Oleh Redaksi Ceknricek.com
12/13/2019, 17:19 WIB
Ceknricek.com -- Hoaks di media sosial telah membuat masyarakat Indonesia terbelah dalam perangkap saling membenci dan terpolarisasi. Hoaks seperti hujan deras, yang membuat siapa pun tak sempat mencerna kebenaran satu informasi, sudah muncul informasi lain yang didesain seperti informasi yang mengandung kebenaran.
Hal itu diungkapkan Iswandi Syahputra dalam pidato pengukuhannya menjadi Guru Besar dalam bidang Ilmu Komunikasi di hadapan Rapat Senat Terbuka di Gedung Convention Hall, Kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Selasa (10/12).
Iswandi dikukuhkan sebagai guru besar dengan menyampaikan orasi ilmiahnya berjudul “Hoaks dan Spiral Kebencian di Media Sosial.” Ia tercatat sebagai Guru Besar Pertama Fakultas Sosial dan Humaniora, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yang dikukuhkan berdasarkan Keputusan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 35170/M/KP/2019.
Mengutip salinan pidatonya yang diterima redaksi, Jumat (13/12), Iswandi memaparkan, hoaks juga kerap disampaikan oleh public actor yang sering menyerukan kebenaran. Akibatnya, informasi yang tidak benar tersebut seolah-olah mengandung kebenaran (seperti benar) dan melahirkan bibit-bibit kebencian yang sulit dikendalikan.
Foto: Istimewa
Proses penyebaran informasi hoaks atau ujaran yang tidak baik itu muncul, menyebar dan diterima oleh netizen bisa digambarkan sebagai spiral. Spiral kebencian bekerja, dari mulai diam-diam sebagai kebencian implosif yang tersimpan, hingga meledak menjadi kebencian eksplosif sebagai ujaran kebencian (hate speech).
Iswandi menyebut, ada empat lingkar spiral kebencian yang menyebar di media sosial. Pada lingkar spiral pertama, kebencian masih bersifat personal, tersimpan dan terpendam. Kebencian pada lingkar ini muncul karena adanya penerimaan, penyerapan atau internalisasi berbagai informasi yang tersebar pada berbagai jenis media sosial.
Baca Juga: Bamsoet Ajak Kaum Muda Sosialisasikan 4 Pilar MPR RI Lewat Medsos
Pada lingkar spiral kedua, kebencian muncul sebagai akibat saling berbagi informasi yang menimbulkan kebencian bersama tentang suatu informasi tertentu pada satu kelompok yang memiliki karakteristik spesifik yang sama.
"Pada tahap ini, informasi yang beredar dianggap mengandung kebenaran sehingga dapat mengokohkan pandangan anggota kelompok yang sejenis," katanya.
Foto: Istimewa
Pada lingkar spiral ketiga, kebencian di media sosial terjadi pada lintas kelompok netizen. "Pada lingkar spiral ini, informasi bukan lagi sekadar informasi tetapi menjadi agenda atau isu publik," ungkapnya.
Pada lingkar spiral keempat, kebencian meledak sebagai ujaran kebencian yang tersampaikan di media sosial karena mendapat dukungan dari kelompok komunal.
"Proses pada level ini terjadi secara hiper-interaktif. Saling serang dengan berbagai ujaran kebencian menjadi masif dan terbuka. Proses tersebut tidak dapat dikendalikan karena kebebasan berpendapat dalam iklim demokrasi yang dianut," katanya.
Untuk menangkal kebencian di media sosial, Iswandi meminta perhatian pada akademisi, pemerintah dan netizen.
"Seorang akademisi perlu memperkuat budaya riset berbasis big data, budaya membaca, budaya berpikir, budaya kritis dan budaya berani berpendapat. Sebab, hoaks dan kebencian di media sosial hanya dapat dihentikan dengan budaya riset, budaya membaca, budaya berpikir, budaya kritis dan budaya berpendapat," katanya.
Dalam pidatonya, Iswandi meminta perhatian pemerintah untuk tetap menjamin kebebasan berpendapat dan kebebasan berbicara warganet di media sosial.
“Kebebasan saat ini harus benar-benar dijamin pemerintah sebagai freedom for, bukan freedom from. Pemerintah dan negara harus cermat dalam membedakan antara hoaks dengan kritik dan satir, dapat memilah antara kebencian dan kekecewaan, dapat merasakan perbedaan antara berpendapat dan menghujat," katanya.
Sementara kepada warganet, Iswandi meminta perhatian agar lebih cermat dalam aktivitas di media sosial. "Kebebasan berbicara bukan berarti bebas membenci. Freedom of speech bukan berarti freedom to hate. Gunakan jempol untuk konten jempolan," katanya.
BACA JUGA: Cek FILM & MUSIK, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini