Ceknricek.com -- Salah satu film asal Korea Selatan lainnya yang mengangkat tema di luar kesan stereotip, The Man Standing Next (2020) mulai tayang di bioskop Indonesia sejak Rabu (26/2). Meski tak terlalu eksperimental dan se-inovatif Parasite (2019), film ini cukup impresif dalam menguak polemik politik di Negeri Gingseng tahun 70-an itu.
Tak bisa dimungkiri, kesuksesan Parasite meraih penghargaan Film Terbaik di Academy Awards 2020 memang mulai membuka mata dunia terhadap keberadaan film-film Korea. Tak hanya berhasil membuat Presiden Amerika Serikat Donald Trump "murka" atas kemenangannya, Parasite juga membuktikan bahwa film Korea tak melulu soal drama dan cinta romantis semata.
Baca Juga: Setelah Kembali Ditayangkan Usai Menang Oscar, 'Parasite' Pecahkan Rekor Box Office
Secara subjektif, saya sendiri awalnya juga menjadi salah satu orang yang memandang stereotip film Korea. Namun setelah kesuksesan Parasite, saya mulai aware dengan keberadaan film Korea dan The Man Standing Next menjadi film Korea yang saya beri "kesempatan" untuk disaksikan.
Jujur saja, saya cukup terkesan dengan film bergenre political drama ini. Sebagai film yang mengadaptasi skandal Koreagate yang berujung pada pembunuhan presiden dan kudeta militer, setidaknya saya tidak menyesal menyaksikan film berdurasi total 114 menit ini.
Memang, harus diakui film ini tidak terlalu detail dalam membahas aspek-aspek historis. Hal ini membuat penonton yang tidak terlalu menyimak akan kesulitan mengurai teka-teki alur yang coba dijelaskan dalam film, khususnya di sepertiga awal film.
Baca Juga: Review 'Sonic the Hedgehog', Antusiasme Seperti Bermain Video Game
Latar belakang dari skandal Koreagate ini sendiri tidak terlalu banyak dibahas, yang membuat penonton seolah-olah langsung berada di pusaran konflik. Namun pada akhirnya, film ini juga bukan film dokumenter yang memang menonjolkan aspek realita, jadi kalaupun terkesan tidak detail sejatinya hal ini bisa dimaklumi.
Kecermatan sutradara Woo Min-ho terlihat dari bagaimana dirinya tetap memasukkan unsur-unsur dramatis ala Korea dalam film bertema sejarah ini. Hal tersebut membuat kita masih akan merasakan menyaksikan film Korea yang memang memiliki ciri khasnya sendiri.
Selain itu pemilihan para pemeran juga terlihat ideal, dengan pemeran utama Lee Byung-hun berhasil memandu jalannya cerita dari sudut pandang Kim Gyu-pyeong, tokoh yang didasari sosok Kim Jae-gyu sang pembunuh dari Presiden Park Chung-hee di tahun 1979 itu.
Emosi penonton cukup terkuras mengikuti sudut pandang Direktur KCIA itu, hingga akhirnya bisa memaklumi keputusan berat yang harus diambilnya itu untuk membunuh sang presiden. Penonton juga turut dibuat jijik menyaksikan orang-orang di lingkar kekuasaan yang menonjolkan sikap-sikap ABS (Asal Bapak Senang), kesan feodal yang ironisnya masih tumbuh di negara-negara yang mengaku mewariskan Adat Timur.
Pada akhirnya, The Man Standing Next cukup berhasil memperkenalkan secara sederhana polemik intrik politik di Korea era 70-an. Penonton akan menyadari sejarah kelam Korea yang saat ini kita kenal dengan K-Pop dan kultur budayanya. Siapa sangka lima dekade silam negara ini pernah dipimpin Diktator yang tak kalah keji dari saudara mereka, Korea Utara.
BACA JUGA: Cek INTERNASIONAL, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini