Ironi Saham Bir Anies Baswedan | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Foto: Dok.Instagram Anies Baswedan

Ironi Saham Bir Anies Baswedan

Ceknricek.com -- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta baru saja memusnahkan 18.174 botol minuman keras ilegal di Lapangan Monas, Jakarta Pusat, Senin (27/5). Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memimpin langsung pemusnahan miras hasil razia sejak bulan Januari hingga Mei lalu itu. Pemusnahan miras ini merupakan hal yang ironis bagi Pemprov DKI Jakarta.

"Satu sisi kami memusnahkan minuman keras, di satu sisi kami memiliki saham minuman keras," tuturnya. Anies menjawab “belum bergerak” ketika ditanya perkembangan penjualan saham produsen bir merek Anker, PT Delta Djakarta Tbk.

Anies Baswedan. Sumber: Dok.Instagram Anies Baswedan

Anies berhasrat menjual saham tersebut dengan alasan PT Delta tidak menjalankan fungsi dari BUMD yang seharusnya menjadi kepanjangan tangan pemerintah untuk melakukan pembangunan. Ia juga menyoroti adanya konflik kepentingan saat Pemprov DKI memiliki saham di sana.

Anies Baswedan. Sumber: Dok.Instagram Anies Baswedan

Anies mengaku sudah membuka obrolan dengan pihak DPRD, namun dia enggan menceritakan obrolan itu lebih mendalam kepada awak media. "Sudah diobrolin. Sudah, nantilah enggak usah diceritain prosesnya," tandasnya.

Ultimatum

Langkah Anies Baswedan menjual saham milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI di perusahaan produsen bir ternyata tak semudah ketika mengucapkan janjinya di saat Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI waktu lalu. Halangan penjualan datang dari kalangan legislatif. Hingga ini, DPRD DKI belum jua menyetujui penjualan saham milik Pemprov DKI di PT Delta Djakarta Tbk.

Surat permohonan persetujuan penjualan saham PT. Delta Djarta, Tbk. Sumber: Istimewa

Belum menetasnya persetujuan itu lantaran adanya penolakan dari unsur DPRD DKI Jakarta, khususnya oleh Prasetyo Edi Marsudi, Ketua DPRD DKI Jakarta. Politikus PDI Perjuangan itu beranggapan, keputusan Anies untuk menjual saham bir milik Pemprov DKI bukanlah langkah tepat. Pasalnya, PT Delta tidak pernah merugikan, bahkan memberikan keuntungan kepada Pemprov DKI. “Saya tetap berprinsip, enggak ada yang merugikan untuk pemerintah daerah. Apalagi, dikatakan setahun dapat (dividen) Rp50 miliar,” katanya.

Prasetyo Edi. Sumber: Ashar/Ceknricek.com

Kendati belum mendapat lampu hijau, Pemprov DKI tak pasrah dan berdiam diri belaka. Mereka terus melakukan berbagai upaya agar DPRD DKI membahas, lalu menyetujui penjualan saham bir tersebut. “Kami masih terus melakukan pendekatan kepada dewan untuk mencari informasi kapan kita diagendakan untuk membahas ini,” kata Riyadi, Plt. Kepala BP BUMD seperti dikutip Sindo Weekly.

Sumber: Detik

Pendekatan itu merupakan upaya lanjutan dari Pemprov DKI. Sebelumnya, Pemprov DKI sudah dua kali mengirimkan surat kepada dewan DKI agar DPRD melakukan pembahasan dan persetujuan terhadap penjualan saham bir. Surat pertama dikirimkan pada 16 Mei 2018, lalu surat berikutnya dilayangkan pada 31 Januari 2019.

Tak cuma itu, Anies juga sempat “mengultimatum” DPRD DKI jika tak jua melakukan pembahasan dan persetujuan penjualan saham bir. Mantan Menteri Pendidikan itu menyatakan bakal melaporkan penolakan dewan tersebut kepada rakyat Jakarta. “Kami laporkan kepada rakyat Jakarta bahwa wakil-wakil kita ingin tetap memiliki saham bir, biar nanti warganya juga yang ikut menyampaikan aspirasi,” tandasnya, suatu ketika.

Jika persetujuan dari DPRD keluar, penjualan saham bir tersebut bisa secepatnya dieksekusi. Soalnya, Pemprov DKI sudah melakukan kajian awal yang merekomendasikan penjualan saham tersebut.

Unsur Pembangunan

Gubernur Anies memang bersungguh-sungguh untuk menjual saham milik Pemprov DKI di PT Delta Djakarta. Selain untuk merealisasikan janji kampanye saat Pilgub DKI dulu, berdasarkan pertimbangan pembangunan dan keuangan, tidak ada alasan yang kuat untuk terus menikmati “tegukan” dari perusahaan bir.

Dari sisi pembangunan, kepemilikan saham di perusahaan bir diangggap tidak memiliki unsur pembangunannya. Ini berbeda dengan kepemilikan saham di Bank DKI atau Pasar Jaya yang memang memiliki unsur atau manfaat untuk pembangunan Jakarta. “Kalau enggak ada unsur pembangunan, jangan (di) badan usaha milik daerah (BUMD). Silakan kalau swasta. Kalau membuat perusahaan, harus ada unsur pembangunan,” tegas Anies.

Aneis Baswedan. Sumber: Jakpost.net

Dari sisi keuangan, Anies mengatakan, Pemprov DKI selama ini hanya mendapatkan keuntungan yang tak pernah bertambah sejak memiliki saham tersebut. Rata-rata sebesar Rp38 miliar per tahun. Jumlah itu kalau dibandingkan dengan APBD DKI yang mencapai Rp83,26 triliun menjadi tak seberapa. Begitu pula dibanding realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) 2018 yang tembus Rp61,2 triliun.

Sementara itu, kalau saham tersebut dilepas, dana penjualannya bisa digunakan untuk pembangunan Jakarta. Diperkirakan, dana segar yang diperoleh Pemprov DKI dari penjualan saham di perusahaan bir mencapai Rp1,5 triliun. Angka itu berasal dari jumlah saham sebanyak 210,2 juta lembar dikali harga saham yang pada Senin (27/5) menyentuh Rp7.000 per lembar. Jika harga pembelian itu lebih tinggi, lebih banyak lagi dana yang akan diterima Pemprov DKI.

Anies Baswedan. Sumber: Nusantara.news.

Dana sebanyak itu bisa digunakan untuk membangun sebanyak 100, bahkan bisa mencapai 240 sekolah. Dana itu juga bisa dimanfaatkan untuk pelayanan air bersih kepada masyarakat. “Kalau dibuat saluran air minum, bisa dapat 100 ribu saluran baru. Bila kita membiayai air minum, bisa sampai 1 juta,” kata Anies.

Penjualan saham merupakan cara cepat untuk mendapatkan dana dan mengakselerasi pembangunan DKI Jakarta. Jika harus mengumpulkan dana dari dividen yang diterima, Pemprov DKI membutuhkan waktu puluhan tahun. “Jika kita menunggu dari dividen, untuk sampai angka Rp1,5 triliun itu perlu waktu sampai 40 tahun lebih,” katanya.

Konflik Kepentingan

Bagi Pemprov DKI, kehilangan sumber pendapatan sebesar Rp40 miliar tentu tak akan mengganggu pembangunan wilayah itu. Pasalnya, DKI memiliki banyak sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terbilang besar. Salah satunya berasal dari pos perpajakan, seperti PBB, pajak kendaraan bermotor, pajak restoran, pajak reklame, dan lain-lain.

Tahun lalu, pendapatan perpajakan daerah DKI tak kurang dari Rp36,1 triliun atau sekitar 94,8% dibanding target yang ditetapkan dalam APBD-Perubahan 2018 sebesar Rp38,1 triliun. Tahun ini, Pemprov DKI menargetkan pendapatan perpajakan sebesar Rp44,18 triliun.

Dividen yang diterima dari kepemilikan saham bir juga tak seberapa jika dibandingkan dengan setoran sejumlah BUMD DKI lainnya. Bank DKI, misalnya, yang pada 2017 menyetorkan dividen sebesar Rp193 miliar. Tahun lalu, Bank DKI ditargetkan menyetor dividen kepada Pemprov DKI sebesar Rp213 miliar.

Kehilangan dividen sebesar Rp40 miliar sebelumnya juga pernah dialami Pemprov DKI Jakarta ketika menutup tempat hiburan malam Alexis. Pajak yang dibayarkan Alexis sekitar Rp36 miliar per tahun. Ketika Alexis ditutup sehingga pajaknya hilang, Anies mengklaim, hal itu tak berdampak pada daerah yang dipimpinnya.

Jika kepemilikan saham di perusahaan bir bisa dilepas, Pemprov DKI bisa dengan leluasa mengatur peredaran minuman beralkohol di wilayahnya. Jika masih memiliki saham bir, akan ada konflik kepentingan. “Tugas pemerintah adalah membuat regulasi dan menjadi wasit. Jadi, tidak perlu ikut bermain di dalam peredaran maupun penjualan minuman keras,” ujar Triwisaksana, Wakil Ketua DPRD DKI dari fraksi PKS.

Penjualan saham bir memang memantik berbagai spekulasi. Ada yang menyatakan, penjualan saham itu hanya sebatas urusan halal-haram. Ada juga yang berpandangan bahwa pembeli saham tersebut terkait pihak-pihak berkuasa yang ada di Pemprov DKI. Ada pula spekulasi yang semakin memperketat peredaran miras di Jakarta.

Berbagai spekulasi itu muncul lantaran Jakarta merupakan pasar yang legit bagi industri minuman keras. Nilai perdagangan miras di Jakarta diperkirakan bisa mencapai triliunan rupiah per tahun. Dulu, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada 2015 pernah “khilaf” dengan mencantumkan pemasukan dari pajak minuman keras sebesar Rp1,3 triliun per tahun. Pencantuman dalam rancangan peraturan gubernur itu kemudian disentil oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Lantaran masih menunggu undangan pembahasan dengan dewan, Pemprov DKI belum bisa membeberkan kajian lebih jauh pasca-penjualan saham bir tersebut. Namun yang pasti, Pemprov DKI Jakarta akan melakukan kajian dari berbagai sisi, baik sosial, hukum, maupun ekonomi.

Kinerja PT Delta

Menariknya, ketika penjualan saham bir masih jauh panggang dari api, harga saham PT Delta Djakarta (DLTA) terus merambat naik. Sejak awal tahun hingga penutupan perdagangan Senin kemarin, harga saham DLTA terus naik.

Pada 2 Januari 2019, harga saham DLTA masih berada di level Rp5.500. Nah, pada penutupan perdagangan Kamis, 28 Maret, harganya sudah menclok di angka Rp7.175. Sedangkan Senin lalu (27/5) harganya turun menjadi Rp7.000.

PT Delta Djakarta Tbk. Sumber: Bisnis.com

Harga saham Delta naik boleh jadi karena dalam isu penjualan saham tersebut, tersiar kabar adanya pembeli strategis yang dianggap akan memborong harga saham DLTA lebih mahal dari harga pasar. Adanya spekulasi itulah yang membuat harga saham DLTA menjadi naik sangat signifikan.

Dari sisi kinerja, hingga triwulan ketiga 2018, DLTA mencatatkan kinerja yang positif. DLTA membukukan penjualan bersih sebesar Rp627,7 miliar atau naik 15% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yakni Rp545,7 miliar. Sementara, laba bersihnya pada kuartal III 2018 naik sebesar 25% dibanding kuartal III 2017. Kalau berpatokan pada pencapaian itu, seharusnya harga saham DLTA naik sebesar itu juga ke level Rp6.875.

Nah, pergerakan harga DLTA ke depan bakal dipengaruhi oleh kepastian harga yang dilayangkan oleh si pembeli. Jika harganya ternyata lebih rendah, tentu harga DLTA akan turun. Para investor yang telah membeli di harga tinggi akan langsung melepas sahamnya.

Kinerja PT Delta. Sumber: idnfinancials.com

Lantas, siapakah pembeli strategis itu? Nama San Miguel paling santer menyeruak sebagai pembeli saham milik Pemprov DKI. San Miguel adalah pemegang saham mayoritas DLTA dengan jumlah sebanyak 467,06 juta lembar atau 58,33%. Sebanyak 26,25% saham dimiliki Pemprov DKI dan sisanya yang sebesar 18% dimiliki oleh publik.

Kini, publik tengah menanti, apakah rencana Anies melepaskan diri dari “jeratan alkohol” seperti janjinya dulu saat kampanye Pilgub DKI, bakal terealisasi atau malah terhalangi?



Berita Terkait