Ceknricek.com -- Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan kesiapannya dalam melaksanaan sidang perselisihan hasil Pemilu Presiden (Pilpres) 2019.
Menurut Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono Soeroso, MK sudah mempersiapkan berbagai hal demi kelancaran persidangan perdana, Jumat (14/6). Menurut Fajar, sidang digelar mulai pukul 09.00 WIB dengan agenda pemeriksaan pendahuluan.
“Sesuai Peraturan MK, maka pemeriksaan pendahuluan adalah memeriksa kelengkapan dan kejelasan permohonan Pemohon. Artinya, pemohon diberikan kesempatan untuk menyampaikan pokok-pokok permohonan di depan pihak termohon, terkait dan pihak lainnya,” ujar Fajar, kepada para wartawan di MK Jakarta, Kamis (13/6).
Sidang sengketa pemilihan presiden dan wakil presiden tersebut akan disidangkan oleh 9 Hakim Konstitusi.
Berikut rekam jejak 9 hakim yang akan menangani perkara sengketa Pilpres 2019, dilansir dari laman resmi MK :
1. Anwar Usman (Ketua Mahkamah Konstitusi)
Anwar Usman merupakan hakim konsitusi dari usulan Mahkamah Agung (MA). Dua periode masa jabatan di MK telah dijalaninya. Pertama, pada 6 April 2011- 6 April 2016. Kedua, periode 6 April 2016-6April 2021.

Anwar Usman. Sumber: Liputan6
Pria kelahiran Bima, 31 Desember 1956 itu mengawali karier sebagai seorang guru honorer pada 1975. Meskipun demikian itu tidak membatasi langkah Anwar Usman menjadi seorang Hakim Konstitusi seperti sekarang.
Selama menjadi guru, Anwar pun melanjutkan pendidikannya ke jenjang S1. Ia pun memilih Fakultas Hukum Universitas Islam Jakarta dan lulus pada 1984.
Selama menjadi mahasiswa, Anwar aktif dalam kegiatan teater di bawah asuhan Ismail Soebarjo. Ia sempat diajak beradu akting dalam sebuah film yang dibintangi oleh Nungki Kusumastuti, Frans Tumbuan dan Rini S. Bono besutan sutradara ternama Ismail Soebarjo pada 1980.
Sukses meraih gelar sarjana hukum, Anwar mencoba ikut tes menjadi calon hakim. Ia dinyatakan lulus dan diangkat menjadi Calon Hakim Pengadilan Negeri Bogor pada 1985.
Di Mahkamah Agung, jabatan yang pernah didudukinya antara lain, Asisten Hakim Agung 1997-2003, yang berlanjut dengan pengangkatannya menjadi Kepala Biro Kepegawaian Mahkamah Agung 2003-2006.
Lalu pada 2005, dirinya diangkat menjadi Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta dengan tetap dipekerjakan sebagai Kepala Biro Kepegawaian MA.
Selain dari keilmuan yang didalami, ia pun sudah lama mengenal Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva yang sama-sama berasal dari Bima, Nusa Tenggara Barat.
Menurut Anwar, semenjak Mahkamah Konstitusi berdiri, ia selalu mengikuti perkembangan lembaga yang dipimpin oleh Moh. Mahfud MD tersebut sehingga tidak sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan di MK.
2. Aswanto
Sudah dua periode Aswanto menjadi Hakim Konstitusi. Pertama, 21 Maret 2014-21 Maret 2019. Kedua, 21 Maret 2019-21 Maret 2024.

Aswanto. Sumber: Media Indonesia
Aswanto merupakan hakim konstitusi yang diusulkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Jauh sebelumnya, Guru besar Ilmu Pidana Universitas Hasanuddin ini sudah sering bersentuhan dengan MK.
Ia kerap diminta menjadi pembicara dalam kegiatan MK. Salah satunya menjadi narasumber dalam pendidikan dan pelatihan perselisihan hasil pemilihan umum untuk partai politik peserta Pemilu yang diselenggarakan di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Cisarua, Bogor.
