Proyeksi 2020 Indef: Ancaman Resesi Ekonomi | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Sumber: Youtube

Proyeksi 2020 Indef: Ancaman Resesi Ekonomi

Ceknricek.com -- Kabinet Indonesia Maju yang dilantik sebulan lalu mengawali kiprahnya di tengah situasi ekonomi global yang tidak ideal. Bayang-bayang resesi menggelayuti laju perekonomian dunia.

Pemangkasan target pertumbuhan 2020 terjadi di berbagai negara maju dan negara berkembang. Perang dagang AS-China, ekonomi Eropa pasca Brexit, hingga gejolak geopolitik masih saja menjadi ‘batu sandungan’ yang membuat laju pemulihan perekonomian global berjalan lamban.

Ekonomi Indonesia juga tidak kebal dari virus resesi global. Laju pertumbuhan ekonomi pada dua triwulan terakhir yang melambat, mengindikasikan bahwa risiko resesi dapat menjalar ke dalam negeri. Serangkaian ‘amunisi’ kebijakan terobosan yang tidak hanya mampu menahan perlambatan, namun juga dapat mengakselerasi perekonomian sangat dinantikan.

Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) berharap kolaborasi petahana dan wajah baru di tim ekonomi Kabinet Indonesia Maju tidak sebatas memberi secercah harapan, namun benar-benar dapat merealisasikan target-target pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan.

Gejala Resesi

Saat ini, perekonomian global menunjukkan tanda-tanda resesi. Musim pemangkasan proyeksi laju pertumbuhan ekonomi melanda hampir seluruh negara-negara maju, sementara negara-negara berkembang juga kesulitan mendongkrak perekonomian. Ada beberapa indikasi gejala resesi itu.

Pertama, fenomena kurva imbal hasil yang terbalik (inverted yield curve) di pasar obligasi Pemerintah AS. Sejarah resesi AS umumnya dimulai dengan gejala kurva yield terbalik atas surat utang AS bertenor 2 tahun dan 10 tahun. Artinya, yield obligasi pemerintah AS bertenor jangka panjang (10 tahun) justru lebih kecil dibandingkan yield obligasi jangka pendek (2 tahun), yang biasanya menjadi tanda-tanda awal resesi.

Kedua, dalam upaya mendukung pertumbuhan ekonomi, the Fed mulai mengoreksi suku bunga acuan, sehingga aliran modal jangka pendek (hot money) kembali datang ke negara-negara pasar berkembang. Nilai tukar mata uang domestik cenderung menguat, namun secara fundamental justru semakin rentan.

Proyeksi 2020 Indef: Ancaman Resesi Ekonomi
Sumber: Reuters

Ketiga, gejolak perang dagang AS-China berimbas pada pertumbuhan dan perdagangan dunia. Permintaan ekspor melambat --terutama pada ekspor komoditas--, yang diikuti dengan penurunan investasi langsung. Hubungan dagang Jepang-Korea Selatan pun memanas, sehingga memengaruhi prospek ekonomi di Kawasan Asia.

Keempat, ekonomi Uni Eropa belum mampu bangkit dari zona degradasi, justru malah semakin menunjukkan ke arah pelemahan. Pertumbuhan ekonomi Eropa menunjukkan perlambatan dari 1,7% pada kuartal I 2019, menjadi 1,4% pada kuartal kedua 2019. 

Baca Juga: Dunia Rugi US$700 Miliar Akibat Perang Dagang AS-China

Pada kuartal III, angka pertumbuhan masih sama dengan kuartal II sebesar 1,4%. Jerman yang digadang-gadang menjadi mesin penggerak ekonomi Eropa pasca Brexit, masih terseok. Dengan porsi 21% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Uni Eropa, kemungkinan Jerman jatuh dalam jurang resesi mencapai hampir 60% (Macroeconomic Policy Institute, 2019).

