Review 'Brahms: The Boy II', Sekuel yang Tidak Diperlukan | Cek&Ricek wardah-colorink-your-day
STX Entertainment

Review 'Brahms: The Boy II', Sekuel yang Tidak Diperlukan

Ceknricek.com -- Setelah empat tahun dari film The Boy (2016), sekuel dari film ini Brahms: The Boy II (2020) diluncurkan. Film ini sendiri telah tayang di bioskop Indonesia mulai Rabu (19/2). Pertanyaannya, perlukah The Boy dibuatkan sekuel?

Terlepas dari berbagai respon standar cenderung mengarah ke negatif, The Boy faktanya menjadi film yang berhasil menghasilkan penerimaan enam kali lebih besar dari pengeluarannya. Film garapan William Brent Bell ini hanya memiliki anggaran US$10 juta, namun mampu meraup box office secara global US$64,1 juta.

Baca Juga: Review 'The Gentlemen', Terlalu Banyak Daya Tarik yang Sayang Dilewatkan

Nampaknya faktor M (Money) inilah yang membuat mengapa sekuel dari film ini diproduksi. Pasalnya The Boy sendiri sebetulnya tidak terlalu perlu memiliki kisah lanjutan. Apa daya, Brahms: The Boy II tetap saja diproduksi dan akhirnya tidak menjadi sekuel yang diperlukan, bahkan cenderung merusak "keindahan" yang tersisa dari film pertama.

STX Entertainment

Secara subjektif, apa yang membuat saya setidaknya menyukai The Boy (2016) adalah lantaran film horor ini bukan soal "boneka berhantu". Dalam film pertama diceritakan ternyata memang pelaku semua teror adalah Brahms, yang diberitakan tewas 20 tahun sebelumnya dalam kebakaran tetapi ternyata bersembunyi selama ini.

Ironisnya, Brahms: The Boy II justru membalik fakta itu dan menyatakan bahwa memang boneka "Brahms" adalah boneka berhantu yang memiliki kekuatan supranatural. Akhirnya orisinalitas yang tersisa dalam film pertama pun kembali ke kisah klasik horor yang menyatakan sebuah benda didiami oleh mahluk halus, dalam hal ini boneka (lagi).

Sangat disayangkan padahal sutradara dan penulis naksah dalam sekuel ini masih sama dengan film pertama (William Brent Bell dan Stacey Menear). Alih-alih meneruskan cliff hanger dalam film pertama (dikisahkan Brahms masih selamat meski sudah ditikam obeng) sekuel film ini malah menghadirkan alur baru yang justru tidak ada inovasi sama sekali.

STX Entertainment

Penggunaan latar tempat yang masih di sekitar Heelshire Mansion akhirnya hanya terkesan dipaksakan demi meneruskan ambisi sekuel yang tidak diperlukan ini. Secara keseluruhan tidak ada elemen kejutan dari kisah klasik boneka berhantu itu.

Mungkin kejutan yang ada hanyalah berasal dari jumpscare yang memang sudah jamak ditemui dalam film bergenre horor. Sisanya, bagaikan menggunakan buku pedoman "Horor 101" yang tidak ada bedanya dari film-film horor generik.

Akting Katie Holmes sebagai bintang utama dalam film ini, Liza seorang ibu yang anaknya menderita trauma akibat perampokan rumah, juga tidak terlalu impresif. Holmes yang sebenarnya sering berperan sebagai ibu (di kehidupan nyatanya juga memiliki seorang anak bersama mantan suaminya, Tom Cruise), dalam film ini justru tidak terlihat seperti "ibu" yang rela mengorbankan segalanya demi sang anak.

STX Entertainment

Hal itu mungkin juga dipengaruhi dari naskah cerita yang memang datar dan tidak terlalu banyak memberikan ruang eksplorasi. Begitu pula dengan aksi peran pendukung lainnya dalam film ini, yang memang hanya menampilkan peran standar seorang pelengkap dalam film.

Jika di film pertama masih terkesan ada kengerian di rumah era Victoria itu, maka dalam film ini kesan itu seolah-olah hilang. Meski latar tempat masih tetap sama seperti di film pertama, maka adegan-adegan yang disajikan justru seperti dilakukan di rumah biasa semata.

Baca Juga: Review 'Fantasy Island', Plot Twist yang Bikin Tersenyum

Yang paling menyebalkan tentunya di bagian ending film, yang membuka potensi adanya film ketiga. Namun mengingat kehancuran yang disajikan dalam sekuel ini, rasanya sudah tidak perlu lagi mengharapkan film lainnya. Brahms: The Boy II rasanya akan menjadi film horor yang terlupakan begitu saja.

BACA JUGA: Cek Berita SELEBRITI, Informasi Terkini Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini



Berita Terkait