Mangu 31 (Indonesia, Iran, Israel) | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Foto: Istimewa

Mangu 31 (Indonesia, Iran, Israel)

RNI (Rangkaian Ngobrol Imajiner) Bersama Gus Dur

Ceknricek.com--Dunia gemetar karena rudal Israel dan Iran saling sahut menyahut di langit Persia seolah menghentak kedamaian diri yang tengah menikmati rintik hujan bulan Juni. Sembari diiringi lantunan lagu Mangu nan mendayu: Termangu…laksana pixel mati di layar digital, damai tinggal wacana di ruang pending, sementara logika dibombardir fakta dan propaganda (Terinspirasi dari “Mangu” - Fourtwnty x Charita Utami, terima kasih ya..).

Tak disangka tak dinyana ..tetiba Gus Dur berujar: ‘’ Saat rudal Israel menghantam pangkalan IRGC di Isfahan, dan Iran membalas dengan 400 drone Shahed ke Tel Aviv, berita dunia meledak. Tapi tenang, di timeline Indonesia, trending topic-nya bukan Middle East escalation, melainkan: Tips makeup nangis cantik ala Mangu, he..he…Santai aja Mas..saya juga kepalang kaget, masih enak-enak menikmati sate daging kurban Idul Adha eh..perang kembali meletus.’’

Saya seperti biasa sungguh tak menyangka kehadiran beliau yang terus melanjutkan: ’’Lagu Mangu sesungguhnya adalah jeritan, tentang kehilangan, tentang cinta yang gagal dijaga hingga berujung perang dan petaka manusia. Tapi dalam narasi bangsa kita, Mangu adalah refleksi bangsa yang tak menjaga rasa. Rasa keadilan ternodai tatkala sejarah hendak ditulis ulang sesuai versi penguasa?

Pun tak pelak berkait dengan narasi Menteri Kebudayaan yang meragukan adanya kekerasan dan rudapaksa kaum hawa tatkala kerusuhan Mei 1998 lalu yang jelas tertulis di lembar sejarah. Pada titik ini, tepatlah yang pernah dikatakan sahabat filsuf saya Augustine of Hippo: “Jika keadilan hilang, maka hidup manusia hanyalah perampokan yang dilegalkan.”

Bahkan jerit kehilangan dalam lagu tersebut sangat relevan untuk mengekspresikan lenyapnya budaya malu bangsa di tengah membabi-butanya praktik korupsi, nyaris segala hal dikorupsi dengan nilai yang tak lagi receh. Korupsi bukan sekadar tindakan kriminal, ia adalah gejala krisis nilai, hancurnya moralitas publik, dan kegagalan sistem membentuk manusia bermartabat.

Kita mesti rendah hati untuk belajar dari bangsa Afrika yang menghayati bahwa korupsi berarti melukai jaringan relasi sosial, maka gerakan antikorupsi harus berakar pada nilai kolektif dan tanggung jawab sosial (konsep Ubuntu). Korupsi buruk karena menurunkan kebahagiaan kolektif. Ia menghasilkan ketimpangan, kesengsaraan sosial, dan ketidakpercayaan publik.

Dalam era pasca-modern, korupsi bukan hanya uang. Ia adalah manipulasi informasi, kekuasaan simbolik, simulasi hukum. Korupsi bersembunyi dalam prosedur yang sah, tapi tak adil. Korupsi muncul karena individu tidak bertanggung jawab atas kebebasannya. Koruptor memilih "menjadi-tak-otentik" (bad faith), menyangkal pilihan moral yang benar demi kenyamanan diri dan keuntungan segelintir pihak belaka.

‘Mangu’ bukan hanya tentang dia yang pergi. Tapi tentang kita yang lupa pulang: pada cita-cita bangsa, pada kearifan jati diri. . Dunia memang sedang dalam kekacauan: perang rudal, perang tarif, perang sensor, dan aneka perang narasi. Tapi masa depan tak ditentukan oleh konflik, melainkan oleh siapa yang belajar dari konflik itu. Namun demikian, lagu Mangu tak harus selalu jadi ratapan. Ia bisa jadi alarm: bahwa cinta itu butuh dijaga, begitu juga masa depan bangsa. Masa depan tak bisa dititipkan pada algoritma semata! Tak berlebihan bila dikatakan bahwa Indonesia hari ini adalah negara dengan surplus narasi tapi defisit aksi, alias omon-omon doank..

Maka, mari bangun, bukan hanya dari tidur, tapi dari euforia semu. Dari nasionalisme musiman, dari konten kosong yang membuat kita asyik dalam kehampaan. Seyogyanya kita selalu ingat apa yang pernah ditandaskan Karl Kraus: “Corruption is worse than prostitution. The latter endangers the morals of an individual, the former invariably the morals of the entire country’’, demikianlah pungkas Gus Dur dan kembali menghilang.

Saya masih tetap termangu, kali ini bukan terkait lagu tetapi sungguh masih dalam proses mencerna semua paparan beliau tadi yang begitu tajam bak belati menghujam hati nurani ini, masihkah kita?

*)Greg Teguh Santoso, akademisi dan pemikir bebas, mendalami Knowledge Management dan Learning Organizations.


Editor: Ariful Hakim


Berita Terkait