Jalur Lambat Mobil Listrik | Cek&Ricek wardah-colorink-your-day
Sumber: DW

Jalur Lambat Mobil Listrik

Ceknricek.com -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akhirnya menandatangani draf Peraturan Presiden (Perpres) tentang Mobil Listrik. Menurut Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Suahasil Nazara, tidak ada masalah dalam pembahasan perpres tersebut. Kini, perpres tersebut juga sudah disampaikan kepada Sekretariat Negara.

Perpres tersebut antara lain terkait insentif fiskal dan pajak yang bisa diambil oleh sektor mobil listrik. Melalui aturan tersebut, pelaku usaha mobil listrik bisa mendapatkan beberapa insentif seperti tax holiday dan tax allowance. "Kalau dia termasuk bea masuk yang dibebaskan bisa dimanfaatkan. Semua [insentif] yang lain bisa dimanfaatkan," ujar Suahasil, Senin (22/7).

Sumber: Pontas

Selain itu, insentif super deductible tax sebagaimana yang baru saja diberlakukan melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 45/2019 terkait vokasi dan riset juga bisa diberikan kepada industri mobil listrik. Sayangnya, belum ada bocoran seperti apa isi detail perpres tersebut.

Banyak pihak, mulai dari produsen, konsumen, hingga perusahaan yang bergerak di bidang pengembangan infrastruktur, menanti perpres ini. Setidaknya hal itu tergambar dalam gelaran world class auto show series, Gaikindo Indonesia  International Auto Show (GIIAS) 2019 di Indonesia Convention Exhibition (ICE), BSD City, Serpong, Tangerang. Di sana sejumlah mobil listrik dipamerkan. Pameran ini digelar dari 18-28 Juli 2019.

Dari pameran itu ada tanda-tanda bahwa saat ini Indonesia sedang masuk dalam masa transisi ke mobil listrik. Hal ini ditandai dengan banyaknya pabrikan mobil yang memperkenalkan produk hybrid atau mobil elektrikfikasinya di GIIAS. Mulai dari Mistubishi, Toyota, Mercedes Benz dan lainnya. Bahkan mobil komersil pun menampilkan kendaraan hybrid, yaitu Hino Dutro Hybrid.

Sumber: Liputan6

Persoalannya, pemerintah tampaknya belum siap menghadapi era baru ini. Perpres mobil listrik sudah dibahas lama. Dan hingga kini baru sampai kementerian keuangan. Inilah yang membuat pergerakan pasar kendaraan elektrik di Indonesia cenderung stagnan. Padahal, untuk masuk dalam industri kendaraan listrik, banyak hal yang harus diselesaikan. Mulai dari regulasi tentang mobil listrik serta infrastruktur yang harus segera disiapkan. Lebih jauh lagi yang terpenting adalah edukasi kepada masyarakat. Sebab dunia kendaraan listrik berbeda dengan bahan bakar.

Subsidi

Wapres Jusuf Kalla, saat membuka GIIAS 18 Juli lalu menyebut, bahwa pengesahan terkait aturan tersebut sudah mencapai tahap akhir. Meski tak menyebut kepastian tanggal, namun dirinya yakin, pekerjaannya akan usai sebelum tahun ini. “Mengenai kapannya, tunggu saja. Kami usahakan secepatnya,” ungkapnya.

Subsidi, menjadi hal yang paling diperlukan untuk mendorong pertumbuhan penggunaan mobil listrik, atau setidaknya insentif. Pasalnya, saat ini harga baterai untuk kendaraan listrik berada di kisaran US$200/Kwh, menurut Direktur Penelitian konsultan Wood Mackenzie, Sushant Gupta.

Sementara satu mobil listrik ukuran sedang (mobil penumpang biasa) rata-rata menggunakan kapasitas baterai 60 Kwh untuk menempuh jarak 250-300 mil. Dengan demikian, rata-rata harga baterai untuk satu mobil listrik mencapai US$12.000 atau setara dengan Rp168 juta (asumsi kurs Rp 14.000/US$). Dalam kondisi tersebut, harga mobil listrik akan lebih mahal sekitar 30-35% dibanding mobil konvensional apabila tidak disubsidi

Pada saat ini, mobil ramah lingkungan memang membutuhkan subsidi dari pemerintah. Insentif yang diberikan menjadi penting untuk meningkatkan daya beli konsumen. Menurut Chaikal Nuryakin, peneliti dari Institute for Economic and Social Research Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI, subsidi sangat penting untuk mereduksi jarak harga antara mobil listrik dan mobil konvensional.

Sumber: Kumparan

Hasil survei para peneliti dari Universitas Indonesia, subsidi yang diberikan minimal Rp44 juta untuk satu mobil ramah lingkungan. Nilai subsidi itu berlaku untuk mobil ramah lingkungan yang diproduksi di dalam negeri. "Ini harganya harus sekitar Rp221 juta (setelah subsidi). Dengan harga itu ya harus ada insentif dari pemerintah sekitar Rp44 juta," kata Chaikal dalam acara seminar otomotif mobil listrik Indonesia-Jepang di kantor Kementerian Perindustrian, awal tahun ini.

Selain insentif yang diterima konsumen, pemilik kendaraan ramah lingkungan harus menerima keuntungan lain, di antaranya kebebasan pengguna mobil listrik melalui jalur khusus TransJakarta dan bebas aturan ganjil-genap pelat nomor kendaraan.

Di satu sisi ia mengapresiasi PLN yang akan memberi potongan harga tarif listrik di malam hari untuk pemilik mobil listrik. "Makanya supaya bisa kita harus dapat insentif selain pajak," ujarnya.

Berkaca pada negara-negara Eropa, pengguna mobil listrik mendapat insentif yang cukup besar dari pemerintah. Contoh paling menonjol Norwegia. Pembeli mobil listrik di sana tidak perlu membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Di Indonesia, PPN dipatok 10%. Kalau ditiadakan akan sangat besar dampaknya pada harga jual mobil. Selain itu pemilik mobil listrik di Norwegia bebas pajak registrasi. Di Indonesia, pajak registrasi mobil kelas menengah berada di kisaran 1 juta-an per tahun. Di China juga ada banyak insentif bagi pengguna mobil listrik, dan sebaliknya disinsentif untuk mobil nonlistrik.

Selain mobilnya, hal penting lain yang juga diperlukan untuk mendorong penggunaan mobil listrik adalah infrastruktur pendukung, seperti pos pengisian energi. Sudah bukan rahasia lagi bahwa saat ini tempat pengisian daya listrik umum tidak banyak tersebar di Indonesia. Bahkan di Ibu Kota Jakarta saja masih sangat minim.

Memang, sudah ada beberapa Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang telah memiliki fasilitas pengisian daya listrik. Namun jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Kondisi tersebut sangat berbeda dengan di Eropa. Berdasarkan data dari European Alternative Fuel Observatory, setidaknya ada 150.000 titik pengisian daya listrik yang tersebar di seluruh daratan Eropa.

Sumber: Kompas

Belanda tercatat sebagai pemilik titik pengisian terbanyak, yaitu sebesar 37.000 unit, disusul Jerman dengan jumlah 26.200 unit. Adapun Perancis dan Inggris memiliki titik pengisian masing-masing sebanyak 24.700 unit dan 18.200 unit.

Indonesia tampaknya harus tancap gas untuk mengejar ketertinggalan ini. Mobil ramah lingkungan adalah tuntutan.



Berita Terkait