Ceknricek.com -- Proses pembuatan vaksin COVID-19 seharusnya bisa dilakukan lebih cepat. Sebab, menurut Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad) Prof Cissy Prawira Kartasasmita, semua proses pembuatan vaksin COVID-19 dilakukan secara paralel.
Dalam diskusi virtual yang diselenggarakan Forum Merdeka Barat 9 yang dipantau di Jakarta, Senin, (16/11/20) Profesor Cissy menjelaskan proses pembuatan vaksin sekarang sudah banyak terbantu dengan teknologi.
“Sekarang teknologi sudah maju, kemampuan manusia juga sudah maju, biaya sudah ada. Jadi semuanya bisa dilakukan paralel,” katanya.
Menurut dia, dalam proses pembuatan vaksin ada beberapa tahapan mulai dari uji pra klinis di laboratorium kemudian uji kepada binatang. Setelah aman baru dilakukan uji klinis kepada manusia.
Lebih lanjut, Cissy menjelaskan uji klinis sendiri terdapat empat fase meliputi fase pertama menguji keamanan imunogenisitas dan dosis yang melibatkan sekitar 20-100 relawan, kemudian fase kedua menguji imunogenisitas di kelompok yang lebih besar dengan melibatkan 400-1000 relawan.
Klik video untuk tahu lebih banyak - SOSIALISASI 3M DARI RAHMA SARITA
Di fase ketiga menguji keamanan pada jumlah relawan yang lebih besar, multisenter dan melihat khasiat vaksin pada kelompok yang diberikan vaksin dan placebo yang melibatkan puluhan ribu relawan. Fase keempat adalah setelah vaksin dipakai secara luas tetap dipantau keamanannya oleh regulator dan produsen.
“Dalam kasus vaksin COVID-19 untuk mengakselerasi proses maka beberapa fase dilakukan secara paralel dengan praktik keamanan dan pengawasan tetap dilakukan secara ketat,” ujarnya.
Cissy Prawira Kartasasmita tak membantah bahwa sering ada kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) atau kejadian medis yang terjadi setelah dilakukan imunisasi. KIPI bisa terjadi akibat yang berhubungan atau tidak berhubungan dengan imunisasi atau hanya kebetulan.
Ketua Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) ini menjelaskan KIPI sendiri bisa dalam bentuk ringan, sedang atau berat. Umumnya ringan berupa muncul tanda kemerahan, sedikit bengkak atau demam yang umumnya hilang dalam waktu 2-3 hari. KIPI baik yang terjadi karena vaksin atau tidak berhubungan, tetap harus dilaporkan kepada Puskesmas dan Dinas Kesehatan.
Seperti diketahui, sejauh ini dari 10 vaksin yang masih menjalani uji klinis fase 3, belum ada vaksin COVID-19 yang mendapat persetujuan dari Badan Kesehatan Dunia (WHO).
“Tapi sebagian sudah ada yang mendapatkan emergency use authorization (EUA) dari masing-masing regulatornya untuk dipakai sendiri dalam artian kebutuhan internal,” pungkasnya.
Baca juga: Ada Peran Imigran Turki Di Balik Vaksin COVID-19 Buatan Pfizer
Baca juga: Bahas Vaksin Sputnik V, WHO Undang Rusia Duduk Bersama