Aswanto juga dipercaya MK menjadi satu dari tiga anggota panitia seleksi Dewan Etik MK. Bersama Laica Marzuki dan Slamet Effendi Yusuf, Aswanto ikut memilih tiga nama anggota Dewan Etik MK yang kini telah resmi bertugas.
Selain itu, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin sebagai perguruan tinggi yang dipimpinnya juga bekerjasama dengan MK untuk sejumlah kegiatan, salah satunya persidangan jarak jauh dengan menggunakan video conference.
Pengabdiannya menjadi dosen S1 sampai S3 di Universitas Hasanuddin dan sejumlah kegiatan lain di luar kampus membuat pria asal Palopo Sulawesi Selatan ini sarat dengan berbagai kesibukan.
Ketika Mantan Ketua MK Akil Mochtar diciduk oleh Komisi Pemberantasan Korupsi untuk kasus suap sejumlah sengketa Pemilukada, Aswanto dan rekan-rekannya berpikir hakim pengganti Akil harus yang memiliki integritas.
Latar belakang pendidikan Aswanto yang merupakan ahli hukum pidana pun sempat dipertanyakan. Pasalnya, hakim konstitusi erat kaitannya dengan hukum tata negara dan hukum administrasi negara.
Selepas meraih gelar sarjana hukum pidana di Universitas Hasanuddin, ia melanjutkan pogram pascasarjana Ilmu Ketahanan Nasional, Universitas Gadjah Mada. Gelar doktor diraihnya di Fakultas Ilmu Hukum, Universitas Airlangga. Disertasi yang ditulisnya terkait dengan hak asasi manusia.
3. Arief Hidayat
Ini sudah memasuki periode kedua dari Arief Hidayat menjadi Hakim Konstitusi. Pertama 1 April 2013-1 April 2018, dan kedua 27 Maret 2018-27 Maret 2023.
Arief Hidayat merupakan perwakilan hakim konstitusi dari lembaga pengusul Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Arief Hidayat. Sumber: Antara
Ia pernah menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi (14 Januari 2015-14 Juli 2017), dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (1 November 2013-12 Januari 2015).
Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Diponegoro itu mengisahkan tak pernah sekalipun terlintas dalam pikirannya duduk dalam posisinya sekarang sebagai seorang hakim konstitusi.
Sedari kecil, ia hanya memiliki satu cita-cita, menjadi seorang pengajar. Saat ditanya alasannya mendalami ilmu hukum, Arief mengungkapkan sejak SMU, kecenderungan dalam dirinya tertarik pada pelajaran ilmu pengetahuan sosial.
Arief mengisahkan, lima tahun lalu mantan Ketua MK, Jimly Asshiddiqie, pernah mendorongnya untuk maju sebagai hakim konstitusi. Namun, karena saat itu dia masih memegang jabatan sebagai dekan, dorongan itu tak bisa dipenuhinya.
Setelah selesai menjabat dekan, ia memberanikan diri mendaftar sebagai hakim MK melalui jalur DPR. Keberanian ini diperolehnya berkat dukungan dari berbagai pihak, terutama para guru besar Ilmu Hukum Tata Negara, seperti Guru Besar HTN Universitas Andalas Saldi Isra.
Saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di Komisi III DPR, Arief mengusung makalah bertajuk "Prinsip Ultra Petita dalam Putusan MK terkait Pengujian UU terhadap UUD 1945".
Dinilai konsisten dengan paparan yang telah disampaikan dalam proses fit and proper test tersebut, ia terpilih menjadi hakim konstitusi, dengan mendapat dukungan 42 suara dari 48 anggota Komisi III DPR, mengalahkan dua pesaingnya yakni Sugianto (5 suara) dan Djafar Al Bram (1 suara).
