Ceknricek.com -- Marhaban Ya Ramadan. Di bulan seperti ini, banyak orang merasakan bahwa kaum muslimin makin peduli urusan akhirat. Hari-hari yang biasanya pelit mendadak menjadi dermawan. Wajar saja bila pada hari itu lembaga amil Zakat, Infak, dan Sedekah (ZIS) juga rajin menggelar berbagai program mengetuk hati umat Islam untuk sadar zakat.
Bulan Ramadhan adalah bulan puncak kesadaran orang untuk berbagi. Bukan hanya zakat, tapi juga infak, sedekah, dan wakaf. Boleh jadi karena itu, maka penghimpunan dana zakat di bulan Ramadan lebih tinggi dibandingkan 11 bulan lainnya. Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), misalnya, bisa menghimpun dana zakat sebanyak 30% selama Ramadan, sedangkan 70% sisanya pada bulan-bulan lain.

Sumber : Kabar24
Fenomena tersebut wajar karena bulan suci memang diistimewakan dalam Islam. Malahan, Ramadan kerap digelari sebagai “Bulan Kedermawanan”. Itu sebabnya, peran Lembaga Amil Zakat (LAZ) dan lembaga filantropi Islam patut kita apresiasi.
Program-program penghimpunan dan penyaluran zakat yang dilakukan LAZ cukup kreatif. Apalagi, hal itu didukung kemajuan teknologi komunikasi, sehingga banyak metode kampanye berzakat dapat dilakukan dengan cara yang kian beragam.
Baznas, misalnya, kini juga tengah memperbaiki sistem basis data (database) mereka. Sebab jumlah penerima zakat atau mustahik cukup banyak. Baznas pusat menangani lebih dari 800 ribu orang. Sedangkan Baznas dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) secara nasional mencapai 8 juta jiwa.
Direktur Operasi Baznas Wahyu T.T. Kuncahyo menuturkan, kini Baznas sudah menerapkan sistem pengelolaan database yang berbasis digital atau daring. ’’Sekarang lebih ada transparansi, akuntabilitas, dan lainnya,’’ katanya.
Dengan pemanfaatan basis data itu, Baznas berharap penyaluran zakat bisa lebih menyebar luas dan tepat sasaran. Database mustahik yang dikembangkan Baznas ini berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang disinkronkan dengan data kemiskinan Basis Data Terpadu (BDT) Kemensos.
Langkah Baznas patut kita apresiasi. Selanjutnya, kini yang perlu ditingkatkan adalah sosialisasi dan edukasi kepada publik. Literasi zakat publik harus terus ditingkatkan. Bagaimanapun masih banyak masyarakat yang senang melakukan zakat secara demonstratif, dengan cara mengumpulkan para mustahik di lapangan, baris, kemudian dibagikan.
Kesadaran yang Terus Tumbuh
Ketua Baznas, Bambang Sudibyo, mengungkap pengumpulan zakat di Indonesia selama 5 tahun terakhir telah tumbuh dengan rata-rata setiap tahunnya lebih dari 24%. Jauh di atas rata-rata tahunan pertumbuhan ekonomi nasional untuk periode yang sama, yaitu sedikit di atas 5%. Artinya, kesadaran umat Islam di Indonesia untuk menunaikan kewajiban zakatnya sesuai syariat Islam dan peraturan perundang-undangan telah meningkat dengan baik.

