Ceknricek.com -- Seandainya Raja Penyair Pujangga Baru Tengku Amir Hamzah (Allah yarhamu) sekarang ini masih hidup (dan bermukim di Negara Bagian Victoria/Melbourne, Australia) dan masih dirundung nestapa maha berat (sebagaimana diungkapkannya dengan sangat indah, mengharukan dan mengesankan dalam syairnya Buah Rinu II), mungkinkah imbauannya kepada maut itu akan terkabulkan?
Wallahua’lam.
Yang pasti, sejak 19 Juni yang lalu di Negara Bagian Victoria (yang ibu kotanya adalah Melbourne) bukan saja telah mulai berlaku Akta (Undang-Undang) Kematian Dengan Sukarela dan Dengan Bantuan (Voluntary Assisted Dying Act juga dikenal dengan sebutan Euthanasia dalam bahasa Inggris) melainkan telah ada yang “memanfaatkannya”.
Foto: Istimewa
Nyonya Kerry Robertson, 61 tahun, dari kota Bendigo, sekitar 2 jam dari Melbourne dengan mobil, adalah penduduk Victoria pertama yang memperoleh izin berdasarkan akta yang disebutkan tadi, dan kemudian menggunakan izin tersebut.
Sebagaimana luas dilaporkan media di Australia, kedua orang putri Kerry Robertson mengatakan ibu mereka telah diberi “keberdayaan untuk menjangkau maut” sebagaimana yang didambakannya.
Sumber: Inews
Kedua yatim itu melukiskan kematian ibunda mereka sebagai “sempurna”, karena mendiang telah meninggalkan dunia yang fana ini dengan keberanian dan keanggunan, karena menyadari betapa dirinya begitu dikasihi oleh sanak keluarganya.
“Kami,” kata kedua putrinya itu,”berada di sisinya, sementara sayup-sayup terdengar lantunan suara penyanyi Inggris David Bowie.”
Mereka juga mengatakan bahwa sang ibu sangat beruntung karena dapat merencanakan hari (kematiannya) itu.
Dikatakan selanjutnya, mendiang ibu mereka telah mampu merencanakan secara rinci, segala sesuatu menjelang ajalnya, seperti wewangian apa yang harus tercium di kamar tempatnya menunggu ajal itu, dan santapan terakhirnya (pizza tanpa ikan asin tapi pakai asinan buah zaitun).
Mendiang juga tidak ingin dikerubungi banyak orang, karenanya sanak keluarga dan handai taulan yang tidak begitu dekat diminta hanya menuliskan ucapan “selamat jalan” yang kemudian dibacakan kepada sang ibu.
Mendiang didiagnosa menderita sakit kanker payudara dalam tahun 2010. Lama kelamaan kanker menggerayangi tulang, paru-paru dan otaknya.
Bulan Maret lalu, mendiang memutuskan untuk tidak lagi menjalani perawatan, sementara akta ini kala itu masih belum masuk dalam Lembaran Negara Bagian Victoria, meski telah disetujui oleh DPRD Victoria sejak tahun 2017.
Sumber: Istimewa
“Diperlukan waktu 26 hari untuk menyelesaikan segala formalitas sebelum izin untuk mati (bunuh diri?) dengan bantuan pihak lain dikeluarkan,” kata kedua putrinya.
Mereka mendukung hasrat sang ibu karena menyadari bahwa kanker yang bersarang dalam tubuhnya sudah sangat ganas dan bagaimana pun nampaknya memang ajal akan segera menjemput.
Proses “mati dengan bantuan pihak lain” itu, kata salah seorang putrinya, penuh kasih sayang, terhormat dan merupakan pilihan yang logis menjelang akhir kehidupan seseorang.
Baca Juga: Waktu Kita yang Singkat, Renungan Buat Semua
Begitulah pada hari H itu, “obat” yang harus ditelan Kerry Robertson, disiapkan pada hari itu dan diantarkan secara langsung oleh apoteker.
Dalam permohonan tertulisnya agar diberi izin untuk mengakhiri hayatnya dengan bantuan pihak lain, Kerry Robertson mengaku bahwa ia sudah tidak lagi menikmati hidup ini.
Salah seorang putrinya mengatakan, mendiang sama sekali tidak punya keraguan apa pun tentang tekadnya ini.
“Jelas kami ingin agar mendiang bisa lebih lama bersama kami, namun kami sadar penderitaannya sudah melampaui batas,” kata kedua putrinya.
Dikatakan mendiang sama sekali tidak gentar menghadapi maut.
Sumber: Istimewa
Mendiang diberi dua jenis obat (maut) yang harus dicampurnya dan kemudian diminumnya. Awalnya ia merasa mengantuk sebelum mengembuskan nafas terakhirnya.
Menteri Kesehatan Pemerintah Daerah Victoria, seorang perempuan bernama Jenny Mikakos, menghormati keberanian mendiang, dan menegaskan bahwa dimanfaatkannya Akta Kematian Dengan Sukarela dan Dengan Bantuan itu adalah ”suatu saat yang bersejarah.”
Dikatakan, akta tersebut diberlakukan agar penduduk Negara Bagian Victoria yang menderita penyakit yang sudah tidak lagi mungkin disembuhkan dan sangat menimbulkan penderitaan diberi pilihan untuk mengakhiri hidup mereka.
Pengawasan terhadap pelaksanaan dan pemanfaatan akta ini sangat ketat.
Diperkirakan hanya sejumlah terbatas penderita penyakit berat yang akan memanfaatkan akta ini dalam tahun pertama diberlakukannya, mungkin hanya sekitar 12 orang.
Ketentuan yang mengatur akta ini memang sangat ketat dan yang berhasrat memanfaatkannya harus memenuhi sejumlah persyaratan atau tolok ukur.
Termasuk harus sudah menderita penyakit yang menurut diagnosa dokter tidak akan dapat hidup lebih lama dari 6 bulan,atau dalam kasus penyakit-penyakit tertentu tidak lebih dari 12 bulan.
Pertama-tama seseorang pasien harus mengawali pembicaraannya dengan dokternya, kemudian mendatangi dokter kedua yang berspesialisasi dalam penyakit yang dideritanya dan mengajukan tiga permintaan.
Ketentuan lain: harus berusia di atas 18 tahun, sudah menetap di Negara Bagian Victoria selama sedikitnya satu tahun, adalah warganegara Australia atau penduduk tetap (warganegara asing yang punya izin tinggal permanen di Australia).
Kalangan gereja di Victoria menentang Akta ini karena berlawanan dengan ajaran agama mereka.
Sejauh ini sudah sekitar 250 orang dokter yang mengikuti penataran tentang cara-cara mengolah pasien yang ingin mengakhiri hidupnya.
Seorang pasien harus mengajukan permohonan sebanyak 3 kali.
Foto: Istimewa
Menteri Besar Pemerintah Daerah Victoria Daniel Andrews sebenarnya menentang Akta ini pada awalnya, namun sesudah ia menyaksikan betapa penderitaan ayahnya karena kanker, ia akhirnya menyetujuinya.
Begini caranya Tengku Amir Hamzah “mengundang” maut:
Datanglah engkau wahai maut
Lepaskan aku dari nestapa
Engkau lagi tempatku berpaut
Di waktu ini gelap gulita.
Wallahwa’alam.
* Nuim Khaiyath, Wartawan senior tinggal di Melbourne
BACA JUGA: Cek HEADLINE Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini