagai unsur lain bahu-membahu melakukan evakuasi korban. Terik matahari tak terasa. Haus lapar tak dirasa. Matahari pun kian condong ke barat. Mereka seperti berkejaran dengan waktu untuk bisa mengevakuasi sebanyak-banyaknya korban, dan melarikannya ke rumah sakit.
Telepon kedua Doni Monardo kembali berdering. Doni dan rombongan siang itu sudah mendarat di Mamuju menggunakan Hercules TNI AU. “Tri, kamu di mana, saya di depan Kodim. Ayo kita ke rumah dinas gubernur,” terdengar perintah Doni di ujung telepon. Rupanya, Doni mampir Kodim untuk mengajak Tri bersama-sama ke rumah dinas Gubernur Sulbar Ali Baal. Sementara Tri masih berada di lapangan.
Rapat Dadakan
Di rumah dinas gubernur, kondisi relatif aman. Bangunan itu tampak retak di beberapa bagian, tetapi masih relatif utuh. Di sana, selain Doni Monardo, juga hadir Mensos Rismaharini dan Pangkogabwilhan II, Marsekal Madya TNI Imran Baidirus.
Setelah meminta laporan perkembangan serta situasi terakhir di lapangan, Doni Monardo langsung memberi arahan. Personel BPBD Mamuju diminta mencari lokasi yang representatif dibangun barak pengungsian. Semua pengungsi yang terpencar-pencar, harus segera dikonsentrasikan ke titik-titik pengungsian. Malam itu juga ketemu 13 lokasi yang bisa dijadikan titik pengungsian. Sebagian bisa menampung hingga ribuan orang, sebagian lain ratusan pengungsi. Ke-13 titik itu tersebar di berbagai daerah di Mamuju.
“Bangun titik pengungsian yang memadai, perhatikan masalah air dan sanitasi. Mereka akan tinggal di tenda pengungsian untuk waktu yang relatif lama, sampai proses rehab-rekon selesai," ujar Doni.
Setelah itu, Doni meminta Danrem Brigjen TNI Firman Dahlan mengkoordinir dua Kodim yang tertimpa bencana Mamuju dan Majene. Dandim Mamuju dan Dandim Majene masing-masing menjadi Komandan Sektor di teritori binaannya.
Usai briefing di rumah dinas gubernur, masing-masing kembali ke lapangan. Sebelum bubar, Doni memanggil Try dan memberinya tugas khusus, mendampingi Mensos ke stadion Manakarra Mamuju melihat para pengungsi di sana. Ketika itu, situasinya hujan.
Editor: Ariful Hakim