Ceknricek.com -- Pemerintah bakal menerapkan bea masuk tambahan atas produk impor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) dari China. Selanjutnya kalangan industri baja juga meminta hal yang sama. Indonesia Iron & Steel Industry Association (IISIA) sedang mengajukan safeguard dan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) atas sejumlah produk, serta berharap agar Permendag No. 110/2018 tentang Ketentuan Impor Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya berjalan efektif.
Barang-barang yang akan dilindungi mulai dari baja canai panas (hot rolled coil/HRC) hingga kawat baja. “Saat ini, satu-satunya perlindungan untuk produk baja hanya melalui upaya trade remedies mengingat tarif MFN (Most Favourable Nation) bisa ditembus dengan tarif FTA (Free Trade Agreement),” kata Chairman IISIA, Silmy Karim, seperti dikutip Bisnis, Kamis (19/9).
Sumber: Sindo
BMAD dan safeguard tersebut sangat penting bagi industri baja nasional di hulu sampai hilir mengingat barang impor yang sudah membanjiri pasar domestik. Adapun, produk yang asosiasi telah ajukan untuk mendapatkan safeguard dan masih diproses pemerintah adalah produk hot rod plate dan baja lapis seng.
Direktur Eksekutif Indonesia Zinc Aluminium Steel Indsutry (IZASI), Maharani Putri, juga mengungkap pihaknya sedang mengajukan BMAD bersama Kamar Dagang Indonesia (Kadin). Menurutnya, penerapan BMAD akan membantu industri baja lapis lokal bertahan.
Baca Juga: China Pengganggu Baja, Semen, dan Tekstil Kita
Produk baja jadi kini masuk ke dalam sepuluh besar barang impor dengan nilai dan volume tertinggi. Padahal, hal tersebut tidak terjadi pada tahun lalu.
Itu sebabnya, jika safeguard bisa diberlakukan maka selain melindungi industri dalam negeri juga bisa menjaga neraca perdagangan dengan China. Selama beberapa tahun, neraca perdagangan Indonesia selalu mengalami defisit dengan Negeri Panda itu. Ujungnya akan memberi tekanan kepada rupiah sebab perdagangan kedua negara lebih banyak menggunakan US dolar.
Keramik
Safeguard memang ampuh untuk menekan volume barang-barang impor, terutama dari China. Hal itu terlihat di industri keramik yang diberlakukan pemerintah di penghujung tahun lalu. Berdasarkan data impor semester I tahun ini, impor keramik China turun sebesar 15%.
Sayangnya, ketika impor keramik Tiongkok bisa ditekan, impor dari India justru melesat tajam, lebih dari ratusan persen. Makanya, saat ini Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) sedang mengajukan ke KPPI untuk memasukkan produk impor dari India ke dalam daftar negara safeguard.
Menariknya, meski produk impor China terkena safeguard mereka berupaya mempertahankan market share-nya dan berkompetisi dengan India. Salah satu caranya, menurunkan harga jual dan mengurangi ketebalan produk sehingga tercapai efisiensi baik dari sisi biaya produksi maupun biaya transportasi. Persaingan keduanya dimungkinkan sebab mayoritas industri keramik mereka menggunakan energi berupa coal gas yang lebih murah.
Sumber: Kontan
Seperti halnya tekstil, industri keramik juga mengharapkan kebijakan lain dari pemerintah agar mereka bisa menahan gempuran produk impor, atau bahkan meningkatkan persaingan di tingkat global. Salah satu kebijakan yang diharapkan adalah penurunan harga energi.
Penurunan harga gas itu sesuai dengan janji pemerintah sendiri seperti yang tertera dalam paket kebijakan ekonomi III dan kemudian dituangkan dalam Perpres No. 40 Tahun 2016. Dalam beleid itu disebutkan bahwa harga gas untuk industri keramik sebesar US$6 per mmbtu. Saat ini industri keramik masih membeli harga gas yang terbilang tinggi, antara US$7,98 hingga US$9,1 per mmbtu.
Baca Juga: Industri Tekstil Kita di Pintu Kebangkrutan
Padahal bagi industri keramik harga gas berkontribusi 30-35% dari total biaya produksi. Harga gas sangat mempengaruhi daya saing industri keramik karena setelah kenaikan harga gas yang sangat tinggi, kurang lebih 55% di tahun 2013, daya saing industri keramik Indonesia langsung turun drastis. Sebelumnya industri keramik nasional mampu menggenjot ekspor di atas 15% dari total produksi, dan saat ini besaran ekspor itu diperkirakan melorot di bawah 5%.
Pasca-pemberlakukan safeguard, indutsri keramik nasional melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan daya saingnya, seperti peremajaan mesin, terutama pemanfaatan teknologi klin yang lebih ramah energi, teknologi digital printing, peningkatan utilisasi produksi serta beberapa industri sedang melakukan ekspansi kapasitas untuk mencapai economy of scale yang lebih baik.
Investasi
Kembali ke industri baja. Maharani berharap pemerintah juga perlu mewaspadai arus investasi asing yang masuk ke industri baja. Pasalnya, permintaan baja nasional akan meningkat seiring dengan adanya proyek pemindahan Ibu Kota ke Kalimantan Timur senilai Rp466 triliun.
Relokasi pabrik baja China ke dalam negeri tetap akan mematikan industri baja lokal. Pasalnya, lapangan usaha antara pabrik hasil relokasi dari China dan pabrik lokal akan berbeda berkat insentif tax holiday dan tax allowance.
“Namanya orang sakit belum sembuh, dengan BMAD mungkin bisa sembuh. [Kalau pabrik baja China masuk,] itu namanya belum dikasih obat sudah ditembak. Ya mati lah [industri baja nasional],” katanya.
Sumber: IISIA
Relokasi pabrik baja China ke dalam negeri menurutnya, merupakan bentuk lain dari impor. Lapangan usaha antara pabrik baja lokal dengan hasil relokasi baru akan setara sekitar 2 tahun-3 tahun setelah BMAD terimplementasi.
Menurut data IZASI kapasitas terpasang industri baja lapis nasional mencapai 1,075 juta ton per tahun. Adapun, baja lapis biasa menopang 75% dari total produksi baja lapis nasional, sedangkan baja lapis warna berkontribusi sekitar 25%.
Dengan utilitas pabrikan industri baja lapis di posisi 40%, produksi industri baja lapis pada tahun ini diperkirakan hanya 430.000 ton per tahun. Penurunan utilitas tersebut disebabkan oleh baja lapis impor yang mendominasi 70% dari total baja lapis di pasar lokal. Adapun baja lapis dari Vietnam dan China mengisi 57% total permintaan baja lapis nasional.
Investasi asing memang diperlukan. Hanya saja, semua itu mesti selektif. Investasi China pada produk semen bisa menjadi pelajaran. Gara-gara pabrik Negeri Panda itu beroperasi di sini, pabrik semen yang sudah ada sebelumnya menjadi terdesak dan sebagian mengurangi produksi. Jangan pula baja bernasib seperti itu.
BACA JUGA: Cek POLITIK, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.