Oleh Marsma TNI (Purn). Dr. dr. Krismono Irwanto., MHKes.
09/10/2024, 16:05 WIB
Ceknricek.com--Sekolah dulunya berasal dari kata "schola," yang berarti "waktu luang," mencerminkan tujuan awal pendidikan sebagai kesempatan untuk berpikir dan menjelajah. Namun, saat ini, sekolah seringkali menjadi ajang perlombaan yang penuh tekanan, di mana siswa terpaksa memenuhi tuntutan akademis yang semakin menumpuk.
Pendidikan yang dulu dirancang untuk memberikan pengalaman mendalam kini terjebak dalam rutinitas yang serba cepat. Buku yang seharusnya dinikmati dengan santai dibaca tergesa-gesa untuk memenuhi tenggat, lukisan yang dirancang untuk dinikmati secara mendalam hanya dipandang sepintas dalam kursus, dan musik yang seharusnya dinikmati dengan tenang dipelajari hanya untuk mengenali gaya. Akibatnya, institusi pendidikan yang seharusnya menjadi tempat pembelajaran yang tenang kini menjadi arena kompetisi yang sengit, di mana keberhasilan diukur dari hasil dan produktivitas.
Kini saatnya orang tua, pemerintah, dan pembuat kebijakan untuk memikirkan kembali pendekatan kita terhadap pendidikan. Tekanan yang terus-menerus ini tidak hanya membebani siswa secara mental tetapi juga mengabaikan makna sebenarnya dari pendidikan. Kita perlu beralih dari fokus pada kuantitas dan pencapaian semata, menuju pembentukan karakter dan pemahaman yang mendalam.
Orang tua perlu memahami bahwa keberhasilan anak-anak tidak hanya terukur dari nilai akademis dan prestasi luar. Pemerintah dan pembuat kebijakan harus mempertimbangkan reformasi pendidikan yang lebih menekankan pada pengembangan diri, kreativitas, dan kecerdasan emosional, bukan hanya persaingan dan hasil yang terukur.
Mari kita kembalikan sekolah kepada tujuan utamanya: sebagai tempat eksplorasi dan refleksi, bukan sekadar arena kompetisi. Dengan mengubah paradigma ini, kita dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih sehat dan bermakna untuk generasi mendatang.
Editor: Ariful Hakim