Ibu Kota Pindah: Bagaimana Nasib Bisnis Properti? | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Foto : Tempo

Ibu Kota Pindah: Bagaimana Nasib Bisnis Properti?

Ceknricek.com -- LIPPO Group menggebrak atensi publik melalui megaproyek Meikarta senilai Rp278 triliun. Proyek yang digadang-gadang sebagai terobosan bagi terwujudnya “Jakarta Baru” ini berlokasi di ujung timur Cikarang, Bekasi, Jawa Barat. Lalu, bagaimana nasib proyek properti super jumbo ini jika ibu kota pindah?

Para pengembang tampaknya meyakini bahwa tak akan ada pengaruh yang signifikan pada bisnis properti bila ibu kota negara pindah dari Jakarta. “Enggak usah khawatir,” begitu nasihat Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda, suatu ketika. Menurut dia, harga dan pasar properti di Jakarta dan sekitarnya, termasuk proyek Meikarta, tak akan terpengaruh pemindahan ibu kota. “Yang pindah kan hanya pemerintahan. Jakarta masih pusat bisnis,” ujarnya lagi.

CEO Lippo Group James Riady memamerkan Cikarang berada di jantung pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pasalnya, di koridor Jakarta-Botabek-Bandung inilah 60% perekonomian nasional berpusat. “Ribuan perusahaan raksasa nasional dan multinasional berbasis di koridor ini dengan ratusan ribu staf dan karyawan serta jutaan pekerja. Di sinilah pusatnya,” ujarnya.

Sumber : CNBC

Kondisi seperti itu tak akan banyak berubah sekalipun ibu kota pindah. “Masih akan tetap stabil,” tegas Kepala Departemen Riset dan Konsultasi Savills Indonesia Anton Sitorus. “Jakarta adalah pusat dari segalanya sehingga akhirnya menutup kemungkinan daerah-daerah lain bisa menyamainya,” tambahnya.

Dengan pemindahan ibu kota, perkembangan Jakarta justru bisa lebih pesat. Sebab, Jakarta tak lagi dicampuri oleh kepentingan politik dan fokus sebagai pusat bisnis. “Sama seperti New York yang menjadi pusat bisnis,” tukas Ali.

Negara maju, kata Lukas Bong, justru memisahkan antara pusat pemerintahan dan pusat bisnis. Dia mencontohkan Australia yang ibu kota negaranya di Canberra tak semaju Sidney yang justru lebih pesat sebagai pusat bisnis. “Jakarta juga akan seperti itu. Properti akan semakin menggeliat,” ujar Ketua DPD Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (AREBI) DKI Jakarta ini.

Pasalnya, Jakarta telah tumbuh menjadi pusat bisnis yang telah memiliki pasar sendiri. Orang menetapkan membeli properti bukan karena statusnya, melainkan karena aspek suplai dan permintaan.

Palangkaraya Bisa Jadi Alternatif

Sejauh ini, daerah mana yang bakal menjadi ibu kota baru belum jelas benar. Jauh sebelum ini, Kalimantan dianggap sejumlah kalangan sebagai wilayah yang tepat. Pada tahun lalu, Badan Informasi Geospasial (BIG) juga telah melakukan pemetaan di sejumlah wilayah di Kalimantan.

Palangkaraya. Sumber : Reserach Gate

Pejabat Sekda Kalteng Fahrizal Fitri mengatakan pemerintah pusat telah mempersiapkan tiga alternatif yang menjadi lokasi baru ibu kota Indonesia. Tiga kota alternatif itu adalah Palangkaraya dan sekitarnya di Provinsi Kalteng, Tanah Bumbu di Provinsi Kalimantan Selatan serta Panajam dan sekitarnya di Provinsi Kalimantan Timur.

“Untuk mengkaji memilih tiga lokasi yang jadi alternatif ini, pemerintah pusat melibatkan Bank Dunia. Alasan pelibatan Bank Dunia ini, karena pemerintah pusat menganggap lembaga ini independen dan objektif dalam mengambil keputusan," kata Fahrizal, seperti dikutip Antara, Jumat (14/7) lalu.

Ali juga berpendapat, Palangkaraya cocok sebagai ibu kota yang baru. “Palangkaraya lebih bagus masih lebih baik untuk dibentuk,” katanya.

Menurut Senior Associate Director Research Colliers International Ferry Salanto, secara populasi, Palangkaraya juga masih sangat ideal untuk ditempati. Daerah ini merupakan kota terluas di Indonesia. Memiliki luas wilayah mencapai 2.400 kilometer persegi atau setara 3,6 kali luas Jakarta.

“Kalau memang pindah ke sana (Palangkaraya), kami (properti) akan ke sana. Tapi, kami percaya market-nya tak akan seramai di Jakarta,” sambut Lukas Bong.

Sekendang sepenarian, Justini Omas menilai, pasar properti akan berkembang jika kota di Kalimantan menjadi ibu kota. “Sama seperti Jakarta, harga ikut meningkat levelnya ibu kota,” tambah Sekretaris Perusahaan PT Agung Podomoro Land Tbk. ini.

Kini, emiten berkode APLN ini memiliki proyek apartemen di Balikpapan, yakni Borneo Bay City dan Borneo Bay Residences. Di kota ini, Agung Podomoro tengah membangun Plaza Balikpapan Trade Center, selain proyek hotel.

Sumber : Jawa Pos

Lippo Group juga siap menambah land bank di calon ibu kota. “Ada peluang bisnis baru di daerah, secara logika businessman pasti ke sana,” kata Sekretaris Perusahaan Lippo Group Danang K. Jati. Lippo mengoleksi sejumlah properti di Kalimantan, seperti pusat perbelanjaan hingga rumah sakit. Danang bilang, dalam waktu dekat akan menambah proyek, baik hotel, mal maupun real estate.

Hanya saja, Harun Hajadi, Direktur PT Ciputra Development Tbk., mengingatkan, bisnis properti tidak bisa pindah begitu saja. “Harus ada pertumbuhan ekonomi dan ditopang infrastruktur bagus,” ujarnya. Ciputra memiliki sejumlah proyek properti di Balikpapan dan Samarinda dengan luas lahan 200 hektare.

Solusinya Bukan Pindah Ibukota

Ekonom Institute For Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara, mengingatkan ada beberapa mudarat jika ibu kota negara DKI Jakarta dipindah. Pertama, pemerintah akan mengeluarkan biaya yang sangat besar dalam jangka panjang. “Kalau ini membebani APBN, maupun APBD. Dengan kondisi anggaran seperti sekarang yang masih defisit, saya khawatir utang kita semakin banyak. Dan itu semakin kurang produktif,” ujarnya.

Kedua, meskipun pertumbuhan ekonomi daerah setempat berpotensi meningkat, tetapi hal itu lebih banyak disokong belanja pemerintah. “Padahal kita tahu, porsi belanja pemerintah terhadap PDB itu hanya sekitar 9%. Jadi kalau kita lihat, 9% itu porsi ekonomi yang diciptakan pemerintah masih belum signifikan. Yang signifkan kan masih dari swasta,” katanya.

Keempat, tidak ada jaminan jika ibu kota dipindah maka industri juga akan dibangun di daerah ibu kota baru. “Jadi belum tentu ada korelasi di sana. Makanya saya bilang, efek positifnya hanya bersifat jangka pendek. Sementara untuk jangka panjang, solusinya bukan pindah ibu kota,” ujarnya.

Kelima, pemindahan ibu kota negara justru menciptakan para mafia dan calo pertanahan. Menurut Bhima, tukang culas ini akan berspekulasi dalam penetapan harga tanah. “Sehingga harga tanah jadi mahal,” ujarnya. Dampaknya, aksi calo dan mafia ini akan merugikan masyarakat sekitar dan menciptakan inflasi yang tinggi. Belum lagi, ibu kota yang baru dapat memunculkan masalah urbanisasi.

Terakhir, dari sisi fiskal. Anggap saja perpindahan ibu kota akan dianggarkan tahun 2020. Akibatnya, akan terjadi pembengkakan pengeluaran. “Jangan sampai membangun ibu kota baru dari utang,” kata Bhima.

Bhima berjanji akan mengkritisi jika perpindahan ibu kota malah mengerek utang negara. Apalagi, sambungnya, pemerintah gemar menawarkan bunga tinggi pada pemberi pinjaman. “Kita bayar utang dengan bunga yang mahal, tertinggi di Asia Pasifik, di atas 7% sampai 8%. Maka ini akan bisa membuat ruang fiskal semakin sempit. Dan di situ saya tidak merekomendasikan kita buru-buru melakukan pemindahan ibu kota,” ujarnya.



Berita Terkait