Rajin Utang BUMN Kita | Cek&Ricek wardah-colorink-your-day
Ilustrasi: Miftah/ceknricek.com

Rajin Utang BUMN Kita

Ceknricek.com -- Belum lama ini Bank Indonesia (BI) merilis data Statistik Utang Luar Negeri Indonesia. Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia tumbuh 10,3% secara tahunan (yoy), sementara ULN BUMN terutama BUMN Perbankan dan Non-Lembaga Keuangan tumbuh lebih tinggi.

ULN Indonesia pada akhir triwulan III-2019 tercatat sebesar US$395,6 miliar, terdiri dari ULN publik (pemerintah dan bank sentral) US$197,1 miliar, serta ULN swasta (termasuk BUMN) sebesar US$198,5 miliar. 

ULN Indonesia tersebut tumbuh 10,3% (yoy), relatif stabil dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang dipengaruhi oleh meningkatnya pertumbuhan ULN pemerintah di tengah perlambatan ULN swasta.

Pada satu sisi, utang swasta melambat, utang BUMN justru melesat drastis. Utang Bank BUMN, misalnya, pada September tahun lalu tercatat US$5,82 miliar, pada akhir triwulan III 2019 naik 20,4% menjadi US$7,01 miliar.

Rajin Utang BUMN Kita
Sumber: Istimewa

Baca Juga: Proyeksi 2020 Indef: Ancaman Resesi Ekonomi

Pertumbuhan utang bank BUMN melebihi pertumbuhan utang bank total dan bank swasta lainnya yang masing-masing hanya tumbuh 5,62% dan 2,38% (yoy). 

Utang BUMN non-lembaga keuangan (LK) juga tumbuh signifikan di atas pertumbuhan utang swasta non-bank. Posisi utang BUMN non-bank pada September tahun ini mencapai US$39,88 miliar atau meningkat 50,02% dibanding posisi yang sama tahun lalu yang hanya US$25,86 miliar.

Utang BUMN non-lembaga keuangan tersebut melampaui utang swasta non-LK secara keseluruhan yang hanya tumbuh 11,43% (yoy) dan utang swasta lain non-BUMN yang tumbuh minimalis 2,15%.

Namun, untuk posisi utang lembaga keuangan non-bank (LKBB), utang BUMN tumbuh 4,4% di bawah pertumbuhan utang LKBB sebesar 11,5% dan LKBB lainnya yang tumbuh hingga 15,6%. Artinya, pertumbuhan utang tahun ini didongkrak oleh ULN pemerintah dan ULN BUMN.

Risiko Domestik

Institute for Development of Economics and Finance atau Indef mengingatkan pemerintah perlu mencermati risiko domestik meningkatnya utang BUMN itu. 

Kekhawatiran terhadap utang BUMN pun disorot oleh lembaga pemeringkat global Moody’s Investor Service yang telah melakukan studi terhadap BUMN di kawasan Asia Pasifik.

Moody’s menemukan bahwa BUMN Indonesia termasuk mengkhawatirkan dan memiliki sumber risiko kontijensi atau risiko ketidakpastian terhadap keuangan negara. 

Secara umum tren utang luar negeri (ULN) BUMN selama periode 2014-2016 memperlihatkan penurunan pertumbuhan. Namun, sejak 2017 ULN BUMN nonperbankan terus mengalami kenaikan pertumbuhan yang cukup drastis yaitu 35,31% (2018) dan 45,39% (2019: Semester I).

Rajin Utang BUMN Kita
Sumber: SEKI BI diolah, 2019

Sementara itu, ULN kelompok BUMN perbankan mengalami pertumbuhan mencapai 36,32% dari US$5,5 miliar pada 2018: Semester I, menjadi US$7,5 miliar pada paruh pertama tahun ini. 

Melesatnya pertumbuhan ULN BUMN baik pada kelompok perbankan maupun nonbank dalam dua tahun terakhir ini mempertebal kekhawatiran banyak pihak atas risiko yang akan menghampiri perekonomian Indonesia. Salah satu risiko membengkaknya ULN BUMN adalah potensi terjadinya fluktuasi nilai tukar rupiah akibat permintaan US$ yang tinggi pada periode jatuh tempo utang.

Kemudian jika melihat perkembangan utang BUMN yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2014 hingga 2019: Semester I, terlihat bahwa ada 11 BUMN yang mengalami kenaikan utang di atas 100%. Sedangkan kenaikan utang pada seluruh BUMN yang terdaftar di BEI pada periode yang sama mencapai 51,4%. Adapun BUMN dengan penambahan utang yang paling pesat adalah PT Waskita Karya sebesar 970% dari hanya Rp9,7 triliun (2014) menjadi Rp103,7 triliun (Semester I-2019). 

Utang Swasta

Berbeda dengan ULN BUMN yang mengalami kenaikan pesat dalam dua tahun terakhir, ULN swasta justru mengalami tren penurunan pertumbuhan 6,53% (2017); 4,99% (2018); 3,48% (2019: Semester I). ULN swasta pada 2019: II mencapai US$146 miliar yang didominasi ULN Swasta nonperbankan hingga 80% atau senilai US$117 miliar.

Sejak 2017, pertumbuhan ULN Swasta nonperbankan mengalami tren penurunan yaitu 7,55% (2017); 4,16% (2018); 2,06% (2019: Semester I). Sedangkan ULN Swasta kelompok bank justru mengalami tren kenaikan pertumbuhan yaitu 2,25% (2017); 8,66% (2018); 9,72% (Semester I - 2019). 

Rajin Utang BUMN Kita
Sumber: SEKI BI diolah, 2019

Kenaikan ULN swasta kategori perbankan tersebut tidak lepas dari kondisi semakin ketatnya likuiditas domestik yang tercermin dari stagnannya pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sehingga mendorong perbankan swasta mencari sumber pendanaan alternatif dari luar negeri.

Baca Juga: Kuartal III 2019, Utang Luar Negeri Indonesia Capai Rp5.607 Triliun

Salah satu indikator yang dapat menjadi penanda kenaikan risiko ULN adalah dengan melihat struktur jatuh tempo ULN. Di tengah tren kenaikan ULN BUMN dan Swasta, ternyata proporsi ULN yang berjangka pendek (kurang dari 1 tahun) cenderung menurun dari 31,7% pada 2013 menjadi 23,21% per Agustus 2019.

Rajin Utang BUMN Kita
Sumber: SULNI, 2019

Begitu pun dengan pertumbuhan ULN swasta bertenor pendek yang justru tumbuh negatif sebesar -3,11% per Agustus 2019 (yoy). Namun demikian, melambatnya pertumbuhan dan porsi ULN swasta jangka pendek tetap harus menjadi perhatian yang besar bagi Pemerintah dan Otoritas Moneter.

BACA JUGA: Cek POLITIK, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini. 


Editor: Farid R Iskandar


Berita Terkait