Sketsa Serba- Serbi Sholat Subuh (8)
Ceknricek.com--BERDALIH menerapkan ajaran “ambil yang baik-baik, dan tinggalkan yang buruk-buruk, ” sampai saat ini di mesjid masih sering terjadi kehilangan alas kaki. Sandal ataupun sepatu. Juga pada sholat subuh. Apakah karena diambil anak-anak yang belum paham nilai-nilai baik buruk, ataukah oleh orang yang dewasa yang sengaja menukar sandal atawa sepatu mereka yang butut dengan gantinya yang bagus.
Tentu ini sesuatu yang sangat memprihatinkan. Masjid adalah rumah Allah. Rumah yang harus dihormati. Masjid juga merupakan tempat siar ajaran agama islam. Dari masjid diajarkan menerapkan akhlak yang luhur. Dari masjid diajarkan pula untuk menghindari hal-hal yang buruk. Dengan demikian, sejatinya di masjid semuanya harus sesuai ajaran Islam. Akhlak harus ditegakkan. Di rumah Allah tidak boleh ada pencurian, apapun, termasuk sandal dan sepatu, dengan alasan apa saja. Haram hukumnya mengambil milik orang lain. Ini harus menjadi “doktrin” utama dalam penerapan ajaran islam.
Hal ini harus pula disosialisasikan kepada semua pihak, terutama anak-anak. Masjid adalah tempat suci yang tidak boleh terjadi kejahatan apapun. Jangankan sandal dan sepatu hilang, jika ada emas berlian atau uang yang tertinggal atau jatuh di masjid saja, pemiliknya harus dijamin bakal memperolehnya kembali. Semua niat buruk di masjid harus ditanggalkan. Di mesjidlah nilai-nilai kebaikan patut diharapkan dan diterapkan. Jamaah harus dibuat nyaman di masjid. Tak boleh ada perasaan was-was nanti sandal atau sepatu saya hilang. Barang berharga sekalipun di masjid harus dijamin aman.
Foto: Istimewa
Jika ke masjid orang harus merasa barangnya diletakan dimana saja, dijamin pasti bakal aman dan kembali. Selama di mesjid, barang apa saja, yang jatuh atau hilang , tak bakalan lenyap. Harus dibuat dan dilaksanakan masjid itu lambang kejujuran. Dilarang keras menodai masjid dengan sikap kriminal yang sekecil apapun, termasuk mencuri sandal dan sepatu. Tapi yang terjadi selama ini justru sebaliknya. Di mesjidlah sering terjadi hilangnya sepatu atau sandal yang bagus.
Jika ada “jemaah palsu,” artinya orang ke masjid bukan untuk benar-benar sholat, tapi melakukan kriminal seperti tetapi tidak terbatas pada mencuri, harus dipastikan mereka harus dihukum seberat-beratnya, termasuk sanksi sosialnya. Agar dia malu. Agar keluarganya malu. Dengan begitu diharapkan masjid menjadi steril dari kejahatan. Perilaku manusia di masjid harus dipastikan menjadi suri tauladan.
Tak hanya sebatas sandal dan sepatu, pengalaman saya sholat subuh di masjid pun ternyata masih sering terjadi pencurian motor. Padahal sebelum sholat, motor masih dijaga dan diawasi beberapa orang. Dan batas antara sholat dengan pengawasan beda tipis. Tapi tiba pada waktu sholat subuh, si maling secepat kilat mampu mencuri motor. Ini kan berarti dia sudah mengamati situasi masjid pada subuh hari dengan cermat. Pastilah para maling sudah mengamati keadaan berhari-hari sebelumnya, sehingga mereka paham benar kapan momen untuk mencuri. Kejadian ini sudah beberapa kali terjadi.
Rupanya para pencuri sudah tidak takut lagi kepada Tuhan. Tidak gentar kepada Allah. Mereka tak peduli mencuri di rumah Allah. Tak ada sebiji pun rasa sungkan mencuri di rumah Tuhan. Di Masjid. Ketamakan dan jalan pintas mencapai materi di dunia, lebih utama bagi para penjahat itu ketimbang menyadari mencuri di rumah Tuhan merupakan perbuatan tercela yang luar biasa. Perbuatan dosa besar. Mereka tidak peduli. Masa bodoh rumah Tuhan atawa bukan. Mereka sudah tidak lagi memiliki kepekaan sosial.
Menyadari fenomena ini, akhirnya pengurus masjid memutuskan memasang CC TV atau kamera pengintai. Beberapa kamera dipasang menghadap ke depan dan dapat memantau pekarangan dan tempat parkir masjid. Begitu juga di dalam masjid dipasang beberapa kamera. Setelah pemasangan kamera, di tempel stiker kecil: mesjid ini diawasi oleh kamera, lengkap dengan gambar CC. Adanya kamera ini memungkinkan diketahui apa yang sebenarnya terjadi. Jika ada pencurian, khususnya pencurian motor, dapat dilihat dari rekaman siapa pelakunya dan bagaimana melakukan pencurian.
Sebenarnya, ini hanya upaya membantu saja buat mengurangi pencurian di lingkungan masjid. Tetapi apa yang terjadi? Sejak adanya kamera, ternyata hampir tidak ada lagi pencurian motor. Untuk sandal dan sepatu cuma sekali dua kali saja, itu mungkin lantaran hanya tertukar.
Rupanya manusia dewasa ini kini lebih takut kepada pengawasan melalui pengintaian kamera ketimbang takut kepada Tuhan. Bukti fisik duniawi lebih ditakuti dibandingkan bukti yang dilihat oleh Allah dan kelak diminta pertanggungjawaban “di alam sana.” Apakah jiwa para penjahat memang demikian? Ataukah justeru hal itu merefleksi rata-rata dari mentalitas kita?
T a b i k.
*Wina Armada Sukardi, wartawan dan advokat senior dan juga Dewan Pakar Muhammadiyah. Tulisan ini merupakan reportase/opini pribadi dan tidak mewakili organisasi.