Macet Tak Cuma di Jakarta | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Sumber: Istimewa

Macet Tak Cuma di Jakarta

Ceknricek.com -- Macet jelas menjengkelkan. Maka tidak berlebihan jika ada yang mengukur sukses atau gagalnya Gubernur DKI Jakarta cukup dengan menengok ke jalan. Jalan lancar, gubernur dipuji. Jalan macet, gubernur dicaci.

Bappenas mencatat kerugian akibat kemacetan lalu lintas di Jakarta mencapai Rp65 triliun per tahun. Kemenko Maritim dan Investasi menyebut kemacetan mengakibatkan pemborosan bahan bakar minyak atau BBM sebesar Rp29,7 triliun per tahun dan kerugian kesehatan sebesar Rp38,5 triliun. Kerugian kesehatan ini berupa duit yang digunakan untuk mengobati penyakit akibat polusi dan stres.

Sudah banyak terobosan pemerintah DKI Jakarta dalam mengurai penumpukan kendaraan di jalan. Hanya saja, pergerakan manusia yang hilir mudik di Ibu kota berkembang jauh lebih pesat.

Pada 2015, pergerakan manusia di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi atau Jabodetabek baru tercatat 47,5 juta pergerakan/hari. Pada tahun 2018 sudah meningkat drastis menjadi lebih kurang 88 juta pergerakan/hari. Kini, tentu lebih banyak lagi. Inilah mengapa Jakarta dan sekitarnya tetap saja macet.

Akhir bulan lalu, perusahaan spesialis teknologi lokasi, TomTom, merilis hasil Indeks Lalu Lintas TomTom (TomTom Traffic Index). Dalam indeks tersebut, Jakarta masuk dalam 10 besar kota termacet di dunia pada 2019.

Sumber: Istimewa

TomTom Traffic Index meliputi 416 kota dari 57 negara di dunia. Dalam index kota termacet di dunia tersebut, posisi Jakarta lebih baik. Soalnya pada tahun 2018, Jakarta mengisi posisi ketujuh kota termacet di dunia.

Sumber: Detik

Meski posisinya turun dari urutan 7 menjadi 10, TomTom menilai tidak ada perubahan pada tingkat kemacetan Jakarta. Sama seperti tahun 2018, tingkat kemacetan Jakarta menurut TomTom sebesar 53%. Tingkat kemacetan atau congestion level di sini maksudnya adalah perjalanan di Jakarta membutuhkan waktu 53% lebih lama dibanding kondisi tanpa kemacetan.

Terobosan

Menaikkan indeks memang tidak gampang. Jakarta telah menjelma menjadi wilayah teraglomerasi dengan Bodetabek sebagai daerah penyangganya. Jakarta dan daerah penyangganya sudah menjadi satu kesatuan secara ekonomi sehingga saling memiliki ketergantungan satu sama lain.

Pemerintah telah mengambil langkah terobosan untuk mengurai kemacetan. Sejak tahun 2018, misalnya, diimplementasikan kebijakan ganjil-genap di pintu tol Bekasi, Tangerang dan Cibubur. Kebijakan ini dilakukan karena koridor-koridor tersebut merupakan lintas yang dilalui masyarakat komuter yang menggunakan kendaraan pribadi.

Bukan hanya itu. Kebijakan ini juga didukung dengan penyediaan angkutan umum bus premium seperti Transjabodetabek Premium, Jabodetabek Residence Connexion (JRC) dan Jabodetabek Airport Connexion (JAC).

Lewat cara ini diharapkan secara bertahap para pengguna kendaraan pribadi dapat beralih (shifting) menggunakan angkutan umum massal. Bus-bus ini memang ditujukan pada segmen pengguna kendaraan pribadi, sehingga dilengkapi fasilitas premium dengan tarif Rp15.000-Rp20.000.

Baca juga: TomTom Traffic Index: Tingkat Kemacetan di Jakarta Turun 8 Persen

Hingga saat ini bus premium perkotaan cukup diminati publik. Transjabodetabek Premium di Bekasi, misalnya, yang dirintis sejak pemberlakuan kebijakan ganjil genap di Pintu Tol memiliki load factor cukup tinggi di atas 50%.

Pemprov DKI juga memperluas pemberlakukan koridor kebijakan ganjil-genap di jalan arteri DKI dari 10 menjadi 25 ruas jalan. Kebijakan ini didukung peningkatan integrasi angkutan feeder Transjakarta melalui program Jak Lingko, sehingga memudahkan masyarakat untuk mengakses angkutan umum massal.

Sumber: Istimewa

Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Polana B. Pramesti, menyebut pihaknya akan memperkenalkan kepada masyarakat untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Caranya macam-macam. Misalnya jalan berbayar elektronik atau electric road pricing. “Tarif parkir juga akan dibuat mahal,” katanya.

Sumber: Istimewa

Penerapan electric road pricing (ERP) masih dalam pembahasan. BPTJ berharap bisa diterapkan tahun ini. Penerapan ERP di ruas jalan menuju DKI Jakarta yang diwacanakan, yakni Jalan Kalimalang, Jalan Daan Mogot dan Margonda.

Transjakarta

Mari kita tengok statistik lainnya. Pada Selasa, 4 Februari kemarin, moda transportasi massal Transjakarta melaporkan pelayanan penumpang sudah menembus satu juta orang dalam sehari, tepatnya 1.006.579 pelanggan. Ini bermakna bahwa ada peningkatan yang signifikan pada moda transportasi massal. Sudah banyak masyarakat yang beralih menggunakan angkutan massal ketimbang mobil pribadi.

