Mereka Mengira KPK Sedang Tidur | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Foto: Istimewa

Mereka Mengira KPK Sedang Tidur

Ceknricek.com -- Para pejabat yang selama ini ingin mencicipi duit haram boleh jadi berpikir, saat inilah paling aman main suap-suapan. Mereka mungkin berasumsi bahwa pada saat ini Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK sudah lemah gemulai. Enggak berdaya. Soalnya, lembaga anti rasuah ini sudah tidak bisa lagi sembarangan menyadap buruannya

Apes benar Bupati Sidoarjo, Saiful Ilah. Juga Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan. KPK menangkap basah atau OTT keduanya dalam kasus korupsi, di tempat, dan pada hari berbeda. Saiful kena OTT di Sidoarjo pada Selasa (7/1). Sedangkan Wahyu di kantor KPU Jakarta, Rabu (8/1).

Mereka Mengira KPK Sedang Tidur
Sumber: Medainside

Ketua KPK, Firli Bahuri, menyebut OTT tersebut terkait kasus suap. "Kami masih bekerja," ujar Firli, memamerkan OTT Saiful Ilah. Maklum saja, ini adalah OTT perdana bagi KPK pimpinan Firli. Bekas Kapolda Sumatera Selatan ini dilantik Presiden Joko Widodo sebagai Ketua KPK pada 20 Desember 2019.

Baca Juga: Penangkapan Wahyu Setiawan Seret Nama Caleg dan Staf Sekjen PDIP

Dalam operasi itu, KPK juga meringkus ajudan bupati dan pihak swasta. KPK menduga Saiful menerima sejumlah uang terkait proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.

Mereka Mengira KPK Sedang Tidur
Foto: Ashar/Ceknricek.com

Lucunya, kabar yang beredar justru menyebut penyadapan dan OTT yang dilakukan KPK tersebut tidak sepengetahuan Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Padahal dalam UU baru, dewas adalah pemegang wewenang yang mengeluarkan izin menyadap. Sadapan merupakan senjata tim penindakan KPK untuk mengumpulkan informasi sebelum OTT. "Dewas tidak tahu," ujar Anggota Dewas KPK Albertina Ho kepada detikcom, Rabu (8/1).

Peninggalan Masa Lalu

Indonesia Corruption Watch atau ICW juga mencibir. LSM antikorupsi ini meragukan kontribusi pimpinan KPK era Firli Bahuri dalam operasi tersebut. ICW menduga rencana OTT ini sudah ada sejak era kepemimpinan Agus Rahardjo. "ICW tidak terlalu yakin tangkap tangan ini berhasil dilakukan atas kontribusi dari pimpinan KPK baru," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, dalam keterangan tertulis, Rabu, 8 Januari 2020.

Dugaan ICW soal OTT memang tidak keliru. Menurut Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, rencana OTT Sidoarjo sudah dilakukan sejak lama. Karena itu, kata dia, Dewan Pengawas KPK tak terlibat dalam operasi ini.

Mereka Mengira KPK Sedang Tidur
Foto: Ashar/Ceknricek.com

Hanya saja, Menko Polhukam, Mahfud MD, menegaskan OTT merupakan penegakan hukum yang terjadi saat eksekusi dilakukan. "Karena OTT itu per hari itu, bahwa diintipnya sejak dulu ya mungkin, tetapi bahwa kebijakan boleh OTT itu sejak tanggal 19 Desember sepenuhnya kewenangan Dewan Pengawas," ujarnya.

Baca Juga: Bupati Sidoarjo: Minta Maaf Kenapa? Nggak Salah Kok

Mahfud dan juga Sekretaris Kabinet, Pramono Anung pun seperti punya celah untuk menjelaskan kepada publik bahwa KPK baik-baik saja. KPK masih perkasa. “Berarti tidak ada yang berubah drastis dari berlakunya undang-undang itu," ujar Mahfud. "Ini menunjukkan KPK masih mempunyai kekuatan yang sangat kuat sehingga tidak perlu lagi kecurigaan diperdebatkan dalam hal itu," tambah Pramono Anung.

Mereka Mengira KPK Sedang Tidur
Foto: Ashar/Ceknricek.com

Menurut Mahfud, OTT tersebut membuktikan UU KPK yang baru tidak menghambat kerja KPK.

Mahfud mengakui dirinya semula tidak mendukung UU KPK direvisi. Bekas Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini mengatakan sempat khawatir revisi bisa membuat KPK menjadi lemah dalam memberantas korupsi. Salah satunya, karena proses OTT melalui izin Dewas.

