H.B. Jassin, Juru Peta dan Perawat Sastra Indonesia | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
foto : wordpress.com

H.B. Jassin, Juru Peta dan Perawat Sastra Indonesia

Ke manakah tempat yang paling tepat mencari dokumentasi arsip sastra Indonesia? Jawabnya, Pusat Dokumentasai Sastra HB Jassin di Cikini, Jakarta Pusat. Warisan paling berharga dari kritikus berpengaruh di Indonesia tesebut menjadi salah satu rujukan dokumentasi sastra dari paling lengkap di Indonesia.


foto : IndonesiaKaya 

Lahir 13 Juli 1917  di Gorontalo, sedari kecil ia sudah mencintai sastra dan dokumentasi. Kelak, hal inilah yang membuat HB Jassin mengabdikan hidup untuk khasanah sastra Indonesia hingga akhir hayat. Tepat tanggal hari ini, 11 Maret 19 tahun silam, Paus Sastra Indonesia tersebut meninggalkan kita. Atas jasa-jasanya almarhum dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.


foto : 100tahunHBJAssin

Jassin Remaja hingga Balai Pustaka

Hans Bague Jassin lahir dari ibu bernama Habiba Jau. Ayahnya, Bague Mantu Jassin, seorang pegawai pada masa kolonial yang berpindah-pindah kota dan tekun dalam menulis. Ayahnya seorang yang teliti, teguh hati. Sifat ini tampaknya menurun pada Jassin. Umur 10 tahun, Jassin masuk HIS (Hollandsch-Inlandsche School) Sekolah Belanda untuk Bumiputra, Balikpapan.

Perkenalan awal di dunia kesusastraan muncul saat bersekolah di HIS. Ia tertarik melihat kepala sekolahnya, Mijnheer Duisterhof, yang memiliki kemampuan bercerita sangat baik. Dikisahkan, saat membacakan cerita, suara Duisterhof bisa berubah-ubah menurut karakter cerita.

Lulus dari HIS, Jassin melanjutkan ke HBS (Hogare Burgerlijke School) Medan HBS Medan. Ia mulai menulis di surat kabar dan majalah. Setelah selesai sekolah di Medan, ia tak tak langsung pulang ke Gorontalo, tapi singgah dulu ke Jakarta menemui Sutan Takdir Alisjahbanan (STA). Mereka membicarakan kesusastraan, bahasa, kebudayaan, dan sebagainya. STA rupanya terkesan pada Jassin. Beberapa hari setelah tiba di kampung halamannya, Jassin menerima surat dari salah satu pendiri majalah Poedjangga Baroe tersebut. Isinya, mengajak dia bekerja sebagai redaktur buku di Balai Pustaka.


foto : goodreads

Jassin berminat bekerja sebagai redaktur. Namun keinginan itu urung dilakukan karena ayahnya ingin ia bekerja di kantor pemerintahan Gorontalo. Pekerjaan ini ia jalani selama lima bulan saja, karena ia tidak digaji satu senpun.

ceknricek.com - Demikianlah, berbekal surat dari Sutan Takdir Alisjahbana, beberapa dokumentasi tulisannya yang telah diterbitkan, serta dokumentasi lain yang pernah ia garap, Jassin akhirnya diterima di Balai Pustaka dan langsung bekerja pada hari itu juga. Ia mulai menggarap dan mendokumentasikan sastra secara  cermat dan sistematis

Pertemuan Dengan Chairil Anwar

Ketika Jassin bekerja dengan Sutan Takdir di Balai Pustaka, penerbitan itu pun membuat majalah Mingguan Pandji Pustaka, di sinilah Chairil Anwar mengirimkan karya-karya pertamanya. Chairil pada suatu siang datang ke Balai Pustaka dan menyerahkan sajak “Nisan” kepada Jassin. Ia memuji dan menyatakan sajak yang Chairil tulis bagus. Namun reaksi datang dari banyak pihak. Salah satunya Armijn Pane. Ia menganggap sajak Chairil kebarat-baratan dan individualistik.

Diam-diam, Jassin merawat dan mengoleksi sajak-sajak Chairil. Ia bahkan mengetik ulang sajak tersebut rangkap enam untuk menguji apa benar penilaian orang lain sama dengan penilaian dirinya yang penuh kekaguman atas pembaharuan sajak Chairil. Ia menyebarkan hasil ketikannya agar dibaca Sutan Takdir Alisjahbana, Mohammad Said, Sutan Sjahrir ,dan teman-teman yang lain.


foto : tempo

Dari situlah ia pun bersahabat dekat dengan Chairil dan sering terlibat diskusi-diskusi sastra yang kontroversial pada waktu itu. Mereka bersahabat karib sampai menjelang kematian Chairil tahun 1949. H.B. Jassin pun menerbitkan kumpulan karya Chairil Anwar, terutama yang belum diterbitkan dalam bentuk coret-coretan : "Chairil Anwar Pelopor Angkatan ’45". Inilah buku yang bisa dianggap karya paling lengkap Chairil Anwar, sekaligus mengangkat nama Jassin sebagai kritikus sastra paling disegani di Indonesia.

Warisan Paling Berharga

Jerih payah H.B. Jassin dalam mengumpulkan berbagai karya sastra -- mulai dari berbagai naskah tulisan tangan asli para pengarang, guntingan pers tentang sastra, surat-menyurat para sastrawan, hingga foto asli para sastrawan dalam berbagai kegiatan -- ternyata tidak sia-sia. Lewat  prakarsa Ajib Rosidi dan beberapa tokoh lain, pada 28 Juni 1976 dibentuklah sebuah wadah yang bernama Yayasan Dokumentasi HB Jassin. Kemudian pada 30 Mei 1977 diresmikan berdirinya Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin (PDS HB Jassin) yang berlokasi di dalam Kompleks Taman Ismail Marzuki, Jalan Cikini Raya no 73, Jakarta Pusat.

Dikutip dari  Indonesiakaya, hinga tahun 2013  koleksi PDS HB Jassin meliputi, buku fiksi 21.300 judul, non fiksi 17.700 judul, referensi 475 judul, naskah drama 875, biografi pengarang 870, guntingan pers 130.534, foto pengarang 690, rekaman suara 742, skripsi dan disertasi sastra 789, dan rekaman gambar 25 kaset.  Berbagai koleksi ini berasal dari dalam maupun luar negeri. Karena ruangan tidak mencukupi, beberapa koleksi bahkan masih tersimpan di dalam kardus-kardus.


foto : indonesiaKaya

Tahun 2017, pengelolaan Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin  yang semula dikelola oleh yayasan H.B Jassin diserahkan secara simbolis ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, diwakili Gubernur Anies Baswedan. Dari fase inilah kita berharap agar pengelolaan harta karun berharga sastra Indonesia menjadi lebih baik dan bermanfaat untuk masyrakat luas.



Berita Terkait