Menempatkan Kembali Polisi ke Koridor Demokrasi (4) | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Foto: Istimewa

Menempatkan Kembali Polisi ke Koridor Demokrasi (4)

Ceknricek.com--Sesudah berakhirnya era Perang Dingin (Cold War), Bush telah menjadikan war on terror sebagai instrumen baru pemerintah AS. Sejak itulah jargon tersebut menjadi baju bagi berbagai kebijakan luar negeri AS. Dan AS tidak melakukannya sendirian, melainkan melibatkan semua sekutunya di dunia.

Kebijakan war on terror yang dikampanyekan AS ini telah melahirkan kerak yang tidak mudah dibersihkan berupa terseretnya lembaga kepolisian di seluruh dunia menjadi kuasi-militer secara serentak. Dengan dalih war on terror dan preemptive strike aparat kepolisian kemudian dipersenjatai layaknya militer serta diperkenankan menerabas batas-batas privasi warga negara yang seharusnya mereka lindungi.

Semua orang yang diduga sebagai teroris, termasuk keluarga, serta orang-orang yang pernah kontak dengannya, tanpa kecuali menjadi obyek pengawasan polisi. Peristiwa 9/11 seolah merupakan lampu hijau bagi lembaga kepolisian untuk memasuki zona otoritarianisme.

Di Indonesia, ajakan Bush untuk memerangi terorisme ini telah disambut oleh pemerintahan Presiden Megawati dengan pembentukan sejumlah lembaga baru kuasi-militer, seperti BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme), serta Densus Anti Teror 88. Sayangnya, sebagaimana yang bisa kita lihat, kebijakan penanggulangan terorisme semacam itu hanya menghasilkan lingkaran setan semata.

Meski regulasi terus-menerus diperbarui, begitu juga dengan anggarannya, jumlah peristiwa dan kelompok teroris tidak pernah berkurang. Selama dua puluh tahun terakhir, sejak tragedi Bom Bali 2002, polisi sebenarnya telah menangkap lebih dari seribu orang terduga teroris.

Menurut Komnas HAM, hingga 2016 ada sekitar 118 terduga teroris telah ditembak mati. Dari sisi anggaran, Polri terus-menerus meminta tambahan anggaran untuk penanganan terorisme, khususnya untuk menunjang kegiatan Satgas Antiteror membasmi sel-sel teroris di tiap Polda seluruh Indonesia. Namun, upaya itu terbukti tak bisa mencegah dan mengatasi terjadinya terorisme.

Menariknya, sesudah melewati tiga rezim pemerintahan, mulai dari Presiden Bush, Jr., Barack Obama, hingga Donald Trump, Presiden AS yang baru, Joe Biden, telah mengambil langkah berlawanan. Keputusan Biden untuk memulangkan pasukan AS dari Afghanistan pada 2021 lalu, misalnya, secara simbolis bisa dianggap telah mengakhiri kebijakan war on terror yang dulu diproklamirkan Bush. (Bersambung)


Editor: Ariful Hakim


Berita Terkait