4. Wahiduddin Adams
Kini merupakan periode kedua Wahiduddin Adams menjadi Hakim Konstitusi. Pertama, 21 Maret 2014-21 Maret 2019 dan kedua
21 Maret 2019-21 Maret 2024.

Wahiduddin Adam. Sumber: Kumparan
Ia merupakan dari pengiriman DPR. Wahiduddin mengenyam ilmu Peradilan Islam, Fakultas Syariah di Institut Agama Islam Negeri Jakarta. Kemudian melanjutkan sekolahnya sampai meraih gelar doktor di universitas yang sama.
Wahid memparipurnakan pendidikannya dengan mengambil program S1 di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah demi meraih gelar SH (Sarjana Hukum) tahun 2005 setelah ia meraih gelar doktor.
Beralih dari seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) menjadi seorang penjaga konstitusi tentu bukan perkara mudah. Banyak hal yang mesti Wahid sesuaikan, termasuk sikapnya sebagai seorang hakim.
Wahid kini, tidak lagi dapat tunduk pada sistem birokrasi. Ia mesti independen dalam bersikap dan berpikir lantaran tugasnya yang bersifat memutus.
Ia sempat aktif sebagai Ketua Dewan Perwakilan Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) selama tiga tahun.
Ia juga sempat menjadi anggota Dewan Penasihat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Ketua Bidang Wakaf dan Pertanahan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Wakil Sekretaris Dewan Pengawas Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), dan sejumlah organisasi lainnya.
5. I Dewa Gede Palguna
Ini adalah periode kedua I Dewa Gede Palguna menjadi Hakim Konstitusi.
Pada periode 16 Agustus 2003-15 Januari 2008, ia menjadi hakim konstitusi dari jalur pemilihan di DPR RI. Sedangkan pada periode kedua, 7 Januari 2015-7 Januari 2020, dilantik menjadi hakim konstitusi dari pemilihan oleh presiden.

Dewa Palguna. Sumber: Balisaja
Komitmen Palguna untuk ikut menjaga maruah MK pasca kasus Akil Mochtar tegas. Kendati kepercayaan masyarakat relatif sudah kembali, ia menekankan hantaman dan cobaan pasti akan selalu ada. Dua hal yang mesti dipegang teguh oleh MK agar terus dipercaya. Pertama, putusannya yang memang mencerminkan kesungguhan. Kedua, dari sikap dan perilaku hakimnya.
Walaupun begitu, Palguna kerap melihat sisi positif dari peristiwa Akil Mochtar, Oktober 2013 silam. Ia mengatakan peristiwa tersebut merupakan bentuk teguran Tuhan. Dengan demikian, segala hujatan yang diterima MK saat itu harus menjadi bahan introspeksi, pun bagi Palguna. Walaupun saat itu jabatannya bukan hakim konstitusi, ia merasakan kepedihan yang sama dengan pegawai dan hakim MK.
Secara pribadi, Palguna tetap berkomitmen dalam penegakan demokrasi dan prinsip rule of law. Melalui MK, ia meneguhkan tekadnya untuk memperkokoh komitmennya dan memenuhi harapan masyarakat akan tegaknya prinsip rule of law dan kehidupan yang demokratis di Indonesia.
6. Suhartoyo
Berasal dari Mahkamah Agung, Suhartoyo memulai pengabdiannya menjadi Hakim Konstitusi pada 7 Januari 2015-7 Januari 2020. Ia menjadi hakim konstitusi menggantikan Ahmad Fadlil Sumadi yang habis masa jabatannya sejak 7 Januari 2015 lalu. Hakim kelahiran Sleman ini mengucap sumpah di hadapan Presiden, 17 Januari 2015.

Suhartoyo. Sumber: kompasiana
Berasal dari keluarga sederhana, tidak pernah terlintas dalam pikiran Suhartoyo menjadi seorang penegak hukum. Minatnya ketika Sekolah Menengah Umum justru pada ilmu sosial politik. Ia berharap dapat bekerja di Kementerian Luar Negeri.
