*Catatan Ilham Bintang
Ceknricek.com - Sebuah video berdurasi 54 detik sejak Selasa (5/6) pagi beredar di group - group whats app ( WA). Settingnya di lokasi sebuah resepsi perkawinan. Sepasang mempelai berada di area pelaminan yang kinclong menyolok mata. Dipenuhi ornamen warna warni khas suatu daerah. Seorang wanita berdiri di sisi kiri pelaminan. Tampaknya dia Ustadzah. Suaranya lantang memberi nasehat perkawinan. Audiensnya, tamu undangan tapi tidak tampak dalam video.Hanya suaranya yang riuh menimpali nasehat Ustadzah yang kocak tapi berani.
Saya tertarik menulisnya karena baru pertama kali mendengar nasehat yang amat verbal untuk tak menyebut vulgar.
Mari kita simak isinya.
“Di dalam kitab buku tlijen (samar) ada satu keterangan, barang siapa seorang istri yang menawarkan diri kepada suaminya dalam pelayanan hubungan suami istri maka dia akan diberikan pahala seperti pahalanya orang yang melakukan ibadah umrah,” kata Ustadzah mengawali nasehatnya.
“Jadi kalau kita ingin umrah, tidak punya ongkos pergi ke tanah suci, nanti malam bisa umrah. Tawarkan diri saja kepada suami,” sambungnya. Lalu, ia menoleh ke mempelai dan mengatakan seperti ini. “Ananda Tri bisa umrah tiga kali satu malam,” tandas Ustadzah. Dia menyebut kata
“ bunting beru” (pengantin baru dalam bahasa Bugis Makassar) sebagai alasan penguatnya. Audiens pun kembali riuh. Video berakhir.
Adakah dalil yang membenarkan nasehat itu?
“Saya baru dengar, Om,” kata Ustadz DR Firanda Andirja Rabu (6/6) siang. Ustadz memang masih kemanakan saya.
Doktor jurusan Aqidah jebolan Universitas Madina itu mengatakan, keutamaan seorang istri yang melayani suami, tidak kita ragukan. “Akan tetapi menyatakan bahwa pahalanya seperti Umrah, ini sudah berbicara tentang syariat. Berbicara tentang agama Allah di mana masalah pahala menjadi hak Allah,” sambung Firanda.
Ini dianggap Firanda mengesankan pahala umroh -yang sangat luar biasa- bisa diperoleh hanya dengan berhubungan badan.
“Buat saya ini merendahkan umroh yang dikesankan ternyata sangat gampang. Apalagi, sampai menyatakan pengantin baru bisa tiga kali mendapat pahala umroh,” paparnya.
Berubah makna
Dugaan Ustadz Firanda terbukti benar. Sebentar saja kata umrah menjadi guyonan di group WA. Langsung berubah makna menjadi simbol hubungan badan.
“Minta kontaknya dong Ustadzah itu. Saya mau minta dia tausiyah di kelompok ibu- ibu kami,” pinta seorang ibu dari Makassar yang memimpin perkumpulan semacam Dharma Wanita.
Temannya di group WA sama menimpali dengan emoticon tertawa lebar.
‘Untuk apa Bu?”
“Supaya anggota kami terdorong meningkatkan pahala umrohnya, “sahut si Ibu dari Sulawesi Selatan itu. Tampaknya dia serius. Tapi temannya yang menimpali tadi merespons dengan mengirim emoticon ketawa lebih banyak lagi, berderet- deret.
Di group WA lain pagi- pagi ada yang menyapa begini.
“Bu, Bu dapat umrah semalam?”. Nah! Ini jelas mengejek.
Begitu cepat sebuah kata berubah makna hanya karena salah penempatannya. Hati- hati. Ustadzah di video tadi mungkin saja bermaksud baik. Namun, pengalaman mengajarkan tidak semua niat baik berbuah sama. Salah penggunaannya, salah mengemasnya, bisa berbanding terbalik hasilnya. Saya ingat kata “Tahalul” yang pernah bernasib sama. Ini true story. Kejadiannya di tanah suci ketika saya dan isteri menunaikan ibadah haji. Kami rombongan haji Tiga Utama. Biro perjalanan haji Indonesia terbesar masa itu. Perusahaan perjalanan haji sama yang digunakan oleh rombongan Presiden Soeharto dan Ibu Tien beribadah haji tahun 1991.
Sebelum masuk ke kisahnya baik kita uraikan dulu makna Tahalul. Tahalul dari kata dasar halal..hallala..membebaskan diri dari larangan / keharaman berpakaian ihram yang dilakukan secara simbolik dengan mencukur rambut.
Momennya itu jamaah terbebas dari banyak larangan saat mengenakan ihram untuk umroh. Antaranya : tidak boleh memotong kuku dan rambut. Berhubungan badan dengan isteri/ suami.
Musim haji tahun 1991 bersamaan dengan Haji Akbar (Wukuf pas hari Jumat). Tiga Utama mendapatkan jamaah haji Indonesia paling besar. Pilihan keluarga Pak Harto berumrah dengan Tiga Utama menjadi salah satu daya tariknya.
Tapi Tiga Utama ternyata cukup kewalahan melayani jumlah jamaah di tanah suci. Banyak jamaah yang komplain. Maklumlah. Petugas nya fokus menangani pelayanan untuk keluarga Presiden.
Sebagai kompensasi, Haji Ande Latif yang memang kreatif cetuskan ide baru. Dia menyediakan beberapa kamar khusus untuk pasangan suami isteri beristirahat di kamar tersebut setelah Tahalul. Jamaah terbesar Tiga Utama memang jamaah kelas ekonomi. Di kelas ini pasangan suami isteri tidur terpisah. Suami bergabung dengan pria delapan sampai 10 orang dalam satu kamar. Begitu pun dengan para isteri atau wanita. Tampaknya dari situ ide Ande Latif menyediakan kamar Tahalul. Niatnya jelas baik. Namun, tak disangka itu jadi persoalan. Jadi bahan olok- olok antar jamaah. Alhasil tidak ada yang berani menggunakan kamar tersebut. Namun olok- olok terlanjur jalan terus. Jamaah suami -isteri yang jalan berdua, digoda sesama jamaah. Tahalul nih ye!
Kembali pada ceramah Ustadzah tadi. Ini memang harus segera diluruskan supaya Umroh tidak jatuh makna. Menjadi kata ganti hubungan badan suami isteri.
Meruya, 21 Ramadhan 1439 H.