Ketum PBNU Buka Simposium Nasional Islam Nusantara | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Foto: Ashar/Ceknricek.com

Ketum PBNU Buka Simposium Nasional Islam Nusantara

Ceknricek.com -- Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Said Aqil Siradj, membuka Simposium Nasional Islam Nusantara di Gedung PBNU, Jakarta, Sabtu (8/2).

Simposium tersebut digelar untuk mengembangkan Islam Nusantara di ranah akademik, terutama dengan isu-isu yang berkaitan langsung dengan kehidupan manusia seperti kemiskinan, agraria dan pertanian, hingga perubahan iklim.

Selain Said Aqil, tampil sebagai narasumber lainnya adalah Guru Besar Sejarah Peradaban Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta Azyumardi Azra; Sejarawan Nahdlatul Ulama Agus Sunyoto; dan Rektor Unusia Jakarta Ma'soem Mahfudz; KH Yahya Cholil Staquf. 

Ketum PBNU Buka Simposium Nasional Islam Nusantara
Foto: Ashar/Ceknricek.com

Pada kesempatan Said Aqil berbicara soal pentingnya menjaga kedamaian antar masyarakat ia mengatakan, tokoh-tokoh besar hanya akan muncul dari negara yang kondisinya aman dengan masyarakat yang tentram dan damai.

"Jangan harap akan muncul pemikir besar, tokoh besar, ulama besar dari masyarakat yang konflik tiap hari, bom meledak setiap saat, jangan harap," kata dia.

Said Aqil kemudian menyinggung konflik tak berkesudahan yang terjadi di Timur Tengah. Menurut dia, negara-negara Timur Tengah kini sedang kebingungan untuk mengakhiri konflik itu. "Konflik berkepanjangan di Timur Tengah itu disebabkan karena belum memahami pola pikir penggabungan, agama dan nasionalisme," katanya.

Said Aqil bersyukur Indonesia terlepas dari konflik dan perang saudara yang menurutnya berpotensi terjadi pasca-Pemilu 2019 lalu.

"Hampir perang saudara bayangan kita, (ternyata) tidak, masyarakat Indonesia punya komitmen hubbul wathon minal iman," kata Said Aqil. 

Islam Bahari

Sejarawan Indonesia bidang Kemaritiman Universitas Indonesia (UI), Susanto Zuhdi, menyebut Islam Nusantara sebagai Islam yang selaras dengan sejarah bahari Nusantara. Karena itu, dia lebih tertarik menyebut Islam Nusantara sebagai Islam bahari.   

"Kenusantaraan itu bahari meskipun ada disruptif juga antara bahari dan maritim. Kenapa tidak menggunakan bahasa bahari yang ratusan tahun populer yang dibawa oleh Sultan Aliyudin Goa," kata Susanto.

Baca Juga: PBNU: Saat Ada Urusan Politik Kita Diajak, Selesai Ditinggal

Guru Besar di Universitas Pertahanan itu menambahkan, bahari terbukti dapat mensejahterakan rakyat Nusantara. Namun, sejak bahari dikuasai Eropa abad ke-15, penduduk Nusantara pindah ke pedalaman. 

Ketum PBNU Buka Simposium Nasional Islam Nusantara
Foto: Ashar/Ceknricek.com

"Saat itu pula umat Islam di Nusantara membentuk pesantren serta mengembangkan ajaran Islam. Kekayaan sumber daya alam kebaharian tersebut juga membawa kejayaan Asia Tenggara," paparnya.  

Bahari berdasarkan perspektif Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ada tiga makna. Yakni, dahulu kala, elok sekali dan tentang laut. Itu membuktikan bahwa dahulu kala laut Nusantara dapat meningkatkan kemaslahatan dan kesejahteraan masyarakat termasuk di dalamnya umat Islam.    

"Islam Nusantara juga sudah dirumuskan oleh Nahdlatul Ulama, karena itu kita sudah tidak khawatir ada penilaian dikotomi dari masyarakat luar Jawa," tuturnya.

BACA JUGA: Cek POLITIK, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini


Editor: Farid R Iskandar


Berita Terkait