Namun, kegagalannya menjadi mahasiswa ilmu sosial politik memberi berkah tersendiri karena ia akhirnya memilih mendaftarkan diri menjadi Mahasiswa Ilmu Hukum.
Seiring waktu ia semakin tertarik mendalami ilmu hukum untuk menjadi seorang jaksa, bukan menjadi seorang hakim. Namun, karena teman belajar kelompok di kampus mengajaknya untuk ikut mendaftar dalam ujian menjadi hakim, ia pun ikut serta. Takdir pun memilihkan jalan baginya. Ia menjadi hakim, terpilih di antara teman-temannya.
Ia pertama kali bertugas sebagai calon hakim di Pengadilan Negeri Bandar Lampung (1986). Sejak itu ia dipercaya menjadi hakim Pengadilan Negeri di beberapa kota hingga tahun 2011. Di antaranya Hakim PN Curup (1989), Hakim PN Metro (1995), Hakim PN Tangerang (2001), Hakim PN Bekasi (2006) sebelum akhirnya menjabat sebagai Hakim pada Pengadilan Tinggi Denpasar.
Suhartoyo juga terpilih menjadi Wakil ketua PN Kotabumi (1999), Ketua PN Praya (2004), Wakil Ketua PN Pontianak (2009), Ketua PN Pontianak (2010), Wakil Ketua PN Jakarta Timur (2011), serta Ketua PN Jakarta Selatan (2011).
7. Manahan M. P. Sitompul
Ia terpilih menjadi hakim konstitusi untuk periode 28 April 2015-28 April 2020. Manahan merupakan perwakilan Mahkamah Agung.
Manahan Malontinge Pardamean Sitompul--begitu nama lengkapnya--terpilih menggantikan Hakim Konstitusi Muhammad Alim yang memasuki masa purna jabatan April 2015.

Manahan. Sumber: Kabar3
Mantan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Banjarmasin ini mengucap sumpah jabatan di hadapan Presiden Joko Widodo pada 28 April 2015, di Istana Negara.
Setamat SMA, impiannya adalah segera memperoleh pekerjaan. Dengan berbekal kursus Bahasa Inggris selama tiga bulan, ia mengikuti tes di Lembaga Pendidikan Perhubungan Udara dan berhasil diterima di Jurusan Flight Service Officer (FSO).
Dengan menjalani diklat sekitar dua tahun di Curug, Tangerang, ia ditugaskan pada Unit Keselamatan Penerbangan di Pelabuhan Udara Polonia Medan, dengan status PNS Golongan II A dan ikatan dinas selama tiga tahun.
Namun di tengah jalan timbul niat untuk kuliah memperoleh ijazah S1 dan satu-satunya pilihan adalah Fakultas Hukum USU kelas karyawan. Dengan pengaturan waktu dan dana yang sangat cermat, akhirnya kuliah S1 diselesaikan juga hingga 1982.
Karier hakimnya dimulai sejak dilantik di PN Kabanjahe tahun 1986, selanjutnya berpindah-pindah ke beberapa tempat di Sumatera Utara sambil menyelesaikan kuliah S2 hingga tahun 2002 dipercaya menjadi Ketua PN Simalungun.
Pada tahun 2003, ia dimutasi menjadi hakim di PN Pontianak dan pada tahun 2005 diangkat sebagai Wakil Ketua PN Sragen. Pada 2007, ia dipercaya sebagai Ketua PN Cilacap.
Setelah diangkat menjadi Hakim Tinggi PT Manado tahun 2010, ia diminta tenaganya memberi kuliah di Universitas Negeri Manado (UNIMA) dengan mata kuliah Hukum Administrasi Negara pada program S2.
Setelah mutasi ke PT Medan tahun 2012, Universitas Dharma Agung (UDA) dan Universitas Panca Budi (UNPAB) memintanya memberi kuliah di Program S2 untuk mata kuliah Hukum Kepailitan dan Hukum Ekonomi Pembangunan.
Pada 2013, Manahan mengikuti tes calon hakim agung, namun gagal pada tahap akhir fit and proper test di DPR.
