Ceknricek.com -- Black Christmas menjadi film bergenre slasher (jagal) yang berusaha bereksperimen dengan mengangkat isu-isu terkait perempuan, dipadukan dengan ilmu hitam di dunia kampus. Sayangnya, film yang baru tayang pada Jumat (13/12) ini hanya menampilkan cerita yang generik, dengan metode-metode kagetan seperti film horor thriller pada umumnya.
Film ini sendiri merupakan remake kedua dari film asal Kanada dengan judul yang sama di tahun 1976. Remake pertamanya rilis pada 2006 lalu, dan mendapat respon negatif dari pemirsa. Tentu, harapannya remake kedua kali ini bisa lebih berhasil, khususnya dalam menjaring penonton yang kian hari kian bosan dengan metode yang itu-itu saja.
Foto: Istimewa
Usaha inovasi sudah terlihat jelas ingin dilakukan oleh sang sutradara, Sophia Takal. Bersama dengan penulis skenario April Wolfe, keduanya berusaha mengangkat isu-isu terkini yang dihadapi perempuan, khususnya terkait kekerasan dan pelecehan yang dialami mereka.
Foto: Istimewa
Jujur saja, memang jika dibandingkan dengan film remake pertamanya tahun 2006 lalu, maka film tahun 2019 ini memang jauh lebih eksperimental. Setidaknya, pada akhirnya film ini mengisahkan bahwa wanita bisa melawan dan tak sekadar pasrah, seperti dalam dua film sebelumnya yang hanya berusaha lari dan teriak-teriak dikejar sang pembunuh psiko.
Namun memasukkan ilmu hitam dalam film ini membuat semua usaha yang dilakukan Takal dan Wolfe menjadi sia-sia. Pasalnya, sebagai film yang ingin mengangkat isu terkini, sejatinya film ini juga dibuat serealistis mungkin.
Foto: Istimewa
Baca Juga: Imogen Poots Berikan Alasan Mengapa ‘Black Christmas’ Layak Ditonton
Aksi dari para pemeran, Imogen Poots (Riley Stone), Aleyse Shannon (Kris), Lily Donoghue (Marty), dan Brittany O'Grady (Jesse Bradford) juga terbilang standar. Tanpa bermaksud mengecilkan nama mereka, harus diakui para pemeran juga tak pernah terlibat dalam film yang terlalu serius sebelumnya.
Selain itu adegan-adegan kejar-kejaran dan unsur kagetan yang ditampilkan dalam film, hanya seperti menggunakan apa yang ada dalam film-film slasher era 90-an, Scream (1996) dan I Know What You Did Last Summer (1997). Ya, secara tahun ini sudah 2019, bahkan sudah hampir memasuki dekade baru 2020, tampaknya metode-metode seperti itu sudah ketinggalan zaman.
Foto: Istimewa
Lalu sebagai film dengan kategori slasher atau jagal, sejujurnya tak terlalu banyak unsur jagal dalam film ini. Apalagi darah dari para pembunuh itu sendiri diganti dengan lumpur hitam, yang membuat aspek-aspek dramatis biasanya dalam film genre slasher menjadi hilang dalam film ini.
Pada akhirnya, film ini kurang enak untuk dinikmati dan gagal memberikan statement seperti setidaknya film di tahun 1976 lalu. Meski lebih baik dari film 2006, film ini belum cukup untuk dianggap sebagai film yang berkesan dan akan mudah dilupakan begitu penonton meninggalkan studio.
Ujung-ujungnya, pesan yang diselipkan pun jadi terabaikan.
BACA JUGA: Cek SEJARAH, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.