Kelima, berlanjutnya perlambatan ekonomi China. Pertumbuhan ekonomi China pada 2019: II hanya sebesar 6,2%. Angka pertumbuhan ini merupakan level terendah dalam tiga dekade terakhir. 

Bertahan di Tengah Perlambatan

Menurut Indef, banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan agar tercipta pertumbuhan ekonomi sesuai harapan. “Sayangnya, ekonomi Indonesia belum mampu keluar dari lingkaran pertumbuhan 5%,” tulis Indef. 

Ekonomi nasional terus bergantung pada kekuatan sektor konsumsi rumah tangga, karena sektor investasi dan perdagangan internasional belum berperan dominan. Harapan memaksimalkan peranan investasi langsung berhadapan dengan iklim investasi yang belum kondusif. 

Proyeksi 2020 Indef: Ancaman Resesi Ekonomi
Sumber: Antara

Indonesia tidak menarik bagi investor asing, menurut Indef, karena kerumitan regulasi. Sementara itu, upaya memupuk peranan perdagangan internasional sulit dilakukan karena struktur ekspor yang tidak berdaya saing. Di sisi lain, ketergantungan impor sangat tinggi, terutama untuk bahan baku dan penolong untuk industri.

Laju pertumbuhan beberapa sektor utama seperti industri dan perdagangan belum cukup menggembirakan, sementara realisasi investasi juga semakin kedap penyerapan tenaga kerja.

Proyeksi 2020 Indef: Ancaman Resesi Ekonomi
Sumber: Tempo

Baca Juga: Bahaya Doping Rupiah Bagi Ekonomi Indonesia

Sektor-sektor unggulan pun meradang akibat kebijakan yang tidak berpihak pada produsen dalam negeri dan rendahnya daya saing ekspor di tengah ketidakpastian. Salah satu sektor unggulan yang menjadi sorotan karena kegagalan bersaing akibat ketidakberpihakan kebijakan pemerintah dan tekanan faktor eksternal adalah Industri Tekstil dan Produk dari Tekstil (TPT). 

Ancaman resesi ekonomi ke dalam negeri terutama akan berasal dari efek kontingensi dari sektor perdagangan daripada sektor finansial. Ini ditandai dengan semakin besarnya dampak yang diakibatkan perang dagang antara China dan AS. Tidak hanya bagi dua negara yang berseteru, perang dagang juga mendorong perang dagang di negara-negara lainnya hingga perubahan pola perdagangan menjadi protektif.

Mitigasi Resesi Ekonomi

Indonesia belum menghadapi resesi, apalagi depresi. Namun demikian gejala menuju resesi semakin terlihat jelas. Indef melihat beberapa fokus kebijakan kementerian yang perlu dilakukan.

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian hendaknya memastikan bahwa koordinasi dan strategi menghadapi potensi risiko resesi ekonomi berjalan sesuai rencana. Kedua, melakukan penajaman kembali strategi paket kebijakan ekonomi yang lebih atraktif dan ‘nendang’ bagi pelaku ekonomi. 

Proyeksi 2020 Indef: Ancaman Resesi Ekonomi
Sumber: Sindo

Kementerian Keuangan hendaknya meningkatkan kualitas koordinasi dengan otoritas moneter. Menambah basis pajak baru secara hati-hati dalam rangka menambah penerimaan negara tanpa harus mengganggu perekonomian. Perluasan basis pajak berarti menggaet potensi pajak yang selama ini belum tersentuh. Selanjutnya, strategi penjualan surat berharga negara secara prudent dengan nominal ritel dalam rangka pendalaman pasar keuangan domestik. Sejalan dengan itu mengurangi risiko kepemilikan surat utang negara oleh asing. 

Kementerian Perdagangan fokus dalam perdagangan dalam negeri dengan menjamin distribusi dan pasokan bahan pokok, terutama sembilan bahan pokok tetap tersedia. Hal ini untuk menghindari gejolak inflasi akibat distribusi yang tidak beres sehingga daya beli masyarakat tetap terjaga. Terkait dengan perdagangan luar negeri Kemendag, hendaknya mencari pasar ekspor nontradisional dalam rangka memasarkan produk-produk Indonesia.

