Ceknricek.com--Kebijakan AS itu seharusnya bukan hanya diikuti oleh koreksi terhadap seluruh kebijakan mengenai apa dan bagaimana itu terorisme, melainkan juga harusnya diikuti oleh koreksi terhadap langkah keliru proses militerisasi lembaga kepolisian.
Momen kedua yang telah menyeret lembaga kepolisian ke jalan otoritarianisme adalah pandemi Covid-19. Sebagaimana yang telah saya tulis dalam buku Demokrasi di Tengah Pandemi (2020), kebijakan pembatasan, karantina, juga penguncian (lockdown) selama pandemi berlangsung, telah dimanfaatkan oleh rezim-rezim non-demokratis untuk melakukan pembatasan kebebasan sipil. Dengan menggunakan tangan polisi, rezim-rezim non-demokratis telah menarik mundur demokrasi di seluruh dunia.
Menurut data The Economist Intelligence Unit (EIU), pandemi Covid-19 memang telah membuat Indeks Demokrasi secara global merosot sepanjang tahun 2020. Menurut IEU, sepanjang tahun itu skor rata-rata Indeks Demokrasi secara global turun menjadi 5,37 (dalam skala 0-10), yang merupakan skor terburuk sejak indeks tersebut pertama kali disusun pada 2006.
Dari 167 negara yang disurvei, 116 di antaranya (hampir 70 persen) mengalami penurunan skor. Hanya 38 negara (22,6 persen) yang skornya mengalami perbaikan, sementara 13 lainnya skornya stagnan.
Ada 60 indikator yang digunakan EIU untuk menentukan indeks demokrasi suatu negara. Enam puluh indikator itu dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu proses pemilu dan pluralisme, fungsi dan kinerja pemerintah, partisipasi politik, budaya politik, dan kebebasan sipil. Berdasarkan skor atas indikator-indikator tadi, EIU akan mengklasifikasikan negara-negara yang disurvei ke dalam empat kategori, yaitu demokrasi penuh (full democracies), demokrasi cacat (flawed democracies), rezim hibrida (hybrid regimes), dan rezim otoriter (authoritarian regimes).
Menurut parameter yang disusun IEU, hampir separuh dari populasi dunia (49,4 persen) hidup di tengah sistem demokrasi, dan lebih dari sepertiga populasi hidup di bawah pemerintahan otoriter. Sesuai dengan indikator kemerosotan skordemokrasi secara global, jumlah negara yang masuk kategori rezim otoriter sepanjang tahun kemarin memang mengalami peningkatan, dari semula 54 (2019) menjadi 57. (Bersambung)
Editor: Ariful Hakim