Mengenang Toriq Hadad Penjaga Marwah Wartawan | Cek&Ricek wardah-colorink-your-day
Devi, berjilbab dan puteranya Hafez Hadad menabur bunga di makam TH, Sabtu (8/5/21).

Mengenang Toriq Hadad Penjaga Marwah Wartawan

Ceknricek.com -- Keluarga besar Tempo Inti Media dan pers Indonesia sedang berduka. Juga kehilangan. Toriq Hadad, wartawan senior dan direktur utama grup penerbitan PT Tempo Inti Media, berpulang ke rahmatullah, Sabtu pagi (8 Mei 2021) sekitar pukul 05.00 WIB di Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta. 

Toriq atau biasa dikenal dengan inisial TH,  memulai karier sebagai reporter di Majalah Tempo  pada tahun 1984. Bersama antara lain, dengan Ahmed Kurnia Soeriawidjaja (Utun) dan Gatot Triyanto.

Kesukaannya pada olah raga, menyebabkan TH dan juga Utun segera ditugaskan Yusril Djalinus, Kadiv Peliputan yang kemudian menjadi redaktur pelaksana, memperkuat tim peliput olah raga Tempo. Sebelumnya di tim itu hanya ada Rudy Novrianto dan saya sebagai penjaga rubrik (redaktur).

Dalam perjalanan karier jurnalistiknya TH termasuk wartawan yang cepat dan kuat bekerja dalam tim. Ia tak cuma terampil menulis, tapi bisa mengelola waktu dalam bekerja sesuai tenggat waktu. Nyaris semua buruan beritanya masuk sesuai deadline penugasan. Ada sekitar dua tahun kami bekerjasama.

Setelah saya meninggalkan Tempo, karier TH bergerak maju. Ia kemudian tampil memimpin biro dan kemudian masuk ke ke jajaran redaktur. Saya kira, TH bisa  dikategorisasikan sebagai salah satu figur sukses wartawan di Tempo atau role model bagi dunia kewartawanan Indonesia.

Ia meniti kariernya dari bawah sampai kemudian dipercayai memegang posisi puncak manajemen industri pers yang berkualitas dan terpandang. Sayangnya, ia  berpulang dalam usia yang relatif muda, dan pada saat tenaganya sangat dibutuhkan  dalam menangani tantangan berat yang dihadapi grup medianya di era disrupsi media.

Sabtu sore tadi, puluhan teman kantor, keluarga dekat dan relasi dekat Tempo lainnya tampak mengantarkan jenazah TH ke peristirahatannya yang terakhir di TPU Jeruk Peruk, Cilandak, Jakarta Selatan. Devi Adaeng Sari, isteri TH dan Hafez Hadad, putera tungggal Almarhum bersama Devi tampak ikut melepas kepergian TH ke alam barzah.

Wartawan senior dan aktivis pemerhati lingkungan Ismid Hadad, 81, paman TH,  menyampaikan sambutan pelepasan atas nama keluarga.

Suasana duka sangat terasa di TPU Jeruk Purut. Banyak teman dan kolega TH masih merasa kaget. Jurnalis senior yang ramah dan rendah hati itu pergi terlalu cepat. Baru tanggal 22 April lalu, dia merayakan ulang tahunnya yang ke- 61. 

TH hanya sempat dirawat sekitar seminggu saja di rumah sakit. Sabtu malam, 1 Mei, eksekutif puncak Tempo  yang rajin berolahraga itu-- mulai sepakbola, tenis dan akhir-akhir ini terutama tenis meja--mendadak kolaps di rumahnya di kawasan Pamulang, Tangerang Selatan.

"Tiba-tiba saja dia muntah-muntah di tempat tidur," tutur Devi Adaeng Sari, isteri Toriq.

"Wajahnya pucat dan jari-jari tangan seperti bengkok meringkel. Saya coba luruskan dan kemudian larikan dia ke RSPI."

TH, mendapat penanganan intensif dan segera dimasukkan ke ICU RSPI. Rabu pagi, 5 Mei, ia menjalani katerisasi. Hasilnya sebenarnya sempat membesarkan hati Devi, puteri mantan wartawan Kompas Yus Soemadipradja. 

"Tidak ada penyumbatan serius di pembuluh darah. Kata dokter, hanya ada sedikit lemak di serat-serat jantung dan itu bisa diatasi dengan meminum obat. Tidak harus dan perlu menjalani operasi," tambah Devi, adik kelas TH di IPB. 

Devi usai kateterisasi itu tampak tegar dan optimistik suaminya bakal bisa segera sembuh. Ia memaklumi, karena pandemi tak banyak saudara dan teman bisa menjenguk mereka di rumah sakit. Hanya beberapa teman saja yang sempat menemui TH. 

Jurnalis senior yang gigih memegang prinsip independensi dan integritas wartawan itu tampak terbaring sendirian di ruang ICU pasca menjalani kataterisasi. Saya tertegun memandang tubuhnya. Terbaring dengan sejumlah selang dan peralatan medis. Saya sempat berdoa kepada Allah, semoga rekan yang baik hati dan santun ini diberiNya kesembuhan.

"Pasien memang ditidurkan pasca operasi," bisik seorang perawat di ICU RSPI.

