Ceknricek.com -- KH Mustofa Bisri atau akrab disapa Gus Mus tampil penuh penghayatan "membius" panggung pelataran timur Menara Kudus, Jawa Tengah, Sabtu (29/6) malam. Aksi pria yang disebut ''penyair balsem'' ini memukau penonton yang sebagian besar didatangi santri dan masyarakat Kudus.
Sejak awal penampilan, Gus Mus kerap berkelakar mengenai kelakuannya. Ia menyebut bakal membacakan 18 puisi, sajak pertama yang dibacakan adalah ''Hanien''. Setelah itu Gus Mus melanjutkan dengan membaca puisi ''Mulut''.
"Ini sajak untuk orang tua, judulnya mulut atau kalau sekarang jempol," ujar Gus Mus.
Ketika menyelesaikan dua puisinya Gus Mus segera turun ke tangga melanjutkan aksinya, ia kembali mengingat mengenai sejarah dari Kudus yang disebut Kota Wali. "Ini lokasi yang sangat bersejarah, kita dilihat Kanjeng Sunan Kudus. Karena itu saya perlu membacakan puisi saya 'Tadarus' untuk Sunan Kudus," kata Gus Mus.
Dimulai dari bismallah, lantunan ayat suci Al-Quran digubah menjadi sajak-sajak puisi. Karya sang 'penyair balsem' dengan suaranya yang khas saat membacakan tilawatil Quran membuat siapa pun yang mendengar terpana.
"Idzaa zulzilatil-ardhu zilzaalahaa, wa akhrajatil-ardhu atsqaalahaa, waqaala-insaanu maa lahaa. Ketika bumi diguncang dengan dahsyatnya dan bumi memuntahkan isi perutnya. Dan manusia bertanya-tanya: Bumi itu kenapa?," ucap pemimpin pondok Pesantren Roudltut Tholibin di Rembang, Jawa Tengah.
Di akhir panggung, Gus Mus menyinggung masyarakat yang sibuk dengan urusan dunia.
"Telah selesai ayat-ayat dibaca, telah sirna semua tilawahnya. Marilah kita ikuti acara selanjutnya, masih banyak urusan dunia yang belum selesai. Masih banyak urusan yang belum tercapai. Masih banyak keinginan yang belum tergapai. Marilah kembali berlupa, Insya Allah kiamat masih lama," ujar Gus Mus.
Puisi-puisi Gus Mus memang dikenal tajam dan menyentil. Ia kerap mengkritik dan menyindir tingkah beragama masyarakat luas, juga soal sosial-politik. Misalnya saja dalam syair yang hanya terdiri dalam satu kalimat 'Tuhan, Kami Sangat Sibuk'.
Sebutan 'penyair balsem' juga disematkan terhadap dirinya. Karya-karyanya kerap panas namun berkhasiat mengobati. Meski sajaknya selalu menyentil namun pembawaannya yang teduh membuat kritikannya bisa diterima siapa pun.