Pilih TPF atau Pansus Pemilu Curang? | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Ilustrasi: Tim Ilustrator Ceknricek/Kiki

Pilih TPF atau Pansus Pemilu Curang?

Ceknricek.com -- Wacana pembentukan Tim Pencari Fakta atau TPF terhadap dugaan kecurangan pemilu yang Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM) kian menguat. Pembentukan TPF dimaksudkan untuk menyelidiki keterlibatan sejumlah pihak atas berbagai kejanggalan dan kecurangan dalam Pemilu 2019, terutama pemilihan presiden. 

Persoalannya, membentuk TPF tak semudah mewacanakannya. Membentuk TPF adalah tugas pemerintah. Di sisi lain, kita tahu yang dicurigai berbuat curang adalah bagian dari pemerintah. Capres nomor urut 01 Jokowi, adalah kontestan dalam pemilu.

Nah, itu sebabnya, aktivis Sri Bintang Pamungkas pesimistis atas ide itu. "Sejak peristiwa 65 sampai sekarang, peristiwa Semanggi Satu yang banyak tewas juga sampai sekarang enggak pernah diselidiki. Jadi ini sudah menjadi kebiasaan yang buruk oleh rezim ini," ketusnya. Meski begitu, Bintang setuju perlunya TPF. Jika perlu melibatkan pihak asing yang dinilai berintegritas tinggi dan independen. 

Tokoh yang pertama kali mewacanakan pembentukan TPF khususnya kecurangan Pilpres adalah Haris Azhar. Direktur Kantor Hukum dan HAM Lokataru ini sejak jauh-jauh hari--begitu mencium masifnya kecurangan dalam pilpres--segera mengusulkan agar dibentuk suatu tim gabungan yang diisi oleh komisi-komisi negara. Tugas komisi tersebut yakni menelisik dugaan-dugaan kecurangan sepanjang tahapan Pemilu 2019. "Bawaslu tidak bisa kerja sendirian. Hari ini kita bisa lihat bagaimana kegaduhan pemilu ini terjadi," tutur Haris.

Di luar itu, di internal BPN juga sudah muncul wacana perlunya membentuk TPF. "Usul ini sudah disampaikan sebelumnya baik BPN, maupun ke capres kita untuk membentuk tim pencari fakta. TPF ini kita dukung, sangat bagus sesuai dengan aturan dan harus didukung," tandas juru bicara BPN, Ferdinand Hutahaean. 

Ketua Divisi Hukum dan Advokasi Partai Demokrat ini menjelaskan, TPF penting guna membentengi kecurangan-kecurangan yang banyak ditemui masyarakat, khususnya soal hasil rekapitulasi Pilpres. "Nantinya supaya temuan ini berkekuatan hukum. TPF inilah yang akan merekomendasikan apakah kecurangan yang terjadi masuk kategori terstruktur, masif, dan sistemik," imbuhnya.

Sekendang sepenarian, Koordinator Jurubicara BPN Prabowo-Sandi, Dahnil Azhar Simanjuntak, menganggap pembentukan TPF demi meninggikan kualitas demokrasi kita dan mengungkap praktik kecurangan yang Terstruktur, Sistematik, Masif, dan Brutal (TSMB).

"Kalau pun pemerintah tidak mau membentuk TPF, 02 membentuk karena ini bagus untuk upaya membuka kedok-kedok kecurangan yang mungkin sangat besar," tambah Ferdinand. 

Sementara itu, Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu mendapati 7.132 pelanggaran, baik terkait pileg maupun pilpres. Jumlah ini merupakan temuan Bawaslu sampai 22 April. Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin merinci 343 kasus pelanggaran pidana, 5.167 kasus pelanggaran administratif, 121 kasus pelanggaran kode etik, dan 696 kasus pelanggaran hukum lainnya.

Pada akhir pekan lalu BPN juga mengungkap 1.261 kecurangan pilpres. Tentunya saat ini daftar kecurangan ini kian menumpuk. Sejumlah pihak juga punya catatan-catatan kecurangan lainnya yang oleh mereka disebut terstruktur, sistematif, dan masif.

 

Pansus 

Lain lagi Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah. Ia berpandangan, penyelesaian dugaan kecurangan Pemilu lebih baik diselesaikan dengan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) hak angket. "Pola pembentukan lembaga pengawas sebaiknya dikembalikan ke DPR saja supaya membentuk lembaga pansus angket," ujarnya.

Pembentukan Pansus dinilainya lebih bisa mengakomodir banyaknya laporan masyarakat soal dugaan pelanggaran pemilu hingga dugaan kecurangan yang dilakukan oleh penyelenggara. "(Pansus menjadi solusi) Jika komit untuk mendesain sistem yang antikecurangan di masa depan," imbuhnya.

Persoalannya, pembentukan Pansus juga tak mudah. Usulan itu bisa terwujud jika disetujui oleh fraksi di DPR yang kemudian dibawa ke Paripurna. Menjadi tak mudah karena tak semua fraksi di DPR memiliki pandangan yang sama. 

Fahri memiliki keyakinan pansus tersebut bisa berjalan jika masing-masing fraksi memiliki kesadaran akan bahayanya kecurangan pemilu bagi demokrasi dan keberlangsungan pemerintahan 2019-2024. "Asumsinya, semua enggak ingin meninggalkan beban bagi presiden baru yang akan dilantik Oktober," imbuhnya. "Itulah ujian bagi itikad baik kita untuk meringankan beban presiden terpilih," tambahnya.

Sri Bintang tidak mempersoalkan mau TPF atau pansus. "Saya berharap bahwa rezim ini segera berakhir. Harus diakhirilah, kebohongan dan kecurangan itu. Apakah penggantinya itu adalah paslon yang lain, saya tidak terlampau peduli. Saya hanya ingin kembali ke UUD 45 yang asli," tandasnya.



Berita Terkait