Ceknricek.com--Mau-tidak-mau harus diakui bahkan dalam keadaan terbelenggu hukum sekalipun yang namanya Ferdy Sambo masih mampu memperdalam keingintahuan banyak orang.
Akan halnya kasus yang menimpa mantan Kadiv Propam POLRI Ferdy Sambo itu niscaya sudah diketahui banyak orang sesudah Jaksa Penuntut Umum menguraikannya di depan sidang pengadilan di Jakarta.
Apakah segala yang disampaikan Jaksa memang sudah secara tuntas meliputi semua yang terjadi, dari A sampai dengan Z, hanya Jaksa dan tentunya terdakwa Ferdy Sambo yang mengetahuinya. Sementara kita sebagai orang awam hanya bisa menduga-duga.
Dan sebagai terdakwa pun ternyata Ferdy Sambo masih mampu membangkitkan rasa ingin tahu banyak orang, terutama para “nyamuk” pers alias wartawan.
Begitu sering kita membaca tentang “buku hitam” yang selalu dibawa oleh Ferdy Sambo, seperti laporan salah sebuah media di Indonesia baru-baru ini:
“Ferdy Sambo membawa buku hitam kecil selama dua hari persidangan, yakni pada pembacaan dakwaan 17 Oktober dan pembacaan tanggapan atas nota keberatan oleh terdakwa. Namun pada saat putusan sela 26 Oktober kemarin, Ferdy Sambo tidak membawa buku hitam tersebut.”.
Seakan “ini hari terlihat besok-lusa tidak” itu membuat banyak kalangan yang penasaran, sampai-sampai harus meminta ahli ini dan itu untuk menafsirkan apa gerangan yang ada dalam “buku hitam” Ferdy Sambo itu?
Adakah isinya laksana bom waktu yang pada saatnya akan diledakkan (diungkapkan kepada umum)? Hanya Ferdy Sambo yang tahu.
Yang kita ketahui adalah bahwa sejak beberapa waktu ini sudah ada sejumlah buku (fiksi/khayalan) yang diterbitkan dengan judul “The Black Book” alias “Buku Hitam”.
Salah satu yang menarik banyak perhatian adalah buku berjudul “The Black Book of Satan” – Order of Nine Angels. Buku yang artinya adalah “Buku Hitam (dari/tentang) Setan” ini, berisi ritual-ritual dan pengarahan mendasar yang bersangkut-paut dengan upacara magis pada umumnya. Para pengikut Ordo Penyembahan Setan ini dilarang keras menyalin buku ini.
Karena ada kata “hitam” dalam judul buku itu maka langsung saja yang membacanya menafsirkan bahwa itu adalah buku yang kurang berbudi, kurang elok.
Pernah juga di Belanda diterbitkan “buku hitam” yang berkisah tentang penyusupan seorang perempuan keturunan Yahudi ke dalam markas besar alat negara Nazi Jerman yang paling ditakuti dan dibenci “Gestapo”, dalam Perang Dunia II.
Di antara buku-buku yang menggunakan warna sebagai bagian dari judulnya, maka “Buku Merah Kecil” yang berisi buah pikiran pimpinan Tiongkok Mao Zedong, pernah sangat laris di Tiongkok sendiri dan menggelitik keingintahuan banyak orang di luar Tiongkok apa gerangan isi dari buku tersebut. Yang terkandung dalam “Buku Merah Kecil” itu adalah teori-teori sosialisme/komunisme.
Namun buku Mao Zedong itu akhirnya banyak menjadi sekadar hiasan di rak buku warga Tiongkok, setelah Mao Zedong yang melancarkan “Revolusi Budaya” itu dikatakan telah menyebabkan ratusan ribu bahkan jutaan orang dikatakan tewas. Namun nama Mao Zedong ternyata tetap “harum” di ingatan banyak warga Tiongkok. Menurut para pengamat itu disebabkan oleh jasanya telah mempersatukan Tiongkok.
Teka teki buku merah di Indonesia
Ternyata dalam perihal “teka teki” tentang buku, Ferdy Sambo bukanlah satu-satunya yang mampu menyimpan rahasia tentang buku – dalam hal ini Buku Hitam-nya.
Pernah di Indonesia timbul apa yang kemudian disebut sebagai “Teka Teki Buku Merah”.
Sebagaimana dilaporkan oleh berbagai media di Indonesia waktu itu , salah satu isi “Buku Merah” itu adalah, bahwa::
“Buku merah itu berisi catatan transaksi keuangan perusahaan Basuki Hariman kepada sejumlah pejabat. Buku itu ditemukan oleh petugas KPK di salah satu kantor Basuki saat penggeledahan. Isi buku merah mencatat aliran uang, diduga salah satunya kepada Tito Karnavian saat menjabat Kapolda Metro Jaya, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, dan Kapolri. Dalam buku itu tercatat ada dugaan sembilan kali aliran uang kepada Tito. Jumlahnya bervariasi, dari Rp200 juta hingga Rp1 miliar, dengan total Rp 8,1 miliar. Belum ada bukti kuat yang dapat membenarkan Tito menerima dana suap. Namun, setidaknya buku merah bisa dijadikan petunjuk awal yang bisa ditelusuri KPK. Pada 15 Agustus 2018, Tim Indonesia Leaks mengonfirmasi dugaan aliran uang yang tercatat dalam buku merah kepada Tito. Tito menanggapi secara singkat dan berulang-ulang, “Sudah dijawab Humas.”
Dan “Buku Merah” sebagaimana yang disebut di atas, ternyata sampai kini tidak jelas nasibnya.
Semoga saja “Buku Hitam” Ferdy Sambo akhirnya terkuak segala isinya, sehingga keingintahuan banyak orang akan terjawab. Semoga.
Editor: Ariful Hakim