Mengapa Big Data Soal Percakapan di Media Sosial Tak Bisa Akurat Memotret Populasi Perilaku Pemilih ?
Ceknricek.com--Lalu bagaimana dengan big data? Bukankah diklaim Big data menyatakan majority rakyat mendukung penundaan pemilu?Kita tahu di sini ada big data versi Luhut Panjaitan dan ada Big data versi PDIP. PDIP mengklaim juga punya big data dengan hasil yang berbeda dengan big data yang dikumandangkan oleh Luhut Panjaitan.
Ada dua big data yang berbeda satu sama lain soal isi dan temuannya. Mengapa bisa seperti itu?
Inilah intinya. Big data yang diambil dari percakapan di media sosial itu akan cacat secara metodologis, jika ia digunakan untuk membaca perilaku pemilih populasi. Big data yang terbatas pada percakapan di media sosial akan salah secara akademik dan fatal secara politik untuk mengukur kehendak rakyat. Media sosial tak menggambarkan realitas yang ada. Mengapa? Sederhana saja. Pemain media sosial itu tidaklah kongruen 100 persen dengan populasi Indonesia. Kesimpulan yang diperoleh dari media sosial tidak bisa mewakili segmentasi dan proporsi keseluruhan populasi Indonesia. Populasi di media sosial berbeda dengan populasi penduduk Indonesia.
Juga dalam media sosial tidak terjadi one man one vote. Satu orang di media sosial bisa memiliki ratusan akun. Pemain media sosial bisa menciptakan banyak akun yang sifatnya palsu, yang hanya mengamplifikasi pilihannya. Apalagi kita ketahui dalam studi mengenai pilpres di Amerika Serikat, di era Donald Trump versi Hillary Clinton. Banyak dikatakan Rusia terlibat dalam kemenangan Presiden Trump. Pemain politik dari luar negeri pun bisa membuat akun palsu di dalam negeri. Ia sangat bisa mengacaukan perimbangan opini publik yang sebenarnya.
Dengan situasi inilah kita menyimpulkan mustahil big data secara akademik bisa digunakan untuk memotret kecenderungan populasi. Ia salah secara akademik. Ia salah secara metodik. Jika diterapkan untuk public policy, itu akan secara fatal salah secara politik.
-000-
Apa solusi untuk Jokowi? Ini solusi yang kita tawarkan.
Benar dan penting bagi Jokowi untuk melanjutkan legacy-nya agar perpindahan ibu kota baru ini terjadi secara kokoh, lengkap dan baik. Juga penting agar mega proyek yang sekarang ini mangkrak juga bisa diperbaiki dengan finishing touch. Tapi solusinya bukan tunda pemilu! Solusinya sebaiknya Jokowi menyiapkan capres 2024 untuk melanjutkan legacy-nya.Dari sekarang, sah saja dan diperbolehkan oleh prinsip demokrasi jika presiden Jokowi ikut cawe-cawe menyiapkan tokohnya, kadernya, penerusnya, untuk menjadi calon presiden di tahun 2024. Jika capres itu terpilih, legacy-Jokowi, program Jokowi, bisa dilanjutkan.
-000-
Buku mungil ini hasil transkripsi 24 orasi saya dalam aneka webinar di ujung tahun 2021 hingga Maret 2022. Tiga sumber paling banyak ditranskripsi berasal dari Webinar Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena, Webinar Komunitas Puisi Esai ASEAN, dan Webinar Forum Spiritual Esoterika. Ini buku keempat hasil transkripsi orasi saya dari video. Ketika buku ini disusun, Orasi saya sudah berjumlah 130 video. Dua tahun pandemik, 2020-2022, ternyata justru membuat saya bertambah produktif menulis dan berorasi. Sengaja orasi ke 125 soal pemilu yang ditunda dijadikan pengantar dan judul buku. Isu penundaan pemilu begitu penting dikumandangkan.
Intelektual publik dan civil society bertugas menjaga ruang publik yang sehat bagi warganegara. Peringatannya soal pemilu yang dilarang ditunda tanpa alasan darurat juga dalam rangka menjaga elit penguasa dan presiden agar terhindari dari skandal politik yang membuat mereka menjadi catatan hitam sejarah demokrasi Indonesia (tamat).
Maret 2022
CATATAN
- Esai pengantar ini perpanjangan Orasi saya di Webinar Satupena ke 30 (Maret 2022). Topik webinar saat itu soal Bolar Liar Memanjangkan Kekuasaan.
- Sebanyak 8 Mega Proyek Jokowi Mangkrak: https://jogjaaja.com/amp/8-megaproyek-jokowi-ini-terancam-mangkrak-berikut-daftarnya
- Hasil Survei LSI Denny JA, Maret 2022, Mayoritas Pemilih Menolak Pemilu Ditunda. https://m.mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/477088/survei-lsi-ungkap-mayoritas-rakyat-tolak-penundaan-pemilu
Editor: Ariful Hakim