Namun, kata Mahfud, kekhawatiran itu terbantahkan karena proses revisi UU KPK dilakukan secara kenegaraan yang sah. "Mari kita berharap karena undang-undang udah jadi, mudah-mudahan KPK tidak menjadi lemah. Dulu yang dikhawatirkan orang kan KPK tidak bisa lagi melakukan OTT karena apa, karena di UU tersebut disebut harus dengan izin Dewan Pengawas," ujarnya.

Lebih Ribet

Hanya saja, Peneliti ICW Kurnia mengingatkan OTT Sidoarjo tidak menunjukkan bahwa KPK sedang baik-baik saja sejak UU KPK baru berlaku. Ia meyakini perizinan untuk melakukan penindakan korupsi akan lebih ribet dengan adanya Dewan Pengawas. "Sederhana saja, bagaimana mungkin tangkap tangan akan efektif jika penyadapan saja memerlukan waktu lama karena harus melalui izin Dewan Pengawas," katanya.

Mereka Mengira KPK Sedang Tidur
Sumber: Sinarharapan

ICW memprediksi KPK ke depan akan menghadapi banyak gugatan praperadilan yang mempersoalkan proses penindakan karena hadirnya UU KPK baru. Menurut dia, jika itu benar terjadi, maka Presiden Joko Widodo dan DPR adalah pihak yang harus disalahkan atas kondisi tersebut.

Sikap pesimisme ICW ini tentu saja cukup berdasar. Kerja KPK saat ini, selain dibekali dengan aturan yang sudah dipreteli, ketuanya pun dianggap bermasalah. Jejak masa lalu Firli Bahuri membuat publik curiga bahwa dia tidak bersih.

Baca Juga: Ketua KPK Firli Bahuri: Masih Ada PR Besar yang Harus Diperbaiki 

Terbaru nama Firli disebut-sebut masuk pusaran kasus korupsi. Hal ini terungkap dalam sidang eksepsi Bupati Muara Enim, Ahmad Yani, dalam perkara suap Rp12,5 miliar terkait 16 paket proyek, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palembang, Selasa, 7 Januari 2020. 

Kepala Bidang Jalan dan Jembatan Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim, Elfin MZ Muchtar, disebut sempat menghubungi kerabat Firli Bahuri untuk berkoordinasi memberikan uang.

Percakapan itu terjadi pada 2 September 2019. Hari itu, Elfin berencana memberikan uang sejumlah US$35 ribu atau setara Rp500 juta kepada Firli yang saat itu masih menjabat Kapolda Sumsel.

Mereka Mengira KPK Sedang Tidur
Sumber: Tempo

Menurut Tempo, rencana penyerahan uang itu muncul setelah Ahmad Yani bertemu dengan Firli pada 31 Agustus 2019. Setelah pertemuan itu, Ahmad Yani meminta Elfin menyiapkan uang perkenalan untuk Firli. Elfin mengusulkan angka Rp500 juta yang akan diberikan dalam bentuk mata uang asing.

Saat menjadi komisioner KPK, Firli juga sempat diperiksa komisi etik. Kini, banyak pihak juga mendorong dibentuknya komisi etik untuk melakukan pemeriksaan atas tindakan Firli yang merangkap jabatan.

Selain sebagai Ketua KPK, Firli merangkap jabatan sebagai Analisis Kebijakan Utama Badan Pemilihara Keamanan (Baharkam) Mabes Polri. Perangkapan jabatan secara sengaja adalah pelanggaran atas prasyarat menjadi Pimpinan KPK.

Firli dianggap telah menabuh gendang berirama gonjang-ganjing yang potensial dapat menghancurkan kredibilitas lembaga KPK. Penyelidik, penyidik dan penuntut umum KPK saja harus diberhentikan sementara dari instansi kepolisian dan kejaksaan selama bekerja di KPK. Hal ini sesuai Pasal 39 ayat (3) UU Nomor 30/2002 tentang KPK yang tidak diubah dalam UU Nomor 19/2019. “Sebagai Ketua KPK, Firli punya indikasi telah secara sengaja menghina dirinya sendiri dan lembaga KPK,” ujar eks Komisioner KPK Bambang Widjojanto.

BACA JUGA: Cek POLITIK, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini


Editor: Farid R Iskandar


Berita Terkait