Ceknricek.com -- Pernikahan Sandiaga Uno-Nur Asia genap berusia 23 tahun, Minggu (28/7). Mereka merayakan hari bahagia itu dengan berlibur ke Singapura, bersama si bungsu Sulaiman Saladdin Uno.
Momen tersebut diabadikan Sandiaga Uno dengan vlog, yang kemudian dipamerkan ke publik melalui kanal YouTube Sandiuno TV. Pasangan mantan calon wakil presiden itu terlihat sangat mesra. Mereka bahkan kompak mengenakan pakaian berwarna senada, yaitu biru muda, begitu juga dengan Sulaiman.

Sumber: istimewa
Sandiaga Uno-Nur Asia menikah di Singapura, 28 Juli 1996. Saat itu mereka hanya mengundang keluarga dan sahabat dekat. Tidak ada acara mewah. Usai menikah, Nur tinggal di Singapura mengikuti karier Sandi yang saat itu tengah menanjak.

Sumber: Instagram Nurasiauno
Apa resep keharmonisan mereka? Berikut romansa pernikahan Sandiaga Uno-Nur Asia yang disarikan dari Tabloid C&R.
Cinta Pertama Sejak Berseragam Putih Biru
Perjumpaan Sandiaga Uno dengan Nur Asia bermula saat masih duduk di bangku SMP 12 Wijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Saat itu, Sandi--begitu panggilan Sandiaga Uno--baru berumur 14 tahun. Sandi adalah teman sekolah kakak Nur. Nur sendiri duduk di SMP Al Azhar, satu tahun di bawah Sandi.
Pernah mendengar pepatah Jawa, witing tresno jalaran soko kulino? Mungkin inilah kalimat yang tepat untuk menggambarkan bagaimana proses bersatunya mereka. Pepatah yang artinya jatuh cinta karena sering bertemu itu, memang benar-benar dialami pengusaha muda tersebut.

Sumber: Instagram Nurasiauno
“Saya sering main ke rumah Nur untuk ketemu kakaknya. Tiap main saya sering melihat dia dan mulai jatuh hati. Nur adalah cinta pertama dan terakhir saya. Sekitar 14 tahun kami pacaran,” ungkap mantan wakil Gubernur DKI Jakarta tersebut dalam sebuah kesempatan wawancara dengan Tabloid C&R beberapa waktu lalu.
Sandi menuturkan, selama tiga tahun di SMA, hubungan mereka sering putus sambung namun selalu menyatu kembali.
Bertolak Belakang
Kisah asmara itu berlanjut saat berada di Amerika Serikat. Sandi yang tertarik pada ekonomi akhirnya kuliah di Wichita State University, di sana ia mengambil jurusan akuntansi. Mereka berdua awalnya hanya surat-suratan hingga akhirnya Nur menyusul kuliah di Stillwater Oklahoma, yang berjarak sekitar dua jam perjalanan dari Wichita. Setiap akhir pekan, Sandi pun meluangkan waktu pergi ke Stillwater untuk bertemu dengan Nur.
Meskipun begitu, menurut Sandi, dia nyaris tidak memiliki persamaan dengan Nur. Kepribadian mereka banyak yang bertolak belakang. Nur cenderung bicara apanya, terkadang ceplas-ceplos. Sementara Sandi suka menahan diri, senantiasa berusaha terlihat tenang tanpa emosi. Dalam mengambil keputusan, Sandi selalu mengedepankan logika dan rasionalitas. Sementara Nur banyak menggunakan perasaan dan intuisi.

Sumber: Instagram Nurasiauno
“Perbedaan-perbedaan ini justru adalah hal yang sangat mengikat diri saya dengan Nur. Terbukti kemudian dalam banyak keputusan penting dalam hidup saya, termasuk bisnis, intuisi istri banyak membantu ,” ungkapnya.
Sandi dan Nur Asia menikah di Singapura pada 28 juli 1996. Mereka hanya mengundang keluarga dan sahabat dekat. Tidak ada acara mewah. Usai menikah, Nur tinggal di Singapura mengikuti karier Sandi yang tengah menanjak.
“Kami mendapat hadiah bulan madu dari atasan tempat saya bekerja, yaitu William Soerjadjaja. Kami wisata ke Eropa, jalan-jalan ke London, Paris, dan Berlin selama seminggu,” jelasnya.
Kebahagiaan bertambah karena tidak lama kemudian Nur Asia hamil dan melahirkan putri pertama mereka, Anneesha Atheera Uno pada 1997. Putri keduanya, Amyra Athefaa lahir pada 2 Desember 2011. Nur melahirkan anak ketiga, lelaki satu-satunya, bernama Sulaiman Saladdin Uno.