Salah satu faktor yang menyumbang angka terbesar dalam kenaikan pelanggan adalah program layanan transportasi terintegrasi, Mikrotrans Jak Lingko yang dicanangkan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan.

Sumber: Istimewa

"Layanan ini sangat membantu sebagai moda first mile dan last mile masyarakat. Bahkan, sampai hari ini tercatat ada sebanyak 257.981 pelanggan yang menggunakan layanan kami," ungkap Kepala Divisi Sekretaris Korporasi dan Humas PT Transportasi Jakarta (Transjakarta), Nadia Diposandjojo, Rabu (5/2).

Baca juga: Presiden Pastikan Ibu Kota Baru Bebas Banjir dan Macet

Transjakarta saat ini sedang fokus mengupayakan program mandiri bertransportasi, antara lain menerapkan sistem pengarah perjalanan (wayfinding) dan memasang alat tap on bus (TOB) di seluruh armada non-bus rappid transit (BRT). 

Transjakarta juga sudah menyiapkan rencana jangka panjang hingga 10 tahun ke depan, dengan menekankan empat target utama, yakni peningkatan ridership, pelayanan armada, infrastruktur dan pendapatan nontiket.  

Target jumlah pelayanan armada bus Transjakarta, kata Nadia, ditingkatkan hingga 19% atau 4.334 armada, dengan perincian 967 BRT, 1.167 bus non-BRT dan 2.200 mikrotrans. Kemudian juga penambahan jangkauan layanan dari 278 rute menjadi 285 rute.

Upaya-upaya seperti ini diharapkan lebih menarik masyarakat menggunakan angkutan massal. Saat ini, modal share atau pengguna angkutan umum di wilayah Jabodetabek hanya 32% dari total pergerakan 88 juta pergerakan pada 2018. Sementara, target Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ) 2019-2029 mengharuskan modal share hingga 60%.

Macau. Sumber: Javamilk

Sukses Jakarta dalam ini mendapat pengakuan perbaikan sistem transportasi dan mobilitas kota ini juga mendapat apresiasi pada ajang Sustainable Transport Award yang diselenggarakan di Forteleza, Brazil. Jakarta diakui sebagai satu dari tiga kota terbaik dunia. Jakarta berhasil mengalahkan kota-kota dunia seperti Kingston (Kanada), Richmond (Amerika Serikat), Bogota (Kolombia), dan banyak lainnya.

Sustainable Transport Award (STA) adalah ajang penghargaan tahunan yang menilai perbaikan mobilitas kota dan inovasi sistem transportasi. Dalam STA, visi, konsep dan eksekusi yang dijalankan setiap kota dinilai oleh komite yang terdiri dari lembaga-lembaga global seperti Institute for Transportation and Development Policy (ITDP), Bank Dunia, International Council for Local Environmental Initiatives (ICLEI) dan lainnya.

Kelembagaan

Bukan hanya Jakarta, transportasi massal kota-kota besar di Indonesia seperti Bandung dan Surabaya masih jauh tertinggal dari negara lain. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyebut ketertinggalan ini dipicu oleh lemahnya lembaga otoritas yang mengelola transportasi publik.

“Masih banyak aspek yang harus dibenahi oleh pemerintah seperti kejelasan lembaga perencana, pelaksana, pengelola dan pengoperasi,” ujar Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Kementerian PPN/Bappenas, Kennedy Simanjuntak. Dia menyebut New York dan London adalah yang paling baik. “Mereka ada otoritas, kelembagaannya jelas, pengelolaannya jelas dan bersifat korporasi," paparnya.

Baca juga: Terkait Ganjil Genap, Pajak Kendaraan Diminta Turun 50% 

Sumber: Istimewa

Deputi III Bidang Koordinasi Infrastruktur Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Ridwan Djamaluddin menambahkan, lemahnya instansi pengelola transportasi massal menjadi pemicu rendahnya integrasi angkutan umum yang berujung pada seretnya pangsa angkutan umum. "Seperti di Uni Eropa transportasi dikelola oleh satu instansi, di sini juga harus bisa begitu," katanya.

Badan otoritas yang memiliki wewenang dalam merencanakan, membangun dan mengoperasikan transportasi massal di beberapa kota besar di antaranya Metropolitan Transportation Authority (MTA) New York yang mengelola transportasi New York; Transportation for London (TFL) di London; dan Syndicat des Transports Parisiens (STP) untuk Paris.

Berdasarkan data Bappenas, pangsa angkutan umum di kota-kota besar Indonesia masih sangat rendah. Misalnya, Jakarta hanya memiliki pangsa sebesar 18%, Bandung di kisaran 20% dan Surabaya hanya 5%. Angka-angka ini jauh tertinggal dari kota Hongkong (92%), Singapura (61%) dan Tokyo (51%).

Jika benar masalahnya adalah soal kejelasan lembaga perencana, pelaksana, pengelola dan pengoperasi, jawabnya tentu tidak perlu njelimet. Kini sudah ada Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ). Naikkan saja status badan ini. Bukan hanya sekadar koordinasi. BPTJ bisa mengenakan pakaian seperti MTA, TF, STP atau yang lainnya.

BACA JUGA: Cek POLITIK, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini



Berita Terkait