Di tahun yang sama, ia dipanggil oleh MA untuk fit and proper test menjadi pimpinan Pengadilan Tinggi dan berhasil sehingga ditempatkan sebagai Wakil Ketua Pengadilan Tinggi di Pangkalpinang, Bangka Belitung.
Pada 2015, ia memberanikan diri untuk mengajukan diri sebagai hakim konstitusi dan ternyata lulus untuk menggantikan seniornya, Muhammad Alim Alim.
8. Saldi Isra
Ia menjadi hakim konstitusi untuk periode 11 April 2017 - 11 April 2022. Saldi merupakan hakim konstitusi dari usulan presiden.
Pada 11 April 2017, Presiden Joko Widodo resmi melantiknya menggantikan Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi masa jabatan 2017-2022.

Saldi. Sumber: Setgab
Pria kelahiran 20 Agustus 1968 tersebut berhasil menyisihkan dua nama calon hakim lainnya yang telah diserahkan kepada Presiden Joko Widodo oleh panitia seleksi MK, yakni dosen Universitas Nusa Cendana (NTT) Bernard L. Tanya dan mantan Dirjen Peraturan Perundang-Undangan Kemenkumham Wicipto Setiadi.
Saldi tercatat kuliah di Fakultas Hukum Universitas Andalas. Bagi Saldi, menjadi mahasiswa Fakultas Hukum benar-benar pengalaman baru. Jika sebelumnya, ia lebih familiar dengan rumus-rumus matematika dan fisika, kala itu ia harus banyak membaca dan menulis.
Usai menamatkan pendidikan S1, Saldi yang merupakan lulusan terbaik langsung dipinang untuk menjadi dosen di Universitas Bung Hatta hingga Oktober 1995 sebelum akhirnya berpindah ke Universitas Andalas, Padang.
Ia pun mengabdi pada Universitas Andalas hampir 22 tahun sambil menuntaskan pendidikan pascasarjana yang ia selesaikan dengan meraih gelar Master of Public Administration di Universitas Malaya, Malaysia (2001).
Pada 2009, ia berhasil menamatkan pendidikan Doktor di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta dengan predikat lulus Cum Laude.
Setahun kemudian, ia dikukuhkan sebagai Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas.
9. Enny Nurbaningsih
Enny Nurbaningsih terpilih menggantikan Maria Farida Indrati sebagai hakim konstitusi perempuan di Indonesia. Hakim kelahiran Pangkal Pinang ini terpilih oleh panitia seleksi calon hakim konstitusi setelah melalui seleksi yang ketat.

Enny. Sumber: Kompas
Wanita kelahiran 27 Juni 1962 ini merantau dari Pangkal Pinang ke Yogyakarta untuk menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM). Ia merampungkan pendidikannya dan resmi menyandang gelar sebagai sarjana hukum pada 1981.
Langkahnya tak berhenti sampai disitu, wanita yang memiliki motto bekerja keras, bekerja cerdas, dan bekerja ikhlas ini, mengejar mimpinya sebagai pengajar atau dosen di almamaternya.
Tak hanya menjadi seorang pengajar, Enny pun terlibat aktif dalam organisasi yang terkait dengan ilmu hukum yang digelutinya, yaitu ilmu hukum tata negara.
Sebut saja, Parliament Watch yang ia bentuk bersama-sama dengan Ketua MK (2008-2013) Mahfud MD pada 1998. Pembentukan Parliament Watch dilatarbelakangi oleh kebutuhan pengawasan terhadap parlemen sebagai regulator.
Perjalanan karier Enny di dunia hukum semakin panjang dengan keterlibatannya dalam proses penataan regulasi baik di tingkat daerah hingga nasional.
Keseriusan Enny mendalami penataan regulasi dikarenakan ia merasa hal tersebut sangat diperlukan oleh Indonesia. Dari situ, ia pun kerap diminta menjadi narasumber hingga menjadi staf ahli terkait.