Sumber: twitter @sandiuno
“Dalam mendidik anak kami sangat demokratis. Saya memberi kebebasan mereka untuk memilih minat dan bakat yang mereka senangi. Dalam memilih karier pun demikian. Tugas penting bagi saya adalah menanamkan kepada mereka nilai-nilai moral dan pendidikan karakter sejak kecil,” paparnya.
Lulus Summa Cum Laude
Ketika kuliah di Wichita State University (WSU) Amerika Serikat, Sandi tidak hanya lulus tepat waktu tetapi juga lulus dengan predikat Summa Cum Laude. Dunia kewirausahaan masih jauh dari pikiran Sandi saat itu. Dengan titel sarjana, Sandi pulang ke Tanah Air dan ingin memulai karier di dunia profesional.
Sandi bekerja di bank Summa. Tidak lama setelah bekerja, Bank Summa menawari Sandi beasiswa S-2 di Amerika. Ia melanjutkan pendidikan Master of Business Administration di George Washington University (GWU), Washington DC. Suasana Washington jauh lebih nyaman dibanding Wichita karena lebih banyak pemukim Indonesia tinggal di sana. Di sini, Sandi mulai aktif dalam perkumpulan mahasiswa Indonesia di Amerika (PERMIAS).
Namun, di tengah jalan Bank Summa mengalami kesulitan likuiditas yang berujung pada kasus kredit macet, William Soerjadjaja yang pada saat itu mencoba menyelamatkan perusahaan tersebut pun gagal hingga akhirnya berdampak pada sokongan beasiswa Sandi dan ia terpaksa berhenti kuliah. Dan yang lebih buruk lagi, dia nyaris tidak punya tabungan sebab semua uangnya sudah diinvestasikan. Sementara Atheera baru saja lahir. Tanpa gaji dan tabungan, Sandi pun memutuskan pulang bersama keluarga kecilnya ke Jakarta.

Sumber: twitter @sandiuno
Di tengah keterpurukan itulah akhirnya, pada 1997, ia dan temannya Rosan sepakat untuk mendirikan perusahaan yang bergerak di bidang konsultasi keuangan. Sandi pun mengenang kenekatan mereka itu, “Dua anak muda berusia 28 tahun dengan pengalaman singkat di dunia keuangan menawarkan jasa konsultan keuangan di tengah-tengah krisis ekonomi yang hebat. Kenekatan itu jadi cikal bakal berdirinya PT Recapital,” katanya.
Kantor pertama mereka adalah sebuah ruangan bekas salon dengan cat warna pink. Tidak nyaman dengan kantor itu, Sandi dan Rosan selalu bertemu dengan klien di luar kantor dengan beragam alasan yang mereka kemukakan pada klien. Untuk menunjang operasional, keduanya menggunakan mobil Suzuki Katana pinjaman orang tua yang sedapat mungkin juga kalau bisa tidak dilihat oleh klien yang high profile.

Sumber: Istimewa
Klien pertama Sandi diketahui adalah Jawa Pos Group. Pengalaman berkesan menangani Jawa Pos Group adalah ketika Sandi harus menunggu Dahlan Iskan (CEO Jawa Pos Group) selama berjam-jam di lobby. Namun ketika Dahlan keluar ruangan, ternyata dia tidak punya cukup waktu untuk mendengar penawaran Sandi secara lengkap. Maka jadilah Sandi menyampaikan penawarannya secara singkat selama tidak lebih dari tiga menit, yang kemudian penawaran Sandi tersebut disetujui oleh Dahlan Iskan. Setelah itu mereka dapat klien dari Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI). Sandi dan Rosan tidak menerima bayaran dalam bentuk uang dari GKBI tetapi mendapatkan ruangan kantor di wisma GKBI.
Modal Ide
Banyak orang yang berpendapat bahwa untuk menjadi seorang pengusaha haruslah mempunyai modal yang banyak. Namun menurut Sandi, modal bukan merupakan hal yang penting dalam merintis usaha. Mantan Manajer Tim Nasional Bola Basket Putri Indonesia pada SEA Games 2005 di Manila, Filipina ini menuturkan, bahwa yang terpenting adalah sebuah ide. Dari ide kemudian akan terlahir berbagai inovasi dan terobosan.
Selain itu, Sandi pun berpesan pentingnya sebuah jaringan atau networking. Hal tersebut, menurutnya, merupakan hal yang kelihatannya sederhana, namun besar imbasnya pada perkembangan usaha. Walaupun darah pengusaha tidak mengalir dalam dirinya, namun berkat jaringan yang berasal dari Ibunda tercinta, maka terbuka lebarlah kesempatan Sandi untuk mengepakkan sayapnya sebagai pengusaha.