Lahir di Pasuruan, Jawa Timur, TH meneruskan kuliah di IPB pada tahun 1979. Ia termasuk di antara banyak alumni IPB yang kemudian bekerja sebagai wartawan.

Di Tempo, selain TH, ada Rudy Novrianto, Putut Trihusudo, Zaim Uchrowi, Suhardjo Hs, dll. Di luar Tempo, sesama alumni IPB, TH seangkatan dan bersahabat dengan Tomy Suryapratomo, mantan pemred Kompas, mantan dirut Metro TV,  yang kini menjadi dubes RI di Singapura.

"Saya menjadi bersahabat karena punya hobi sama yaitu sepak bola. Toriq sering makan di rumah saya di Bogor. Sesudah makan yang kita bahas, ya sepak bola, bukan urusan sekolah," tulis Tommy di WAG SIWO.

Kedua pegila bola dan juga mantan wartawan olah raga itu boleh juga dianggap sebagai figur sukses alumni IPB yang bisa memegang posisi puncak di industri media terkemuka Indonesia.

Mereka sukses karena kinerja sebagai pekerja profesional. TH masuk dan menjadi wartawan Majalah Tempo melalui proses rekrutmen. Meski pun pamannya Fikri Jufri adalah salah satu pendiri dan petinggi di Majalah Tempo, ia praktis tidak mendapat privilege dalam perjalanan kariernya di Tempo.

Ia teruji. Dari mulai meliput, menulis, mengkoordinasikan peliputan, mengelola news room sampai dipercaya memegang posisi puncak.

Sebagai wartawan dan eksekutif puncak Majalah Tempo, dia saya amati bergaul dengan semua lapisan. Dan tetap bisa menjaga jarak independensinya dengan narasumber.

TH juga sangat menghormati seniornya. Saya amat terkesan ketika pada seputar tahun 2013, dia datang menemui saya di RS Husada Jakarta. Waktu itu, putera saya Dimas Indra Buana Siregar, reporter Majalah Tempo, mengalami kecelakaan. Ia bersepeda motor. Pulang meliput di wilayah Jakarta Kota dan  diseruduk oleh kendaraan tak dikenal. Sempat luka parah Dimas dirawat dan masuk ICU.

Esoknya TH datang dan membesarkan hati saya. Dia membawa teman dari Polda Jaya yang, katanya, akan ikut mencari penabrak lari itu. Wahyu Diatmika alias Bli Komang, juga di antara pimpinan muda Tempo yang waktu itu ikut datang membesuk Dimas.

TH merawat baik hubungan silaturahim dengan para alumni Tempo. Kami sering berkomunikasi. Via telepon atau WA. Dia tetap santun dan menjelaskan dengan tenang apa saja kritik orang tentang pemberitaan Tempo. Saya termasuk sering menyampaikan beberapa keluhan dan kritik pembaca kepada TH.

Salah satunya pada sekitar tahun 2017. Tatkala gencarnya promosi Mega Proyek properti Meikarta (Lippo Group) di Cikarang, Jawa Barat. Waktu itu tersiar kabar Grup Lippo menyiramkan dana promosi sekitar Rp 1,2 triliun ke sejumlah media arus utama.

 "Media utama kita sudah terbeli semua," kritik teman-teman wartawan di sebuah WAG.

Termasuk majalah dan grup Tempo? Teman tadi mengiyakan dengan yakin. Saya pun menelpon TH mengecek kebenaran info itu. Jawaban TH tenang dan tegas. 

"Semua media sekarang memerlukan iklan, Bang. Tapi, Insya Allah, Tempo akan tetap menjaga pagar api (firewall). Iklan kalau sesuai standar tidak akan ditolak, tapi Tempo tetap mengkritisi proyek itu. Tunggu aja. Tim investigasi kami sedang bergerak meliput proyek itu."

Jawaban TH tenang dan meyakinkan. Saya percaya dia dan tim investigasi Tempo. Mereka masih menjaga marwahnya sebagai media kontrol sosial publik. 

"Saya senang abang cek itu pada saya. Kami, Insya Allah, akan tetap menjaga nilai-nilai idealisme para senior Tempo."Suara TH kalem saja. Tidak jemawa dan meledak-ledak. 

Tipikal pemimpin seperti itu kayaknya memang pas buat institusi media sekelas Tempo. Pemimpin yang harus terus berupaya tegar dan kukuh menghadapi dinamika perubahan di jagat media. Menjaga sekuatnya agar jurnalisme baik tetap bisa bertahan di media arus utama.TH sudah berbuat maksimal untuk itu. 

Sebenarnya, saya kira, Tempo dan dunia pers kita masih membutuhkan dia dan tipikal orang seperti dia. Sederhana. Kukuh dan tegar dengan idealisme jurnalistiknya dalam menghadapi pelbagai tekanan dan angin perubahan. Selalu siap mendengar dan berkomunikasi dengan para stake holdernya.

Selamat jalan, sobat Toriq Hadad. Kami kehilangan seorang teman penjaga marwah profesi.Semoga Allah menerimamu dan memberimu tempat terbaik di sisiNya. Aamiin.

*Penulis adalah alumni Tempo



Berita Terkait