Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Argo Yuwono menjelaskan, pada 25 September 2019 pukul 14.00 WIB berlangsung unjuk rasa di samping DPR, Lakdogi, Kementerian Kehutanan dan Slipi.
"Saat itu, unjuk rasa berjalan dengan baik dan lancar, namun malam harinya sekitar jam 19.30 WIB tiba-tiba muncul gelombang massa yang tidak ada tuntutan apa-apa melakukan pelemparan kepada petugas," kata Argo seperti dikutip Antara, Sabtu (12/10).
Argo menegaskan petugas tetap mengutamakan pendekatan persuasif meski dilempari batu, kayu, batako, bahkan bom molotov. Aparat mengimbau massa membubarkan diri dan pulang ke rumah masing-masing.
"Kita tetap bertahan, kita terus dilempari. Sampai larut malam sekitar pukul 01.00 WIB, 26 September, massa tetap melempari petugas, ada juga yang menggunakan mercon, roket, dan bom molotov," tutur Argo.
Karena massa mulai merusak fasilitas umum dan menutup jalan tol, petugas akhirnya menjalankan prosedur operasi standar (SOP). Imbauan tetap dilakukan, sambil menyemprotkan air. Namun massa tetap melakukan pelemparan dan petugas membalas dengan melontarkan gas air mata.
Pada saat semprot air dan lontarkan gas air mata, massa dan perusuh itu tidak semuanya saling kenal, akhirnya menyelamatkan diri dan lari.
"Karena lari untuk menyelamatkan diri, perilaku massa panik, tidak melihat kanan dan kiri. Apa pun yang ada di depannya diinjak, ditendang, yang penting bisa menyelamatkan diri," kata Argo.
Tanpa Identitas
Sekitar pukul 01.30 WIB tim dari kepolisian melakukan penangkapan terhadap para perusuh yang melakukan perusakan fasilitas umum.
"Pukul 01.30 WIB anggota AKP Rango yang bertugas di Jakbar (Jakarta Barat), menemukan seorang laki-laki tergeletak di trotoar," kata Argo.
Argo menjelaskan, kondisi sekitar ditemukan pria tanpa identitas tersebut, bisa dikatakan berantakan, seperti layaknya lokasi kericuhan. Ada batu, batako, berbagai macam benda berserakan di mana-mana.
"Kemudian anggota membantu, menolong laki-laki yang tergeletak di trotoar itu, kita bawa ke Polres Jakarta Barat bersama perusuh yang ditangkap. Kita bawa dengan kendaraan ke Polres Jakarta Barat," ujarnya.
Setibanya di Jakarta Barat, Urkes Polres Jakarta Barat memberikan pertolongan medis kepada laki-laki yang kemudian diketahui bernama Akbar Alamsyah.
Pukul 07.55 WIB, Akbar dirujuk ke rumah sakit terdekat, yakni RS Pelni. Lalu pada 27 September, sekitar pukul 18.00 WIB dirujuk ke RS Polri Kramat Jati untuk perawatan sekitar tiga hari, sebelum pada 30 September dirujuk ke RSPAD Gatot Soebroto.
"Pada 10 Oktober, setelah dilakukan perawatan, Akbar dinyatakan meninggal. Kami dari Polri ikut berbelasungkawa dan berduka cita, semoga arwahnya diterima di sisi Tuhan dan keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan," kata Argo.
Berstatus Tersangka
Kombes Argo membenarkan, Akbar telah ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan itu didasarkan pada keterangan sejumlah saksi yang mengatakan Akbar diduga terlibat dalam penyerangan terhadap aparat.
"Perusuh yang kita tangkap, kita lakukan pemeriksaan dan tentunya ada saksi yang diperiksa, juga yang ikut diamankan menyatakan yang bersangkutan ikut melempari petugas, merusak, dan sebagainya," kata Argo.
Baca Juga: Kontradiksi Penanganan Wiranto Dengan Korban Demo
Polda Metro Jaya hingga Jumat (12/10) mengaku belum mendapatkan informasi pasti dari pihak dokter mengenai penyebab luka maupun penyebab kematian Akbar.
"Itu masih kita update dari dokter, sampai sekarang belum mendapatkan, memang ada luka di kepala," kata Argo.
Keluarga bingung
Fitri Rahmayani, kakak kandung Akbar Alamsyah, menceritakan, Akbar hilang pada 26 September 2019 setelah malam sebelumnya Rabu (25/9) pergi menonton demo di kawasan Palmerah, Jakarta Barat, bersama dua temannya.
Pihak keluarga baru dikabari Akbar hilang pada Jumat (27/9) oleh teman-temannya yang sejak Kamis mencari keberadaan Akbar usai kericuhan.
Di hari yang sama, Fitri bersama ibunya mencoba mencari tahu kabar dan keberadaan Akbar dengan mendatangi sejumlah rumah sakit dan kantor polisi. Mereka juga menyebar informasi melalui pesan berantai media sosial.
Pada 27 September, keluarga menemukan identitas nama Akbar Alamsyah di kantor Polres Metro Jakarta Barat.
"Di Polres Jakbar ada nama Akbar tertulis di situ, tapi kami tidak dibolehkan menjenguk ataupun melihat. Mama sempat nitip ke petugas makanan dan pakaian buat Akbar tapi tidak tahu, dikasih, apa enggak," kata Fitri.
Pada 27 September itu juga keluarga mendapat pesan berantai melalui grup WhatsApp (WA) yang mengabarkan ada korban tanpa identitas dirawat di RS Pelni.
Keluarga menyusul. Setibanya di RS Pelni, pihak rumah sakit mengabarkan, Akbar sudah dirujuk ke RS Polri Kramatjati sekitar pukul 12.30 WIB.
"Padahal di jam itu, kami sedang di Polres Jakarta Barat, di sana petugas tidak kasih info apa-apa soal Akbar, cuma bilang nama Akbar ada di situ, tapi tidak bisa dikunjungi karena urusan pemeriksaan," kata Fitri.
Fitri lalu mendatangi RS Polri di Kramatjati, tiba pukul 00.30 WIB. Ia tidak diizinkan bertemu karena alasan sudah lewat jam besuk.
Hari berikutnya Sabtu (28/9) keluarga mendatangi lagi RS Polri Kramatjati. Pihak keluarga dibolehkan melihat Akbar yang dirawat di ruang ICU. Petugas membatasi hanya boleh orang tua salah satu untuk berada di dalam yang lainnya tidak dibolehkan.
Saat dirawat di ruang ICU RS Kramatjati, Akbar tak bisa dikenali. Mukanya membengkak dan dipasang selang di bagian mulut.
"Mama yang lihat. Kepalanya besar kayak kena tumor, bibirnya jontor, bengkak sampai menutup lobang hidung, mata kiri bengkak, kalau badan sampai kaki baik-baik saja tidak ada tanda luka atau apa," kata Fitri.
Fitri menduga ada kejanggalan dalam kematian sang adik, tapi keluarga hanya bisa menduga tidak punya cukup bukti untuk menuntut siapa yang membuat Akbar sampai meninggal dunia.
Ia juga memastikan Akbar tidak memiliki riwayat penyakit. Tapi ketika ditemukan di rumah sakit, Akbar harus jalani operasi, ada catatan mengatakan infeksi saluran kemih dan harus menjalani cuci darah selama lima kali.
Keluarga dan siapa pun, agaknya berharap agar kejadian yang menimpa almarhum Akbar ini tak terulang lagi di kemudian hari, agar generasi bangsa ini tak diwarisi cerita heroik tak berisi, bahkan bisa dikatakan sia-sia.
BACA JUGA: Cek SEJARAH, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.