Ceknricek.com - Tingginya makna filosofi dari baju adat Minangkabau terutama untuk penghormatan terhadap kaum wanita, menjadi daar dilayangkannya protes keras kepada Anne Avantie. Pasalnya dalam salah satu peragaan busana karyanya di ajang Indonesia Fashion Week 2018, desainer kondang spesialis kebaya ini menampilkan desain perpaduan kebaya dengan suntiang atau sunting Minangkabau.
Desain kebaya dengan bukaan lebar di bagian atas, hingga membuat beberapa bagian tubuh atas dari dada hingga punggung terlihat jelas, dipandang sebagai bentuk pelanggaran atas pakem adat yang berlaku. Dan bahkan hal itu juga dinilai sebagai sebuah bentuk pelecehan atas prinsip-prinsip adat Minangkabau yang selama ini begitu lekat dengan penerapan syariat Islam.
“Dalam masyarakat Minang, kita sangat memegang teguh prinsip ‘adat basandi syarak dan syarak basandi kitabullah’. Karena itulah, siapapun tidak bisa dengan seenaknya mengubah tatanan yang selama ini telah dipegang teguh dan dijaga oleh masyarakat Minang. Termasuk dalam tata caea berpakaian,” jelas Nevi Irwan Prayitno, Ketua Penasihat Bundo Kanduang Sumatera Barat kepada ceknricek, Senin (9/4).
Karena itulah, terkait desain kontroversi yang ditampilkan Anne Avantie, Nevi yang juga istri Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno itu sempat menggalang suara dan tanda tangan dari para ketua Bundo Kanduang se Sumatera Barat, untuk melakukan somasi kepada Anne Avantie. Sebagai wujud reaksi keras dari pelecehan adat yang dilakukan oleh desainer kelahiran Semarang itu.
“Apa yang terjadi pada ajang peragaan busana kemarin sebenarnya bisa dibilang puncak dari keresahan yang terjadi selama ini. Di mana atas nama kreatifitas, banyak desainer yang terkadang tidak mengindahkan nilai-nilai filosofi dari pakem yang sudah ada. Sehingga kemudian menciptakan rancangan busana yang justru keluar dari aturan yang ada. Sehingga bersamaan dengan momentum besar (Indonesia Fashion Week 2018) itu, maka kami sepakat untuk berencana melakukan somasi terhadap ibu Anne Avantie. Agar ke depan bisa menjadi pelajaran bagi yang lainnya,” sambung Nevi.
Namun belum sempat rencana itu terwujud, ternyata Anne Avantie dengan berbesar hati telah menyampaikan permintaan maaf secara terbuka. Sehingga rencana untuk membawa masalah ini ke ranah hukum pun diurungkan. Karena Nevi dan para angota Bundo Kanduang yang lain melihat bahwa inisiatif Anne Avantie untuk minta maaf sebelum disomasi, adalah sebuah keputusan luar biasa yang harus diapresiasi. Sehingga Nevi berharap, seluruh lapisan masyarakat adat Minangkabau juga bisa menerima permintaan maaf itu dengan lapang dada.
“Secara prinsip tentu kami menyayangkan terjadinya insiden itu. bahkan akibat kejadian itu bisa dilihat bagaimana reaksi yang begitu keras muncul dari berbagai kalangan masyarakat Minang. Baik yang ada di dalam negeri maupun di luar negeri. Tapi karena ibu Anne Avantie telah menyampaikan permintaan maaf dan berjanji tidak akan mengulangi lagi, maka sebagai masyarakat yang beradat dan berbudaya, bisa menerima dengan terbuka permintaan maaf itu. dan berharap desain kreasi serta inovasi yang muncul di masa yang akan datang, selalu mempertimbangkan nilai-nilai adat serta budaya. Untuk menuju ke tingkat peradaban yang lebih tinggi,” jelasnya.
Karena itulah Nevi juga menegaskan bahwa pemberian maaf ini bukannya tanpa syarat. Artinya bahwa permintaan maaf itu harus diikuti dengan komitmen untuk benar-benar tidak mengulangi lagi hal serupa. Sebab bila sampai hal itu terulang, maka segenap masyarakat Minang tidak akan bisa mentolerir lagi.
“Kami tentu berharap ini adalah kejadian yang terakhir. Sehingga ke depan tidak perlu lagi ada kejadian serupa. Karena bila sampai terulang, maka kami tidak akan memberi ampun lagi. Langkah hukum yang tegas pasti akan kami tempuh. Tentunya agar bisa menndatangkan efek jera, termasuk kepada para desainer-desainer lain yang terkadang tidak mengindahkan nilai-nilai adat yang berlaku,” pungkasnya.