Sumber: Dream
Sandi pun berpesan, untuk menjadi seorang pengusaha jangan menjadi orang yang ingin cepat kaya. Dia pun membocorkan rahasia untuk menjadi pengusaha sukses seperti dirinya. “Kerja keras, kerja tuntas, dan kerja ikhlas,” bebernya.
Mental yang kuat juga harus dimiliki oleh seorang pengusaha sejati. Seorang pengusaha harus mempunyai mental berani. Berani yang dimaksud yakni berani bermimpi, berani gagal, berani mengambil risiko, dan berani sukses. Selain itu, fokus serta memiliki visi hidup yang jelas, menjalani hidup akan menjadi apa, berpenghasilan berapa, memilik apa, dan optimistis. Faktor yang tak kalah pentingnya adalah trust atau kepercayaan. Karena tanpa kepercayaan, orang-orang tidak akan mau bermitra.
Keluarga yang Taat
Sandiaga Salahuddin Uno lahir pada 28 Juni 1969 di Rumbai, dari pasangan Rachmini Rachman dan Ir. Razif Halik Uno atau Henk Uno. Rachmini Rachman atau biasa dipanggil Mien Uno adalah lulusan IKIP Bandung. Dia berasal dari keluarga pendidik di Cirebon. Sementara Henk Uno adalah Insinyur lulusan dari ITB Bandung dan berasal dari keluarga religius di Gorontalo. Sandi memiliki seorang saudara laki-laki, Indra Cahya Uno, yang lahir dua tahun sebelum Sandi.
Rumbai adalah sebuah lokasi penambangan minyak di Riau, Sumatera. Saat itu Henk Uno bekerja di perusahaan minyak Amerika Caltex. Perumahan pegawai Caltex, biasa disebut Camp diisi oleh para pegawai lokal dan ekspatriat dari Amerika. Walaupun sempat sekolah di SD Kristen dan kemudian SMA Katholik, Sandi masih rutin melaksanakan kewajiban salat. Tetapi upaya memperdalam agama belum muncul pada saat itu, bahkan dia belum terlalu lancar baca Al-Quran. Upaya memperdalam agama muncul ketika dia kembali dari studi di WSU. Nur Asia mengajak Sandi untuk mulai ikut dengan acara pengajian dan tadarusan.

Sumber: twitter @sandiuno
Sayangnya saat itu Sandi lebih banyak memanfaatkan pengajian itu sebagai ajang untuk bisa lebih sering bertemu Nur Asia. Haji Azis, orang tua Nur sebenarnya punya keinginan besar untuk mendorong pacar anaknya itu untuk lebih serius mendalami agama. Harapannya itu lebih banyak disampaikan lewat Nur.
Saat kuliah S-2 di GWU, Sandi akhirnya mulai ikut mendirikan pengajian di kalangan mahasiswa S-2 di Washington. Pengajian itu dimulai dari 5 orang, berkembang jadi 10 hingga sampai dengan Sandi meninggalkan Washington DC, pengajian itu sudah berkembang hingga diikuti oleh 300 orang peserta. Kedutaan dan Islamic Center memfasilitasi kebutuhan ustaz dan pengisi ceramah. Bahkan saat itu Sandi bersama teman-temannya ikut jadi pengurus ICMI cabang Washington DC.
Sandi mulai serius mempelajari Al-Quran pada 1999, bersama dengan Rosan. Guru ngaji mereka berasal dari Lombok. Sandi belajar membaca Al-Quran dengan tajwid hingga tahun yang sama dia khatam Al-Quran untuk pertama kalinya. Setelah itu, menurut pengakuannya, minimal satu kali dalam setahun dia khatam Al-Quran. Lain dari itu ia juga mulai melaksanakan ibadah sunah setelah menyelesaikan tanggungjawabnya melakukan ibadah wajib.