Ceknricek.com--Sehari usai Prabowo dibantai dalam debat Capres ketiga, Senin (8/1/24), Kementerian Pertahanan (Kemenhan) memasang iklan satu halaman penuh di Harian Kompas. Isinya soal capaian positif Kemenhan selama dipimpin Prabowo. Iklan ini, berbuntut tuduhan jika Prabowo telah menyalahgunakan uang negara untuk pencitraan dirinya sebagai calon presiden.
Sejauh ini, Badan Pengawas Pemilu (bawaslu) didesak untuk menyelidiki. Kompas sendiri menampik, iklan itu tidak melanggar aturan. Namun penerbitannya sehari setelah debat, seakan ingin "mengangkat" kembali Prabowo, yang citranya babak belur usai tampil melempem di debat capres.
Kekalahan Prabowo di debat ketiga terekam dalam beragam jajak pendapat. Ambil contoh analisis sosial media Drone Emprit yang memotret sentimen positif Prabowo, yang hanya mendapat 40 persen. Sementara Anies mendapat 76 persen dan Ganjar 72 persen.
Polling Kompas juga menyebut, tingkat kepuasan pada penampilan Prabowo di debat hanya berkisar 48,9 persen. Sementara Ganjar mendapat 79,7 persen dan Anies Baswedan memperoleh 71,4 persen. Raihan ini benar benar menjadi tamparan keras Prabowo, lantaran sebelum debat bertema pertahanan ini, Prabowo dipuja puji bakal melibas semua lawannya, karena tema itu jadi makanan dia sehari hari.
Ekspektasi para pendukung Prabowo yang begitu tinggi, seolah terbanting keras melihat kenyataan jenderal purnawiraan ini "mati kutu" di atas panggung debat. Berbarengan dengan itu, beredar tangkapan layar instruksi dari politisi pengurus partai politik pendukung Koalisi Indonesia Maju, untuk menyelamatkan muka Prabowo.
Ada lima instruksi upaya penyelamatan yang harus dilakukan para pendukung Prabowo, yang secara kasat mata bisa terlihat dari pemberitaan media. Pertama, menyerang paslon lain bersikap tidak sopan pada Prabowo.Narasi ini didedahkan oleh Politisi Partai Gelora, Fahri Hamzah, Politisi Partai Demokrat Andi Arief, Fadli Zon dan lain lain. Pelurunya kebanyakan ditembakan ke Anies Baswedan.
Kedua, mengusung narasi paslon lain menyerang secara personal. Celakanya, hal ini dibela oleh Jokowi -sosok yang seharusnya bersikap netral. Lagi lagi Anies Baswedan yang dituduh menyerang secara personal, karena menanyakan kepemilikan lahan Prabowo sebanyak 430 ribu hektar. Pertanyaan yang sempat pula dilayangkan Jokowi, saat debat capres lawan Prabowo di 2019.
Persoalan lahan ini bahkan membuat Prabowo masih terbawa perasaan (baper). Saat bertemu dengan relawannya di Riau, Prabowo menuduh Anies goblog dan tolol, karena membawa masalah kepemilikan lahan ke arena debat. Padahal jika mau, ia bisa menjelaskan dengan gamblang, berapa lahan yang ia miliki, dan sudah digunakan untuk apa saja lahan tersebut.
Menarik instruksi nomor tiga, bahwa data pertahanan tidak bisa dibuka karena rahasia negara. Di arena debat, Prabowo tidak bisa menjawab dengan alasan waktu sempit. Tapi Jokowi dan tim pemenangan Prabowo secara berjamaah mengatakan, tidak semua data pertahanan bisa dibuka, karena menyangkut rahasia negara.
Orkestrasi bela diri ini coba dipatahkan Mahfud MD, yang juga mantan Menteri Pertahanan era Presiden Gus Dur. Menurut Mahfud, soal data anggaran pertahanan bukan rahasia negara, kecuali menyangkut intelijen dan strategi pertahanan. Penjelasan Mahfud ini menegaskan, jika Prabowo memang bingung di atas panggung, karena terlanjur emosi mendapat bombardir bertubi tubi dari Anies dan Ganjar.
Instruksi ke empat adalah advertorial alias iklan. Fakta ini memang bisa dihubungkan dengan kenyataan, Kementerian Pertahanan memasang iklan di Harian Kompas satu halaman penuh. Namun ada pula yang menyebut, pemasangan iklan itu sebagai upaya tim Prabowo "membungkam" Kompas grup, karena mereka selama ini dikenal paling "dibenci" Prabowo.
Nah, intruksi terakhir, khusus untuk konten Tiktok, adalah menangisi Prabowo. Sehari setelah debat, konten Prabowo dengan wajah memelas disambung dengan tangisan para perempuan memang membanjiri sosial media. Dari aspek komunikasi politik, konten ini memang menarik untuk meraih simpati publik. Prabowo diposisikan sebagai pihak yang terdzalimi.
Pembuatan konten itu terlihat massif dan terstruktur, khas pekerjaan buzzer. Boleh jadi ini efektif untuk menahan ambrolnya elektabilitas Prabowo. Namun disisi lain, ada juga pertanyaan, mantan danjen Kopassus kok cengeng. Baru diberondong pertanyaan di arena debat sudah mingseg mingseg hampir menangis.
Gambaran ini seolah berkebalikan dengan citra yang selama ini dibangun untuk Prabowo yang tegas, keras, petarung dan tahan banting. Jika direnung lebih dalam, tidak bisa dibayangkan Indonesia punya presiden yang cengeng, mlehoy, tidak bisa berfikir taktis dalam tenggat waktu terbatas, serta bisa menjadi contoh ketegaran, seperti ditunjukan para pemimpin Hamas yang sedang bertempur di Jalur Gaza. Opo tumon rek...!
Editor: Ariful Hakim