Ceknricek.com -- Ancaman dari paparan bahan kimia, merkuri berat masih mengancam warga sekitar Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Menurut hasil penelitian dari Universitas Indonesia terhadap para penambang di tahun 2016, tujuh warga di Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat terpapar bahan kimia merkuri berat.
Mereka yang terpapar itu merupakan penambang liar yang melakukan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di pegunungan Sekotong, Lombok Barat.
"Mereka yang terpapar merkuri ini rata-rata sudah di ambang batas," kata Kepala Dinas Kesehatan NTB, dr Nurhandini Eka Dewi, seperti dilansir Antara (18/11).
Sungguh disayangkan mengingat mereka yang terpapar merkuri ini sejatinya masih berada dalam usia produktif. Paparan merkuri juga dikhawatirkan terpapar pada ibu hamil yang bisa membuat anak yang dilahirkan mengalami cacat, seperti kasus Minamata di Jepang.
Sumber: Tempo
"Inilah yang kita khawatirkan dampaknya. Karena selain berdampak pada manusia, lingkungan di Sekotong saat ini juga sudah ikut tercemar," ucap Eka.
Baca Juga: IFC 2019, Kompetisi Memperbaiki Lingkungan Jadi Lebih Indah
Untuk mencegah dampak yang lebih buruk, Dinas Kesehatan NTB telah meminta agar segala aktivitas PETI di Sekotong dihentikan. Tidak hanya di Sekotong, di lokasi PETI lainnya di NTB juga harus dihentikan.
Dinas Kesehatan NTB juga akan segera menyusun rencana aksi daerah yang salah satu bentuk kegiatannya yakni memberikan edukasi kepada penambang, keluarga penambang dan lingkungan penambang untuk tidak melakukan PETI lagi. "Edukasi ini penting dilakukan supaya mendorong masyarakat berhenti dan tidak menggunakan merkuri," katanya.
Sebelumnya, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Mataram (Unram), dr Hamsu Kadryan menyebutkan pihaknya juga telah menemukan bayi tanpa anus sebagai dampak dari penggunaan merkuri di PETI kawasan Sumbawa Barat. PETI ini memang menyebabkan kelainan bawaan, misalnya bayi tidak memiliki anus, bayi tanpa ada jari-jarinya di tangan, bahkan ada bayi yang tidak mendengar.
Ke depannya, ketika si bayi sudah tumbuh besar khususnya dalam bersosialisasi hingga mencari nafkah, hal ini tentu akan mengganggu generasi tersebut. Sementara itu, Wakil Ketua Nexus3 Foundation, Yuyun Ismawati Drwiega menyebutkan, paling tidak terdapat empat sentra pengolahan hasil PETI di Sumbawa Barat yang bisa bebas menggunakan merkuri seperti di Barea dan Lamonga. Mereka bisa bebas membeli zat merkuri itu di pasaran.
"Home industry ini dampaknya fatal, tapi dibiarkan, satu botol kecil harga merkuri Rp1,5 juta. Padahal, dampak dari penggunaan zat itu di lingkungan tidak bisa hilang serta merta meski mereka telah beralih dalam penggunaannya.
Seperti peristiwa Minamata, Jepang saja lingkungannya membutuhkan waktu 14 tahun untuk bebas dari cairan tersebut. "Kandungan itu ada di laut hingga di dapur rumah, bayangkan berapa investasi untuk membersihkannya," katanya.
BACA JUGA: Cek SEJARAH, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.