Ceknricek.com -- Pulau Bali yang dikenal sebagai Pulau Dewata memiliki pahlawan sekaligus pejuang bernama I Gusti Ngurah Rai yang gugur hari ini 73 tahun silam, tepatnya pada 20 November 1946 dalam pertempuran Puputan Margana.
Atas jasa-jasanya dalam mempertahankan kedaulatan Republik, namanya diabadikan sebagai bandara internasional di Pulau Bali. Selain itu, lewat surat keputusan Presiden RI No.063/TK/tahun 1975, I Gusti Ngurah Rai dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.
Kiprah I Gusti Ngurah Rai
I Gusti Ngurah Rai lahir di desa Carangsari, Petang, Badung, Bali, pada 30 Januari 1917 sebagai putra kedua dari tiga bersaudara pasangan I Gusti Ngurah Patjung dan I Gusti Ayu Kompyang. Ayahnya adalah seorang Manca (Camat), sementara ibunya berasal dari keluarga terpandang.
Ngurah Rai menempuh pendidikan di Hollands Inlandse School (HIS) yang ada di Bali. Setelah menyelesaikan pendidikannya di HIS, ia melanjutkan pendidikan ke Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs (MULO) di kota Malang.
Sumber: Istimewa
Baca Juga: Mengenang Oerip Soemohardjo, Sesepuh Tentara Indonesia yang Dilupakan
Tamat di MULO, Gusti Ngurah Rai masuk Militaire Cade School (Sekolah Militer) dari Korps Prayodha Bali di Gianyar dan lulus dengan pangkat letnan dua pada 1940. Dia melanjutkan pendidikan dengan mengambil spesialisasi artileri di Corps Opleiding Voor Reserve Officieren (CORO), Magelang.
Pada masa pendudukan Jepang I Gusti Ngurah Rai sempat bekerja sebagai pegawai Mitsui Hussan Kaisya, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pembelian padi rakyat. Selain itu ia juga menghimpun pemuda-pemuda Bali dalam Gerakan Anti Fasis (GAF)
Tahun 1945, setelah Indonesia merdeka, I Gusti Ngurah Rai bergabung dengan angkatan perang RI dan ditujuk sebagi komandan resimen Tentara Kemanan Rakyat (TKR) untuk wilayah Sunda Kecil (meliputi Bali dan Nusa Tenggara). Dari sinilah kelak ia memimpin pasukannya, Ciung Wanara dalam Perang Puputan Margana.
Perang Puputan Margana
Awal Maret tahun 1946, Belanda kembali mendaratkan pasukannya di Bali setelah Perjanjian Linggarjati membuat mereka memiliki hak untuk kembali menguasai pulau tersebut. Sementara itu, I Gusti Ngurah Rai sedang pergi ke Yogyakarta untuk berkonsultasi ke markas besar TKR.
”Jangan gentar, Sunda kecil harus mampu berdiri sendiri. Lanjutkan perjuangan dengan apa yang ada walaupun perhatian dari pusat kurang,” kata I Gusti Ngurah Rai sebelum berangkat ke Yogyakarta.
Ketiadaan I Gusti Ngurah Rai tak pelak membuat pasukannya tercerai berai dan kewalahan dalam menghadapi gempuran tentara Belanda. Setelah pulang, I Gusti Ngurah Rai kembali mengumpulkan sisa pasukan dan bersiap untuk mengusir penjajah.
Sumber: Istimewa
Pada saat itu, I Gusti Ngurah Rai sempat diajak kerjasama oleh Belanda untuk bergabung dalam mendirikan Negara Indonesia Timur (NIT), namun ia menolak mentah-mentah dan memilih untuk berpihak kepada Republik.
Penolakan ini kontan membuat Belanda melancarkan serangan besar-besaran pada 20 November 1946, di Desa Marga tempas pos pasukan I Gusti Ngurah Rai ketika melakukan gerilya di Bali.
Baca Juga: Kisah Sultan Nuku, Pangeran Pemberontak dari Tidore
“Sejak pagi-pagi buta tentara Belanda mulai mengadakan pengurungan terhadap desa Marga. Kurang lebih pukul 10.00 pagi mulailah terjadi tembak-menembak,” tulis Nyoman Pendit dalam Bali Berjuang (1979).
Pertempuran berjalan sengit setelah rentetan tembakan yang dilancarkan oleh pasukan Gajah Merah KNIL pimpinan Kolonel Ter Meulen dibalas oleh pasukan Ciung Wanara pimpinan I Gusti Ngurah Rai. Mereka sempat terdesak, meskipun begitu I Gusti Ngurah Rai menyerukan untuk bertempur sampai mati
Sumber: Kintamani
Menurut catatan Pendit, 96 orang dari pihak Indonesia termasuk Rai kemudian gugur sebagai pahlawan dalam pertempuran tersebut, sementara itu dari pihak Belanda sekitar 400 orang tewas. Peristiwa ini lalu dikenal sebagai Perang Puputan Margana.
Atas jasanya itu, I Gusti Ngurah Rai pun ditetapkan sebagai pahlawan nasional lewat SK Presiden RI No.063/TK/tahun 1975, dengan dianugerahi bintang mahaputra dan kenaikan pangkat menjadi Brigadir Jendral TNI (Anumerta) I Gusti Ngurah Rai.
BACA JUGA: Cek SEJARAH, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.
Editor: Farid R Iskandar