Sumber : Dompet Dhuafa
Pengumpulan ZIS tahun 2018 diperkirakan melampaui target Rp8 triliun. Jumlah itu hanya 3,5% dari perkiraan potensial zakat nasional tahun 2018 sebesar 1,57% PDB atau sekitar Rp230 triliun. Riset terbaru lembaga amil zakat di bawah asuhan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Lazismu, lebih tinggi lagi, potensinya zakat sekitar Rp280-300 triliun.
Lantaran potensi yang besar itu, juga mengundang pemerintah untuk ikut membenahi pengelolaan zakat. Pemerintah mewacanakan pengelolaan zakat dengan cara menerapkannya seperti pajak. Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Mardiasmo menjelaskan apabila pajak ada NPWP maka zakat ada NPWZ (Nomor Pokok Wajib Zakat). Pernyataan yang sama juga sering disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro.
Mardiasmo menjelaskan dengan adanya NPWZ maka pembayaran zakat bersifat mengikat dan terukur karena menggunakan data teknologi informasi. Wamenkeu berharap dengan NPWZ zakat bisa memberikan suatu tempat untuk sumber pembiayaan secara nasional. "Zakat betul-betul dikelola seperti pajak yang bisa memberikan program bagus sehingga zakat sebagai komplementeri sumber pembiayaan pembangunan," harapnya.
Jadi, nantinya pemerintah bermaksud agar ada perbaikan zakat payer accounting seperti yang dikenal di pajak dengan tax payer accounting. Hal itu perlu dilakukan supaya tercatat dan kalau perlu mereka diminta untuk menyampaikan SPT, surat pemberitahuan zakatnya sehingga mereka tahu hartanya banyak tapi zakatnya kecil.
Untuk mengoptimalkan penerimaan zakat seperti pajak, maka di kantor-kantor Baznas daerah harus ada Account Representatives (AR) seperti di kantor pajak, sehingga potensi zakat dapat betul-betul terlihat. "AR di daerah-daerah yang betul-betul melihat, mencari, mapping untuk kebaikan umat jadi nggak ada masalah," ujarnya.
Zakat memang dapat menjadi solusi untuk program pengentasan kemiskinan. Bambang Sudibyo menjelaskan, pada tahun lalu Baznas berhasil meningkatkan penghasilan mustahik rata-rata sebesar 97,88%. "Secara signifikan Baznas tidak hanya memperbaiki kesejahteraan mustahik, tetapi kesejahteraan spiritual (keislaman) mustahik, tingkat pendidikan, dan kesehatan mustahik dan kemandiriaan mustahik," imbuhnya.
Sebagai salah satu pilar penting dari Indonesia sebagai pusat ekonomi Islam dunia maka realisasi zakat di Indonesia harus besar mendekati potensial. Untuk itu, maka menindaklanjuti anjuran Menteri Keuangan tentang sistem pengumpulan zakat seperti sistem pengelolaan pengumpulan pajak menjadi sangat penting. "Konsekuensi yuridisnya adalah UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat dan UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan harus diamandemen," ungkap Bambang.
Bukan Hanya untuk Muslim
Sejatinya, jauh sebelum pemerintah mencuatkan wacana pentingnya dana ZIS untuk pembangunan, sejumlah ormas Islam sudah melakukannya di lapangan. Lazismu menggunakan dana ZIS untuk pendidikan, mitigasi bencana, pengentasan narkoba, buruh migran, dan kaum difabel.

Sumber : Republika
Lazismu juga membuat panel tenaga surya untuk 300 Kepala Keluarga (KK) di Kabupaten Timur Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur. “Itu bukan hanya untuk umat Islam, tapi bangsa. Kami sudah bukan bicara lagi,” terang Direktur Utama Lazismu Andar Nubowo.
Lazismu sendiri menghimpun Rp80 miliar pada 2017 dan setahun kemudian dari Rp100 miliar. “Zakat itu bisa mengurangi kemiskinan bukan 1%, tapi 5% per tahun,” ungkapnya.
Bambang Brodjonegoro sendiri membantah jika pemerintah ingin menggunakan dana zakat dan wakaf di luar kepentingan untuk pengentasan kemiskinan. Apalagi memasukkannya ke dalam APBN. Mantan Menkeu itu mengatakan, pemerintah hanya ingin pendistribusiannya lebih diselaraskan dan disinkronkan dengan program Pemerintah. “Akan menolong warga miskin yang selama ini sudah di-cover APBN,” ujarnya.

Sumber : Yatim Mandiri
Ia lantas mengatakan Baznas dan Laznas bisa menggunakan data orang miskin Indonesia yang dimiliki pemerintah. Ia menjamin data itu lengkap, baik nama dan alamat. Meski ingin selaras, pemerintah berjanji tidak akan mencampuri urusan pengelolaan dana zakat dan wakaf. “Pemerintah yang cover pertama orang miskin, zakat akan memperkuatnya,” tuturnya.