Salah satu pekerjaan rumah terbesar Indonesia di bidang industri adalah membangun mother of industry, yakni industri baja dan industri petrokimia. Industri baja dibutuhkan dalam rangka mendukung industri turunan yang membutuhkan suplai baja, terutama industri permesinan dan juga infrastruktur. Itu perlu menjadi prioritas Kementerian Perindustrian. Selain itu, Kementerian Perindustrian juga perlu mengembangkan agroindustri, mengingat sifat industri ini adalah bahan baku tersedia di domestik, mampu memenuhi kebutuhan end user (masyarakat), dan potensial untuk ekspor. 

Proyeksi 2020 Indef: Ancaman Resesi Ekonomi
Sumber: Merdeka

Sedangkan Kementerian Pertanian harus memastikan produksi bahan pangan dalam negeri terpenuhi. Dua alasan utama adalah mengurangi impor dan menjaga harga pangan di pasaran tetap stabil.

Pengurangan impor penting dalam rangka menjaga stabilitas nilai tukar rupiah terhadap US$. Menjaga harga stabil penting dalam menjaga inflasi yang berujung pada perlindungan daya beli masyarakat. 

Di sisi lain, Kementerian Ketenagakerjaan hendaknya fokus mengawal program kartu pra kerja Pemerintah dan menjaga agar buruh atau pekerja tetap produktif selaras dengan kenaikan upah yang terjadi setiap tahun. Selain itu, menjaga produktivitas pekerja juga menjadi hal utama yang harus diperhatikan. 

Baca Juga: Permudah Proses Pendaftaran Barang Impor, Kemendag Luncurkan SIMPKTN

Kementerian Koperasi dan UMKM fokus masalah scale-up UMKM. Scale-up UMKM dan koperasi penting agar porsi UMKM dan koperasi dalam perekonomian meningkat. Scale-up UMKM bisa dihubungkan dengan pembangunan industri agro yang melibatkan Kementerian Pertanian dan Kementerian Perindustrian.

Salah satu instrumen yang bisa dijadikan sebagai sumber permodalan UMKM adalah adanya institusi atau entitas Bursa Efek Khusus UMKM (BEKU). Keberadaan BEKU akan menjadi alternatif pembiayaan oleh UMKM sekaligus memperdalam keuangan di Indonesia. 

Proyeksi 2020 Indef: Ancaman Resesi Ekonomi
Sumber: Istimewa

Sedangkan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional hendaknya fokus masalah lahan yang menjadi salah satu kendala investasi di Indonesia. Keberadaan Kementerian ini menjadi penting untuk menyelesaikan persoalan pertanahan di Indonesia yang dihadapi oleh para pelaku ekonomi. 

Selain itu, penyelesaian urusan tanah untuk kegiatan investasi, perwujudan tata ruang yang konsisten juga diperlukan. Tata ruang yang konsisten diperlukan untuk perencanaan sistem logistik yang efektif dan efisien dan berumur jangka panjang.

Keterlibatan BUMN penting, namun ketika terlihat bahwa perekonomian didominasi oleh BUMN maka akan mengurangi minat swasta untuk melaksanakan investasi. Pada pemerintahan periode kedua Jokowi, Kementerian BUMN harus menunjukkan bahwa BUMN dan swasta bisa berkolaborasi dalam melaksanakan pembangunan nasional. 

Apa ruang yang menjadi kerja BUMN dan apa ruang yang menjadi kerja swasta harus disinergikan, karena kata kunci mitigasi resesi ekonomi adalah kolaborasi dan sinergi.

BACA JUGA: Cek POLITIK, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini. 


Editor: Farid R Iskandar


Berita Terkait