Satu Kasus Hukum Menarik di Australia:Mantan Terhukum Teroris 'Dibela' Mahkamah Agung Haknya | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Foto: Istimewa

Satu Kasus Hukum Menarik di Australia:Mantan Terhukum Teroris 'Dibela' Mahkamah Agung Haknya

Ceknricek.com--Masih terngiang di telinga saya laporan wartawan Badan Siaran Australia – ABC – Rabu kemarin, yang menyampaikan putusan Pengadilan Tinggi Australia (sebanding Mahkamah Agung di Indonesia) yang membatalkan keputusan pemerintah Australia yang menyambut kembali kewarganegaraan Australia yang pernah diberikan kepada seorang bernama Abdul Nacer (Nasir) Benbrika, yang berasal dari Aljazair.

Dalam laporan yang kemudian dimuat dalam laman ABC, kisah tersebut diberi judul:“Terpidana Teroris Abdul Nacer Benbrika Menang dalam Upayanya di Mahkamah Agung Agar Kewarganegaraannya Dipulihkan”.

Begitu mendengar dan kemudian diperkuat lagi dengan membaca laporan tersebut saya langsung teringat akan dua hal: Pertama ayat ke-58 dalam Al-Qur’an Surat An-Nissa:“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

Tapi pada waktu yang sama saya juga seakan berdebat dengan diri sendiri:bukankah Australia negara sekuler non-Muslim, bukan sebuah khilafah? Bagaimana Mahkamah Agungnya yang dipandu oleh hukum buatan manusia mampu sampai pada putusan yang begitu “berani”?

Putusan pemerintah sebelumnya yang nota bene merupakan suara mayoritas rakyat, dapat dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi (Mahkamah Agung) dengan perbandingan suara 6 lawan 1?

Tapi hampir pada waktu yang bersamaan saya juga jadi terkenang dengan apa yang pernah dikemukakan oleh seorang Mufti Mesir, Muhammad Abduh, yang menyimpulkan (setelah kembali dari kunjungan ke Eropa) bahwa:

“Aku berkunjung ke Barat dan menyaksikan Islam, tapi tanpa Muslim; aku kembali ke Timur (Timur Tengah) dan melihat Muslim, tetapi tidak ada Islam.”

Jelas yang dimaksudkannya adalah bahwa tata tertib yang berlaku di Barat sesuai dengan sebagian dari ajaran Islam, terutama di bidang hukum.

Teroris Benbrika

Akan halnya terpidana teroris Abdul Nacer Benbrika, dalam tahun 2008 dinyatakan bersalah memimpin suatu sel atau kelompok teroris yang berniat untuk meledakkan berbagai tugu yang terdapat di Australia. Ia kemudian dijatuhi hukuman penjara 15 tahun dan tambahan perintah agar ia tetap dalam kurungan. Dalam tahun 2020, orang yang waktu itu memangku jabatan Menteri Dalam Neger Australia, Peter Dutton, seorang purnawirawan kepolisian, yang kini menjadi pemimpin oposisi dalam parlemen Australia, membatalkan kewarganegaraan Australianya.

Terpidana teroris Benbrika menggugat keabsahan putusan Menteri Dalam Negeri atas nama pemerintah Australia yang berkuasa waktu itu. Ternyata Pengadilan Tinggi (Mahkamah Agung Australia) menyimpulkan bahwa ketetapan yang membatalkan kewarganegaraan Benbrika itu tidak valid/sah, dan kewarganegaraan Australianya dipulihkan, memang bukan secara aklamasi, melainkan dari ke-7 Hakim Agung Australia, satu orang yang berbeda pandangan.

Secara tegas Pengadilan Tinggi Australia (Mahkamah Agung) memutus bahwa pemerintah tidak berhak melakukan hal itu. Dalam amar putusannya juga disebutkan oleh Pengadilan Tinggi Australia bahwa “parlemen federal Australia tidak dapat/berhak memberikan kepada seseorang pejabat pemerintah federal sesuatu kekuasaan eksekutif untuk menambah hukuman lebih lanjut kepada seseorang terhukum.”

Yang dimaksud di sini adalah Menteri Dalam Negeri Australia. Artinya kekuasaan Mahkamah Agung tidak dapat dilangkahi oleh pihak eksekutif (pemerintah). Seandainya upaya Benbrika itu gagal, maka besar kemungkinan dia akan dideportasi dari Australia.

Perintah agar Benbrika terus dan tetap dalam penjara di Negara Bagian Victoria, di mana dia sebelumnya bermukim, akan daluwarsa sejenak sebelum Natal. Seorang hakim di Negara Bagian Victoria (Melbourne adalah ibukotanya) masih belum memutuskan apakah akan memperpanjang perintah penahanan Benbrika atau akan membebaskannya dengan ketentuan pengawasan yang terus menerus.

Menanggapi putusan Pengadilan Tinggi Australia itu, Perdana Menteri Anthony Albanese mengatakan sedang meminta nasihat/petunjuk tentang konsekwensi dari amar putusan Pengadilan Tinggi Australia itu, sementara pihak oposisi menyerukan agar Benbrika terus ditahan.

Perdana Menteri Albanese juga mengaku akan meminta nasihat tentang implikasi dari putusan Pengadilan Tinggi itu. Dalam kesempatan itu ia juga menganggap ada masalah dari perundang-undangan yang disusun oleh pemerintah sebelumnya.

Pihak yang memerintah ketika Benbrika diadili dan kemudian dijatuhi hukuman, dan kini menjadi Oposisi mendesak kepada pemerintah yang kini berkuasa agar “mengambil segala langkah yang diperlukan agar Benbrika jangan sampai menjadi ancaman terhadap masyarakat.” Pihak oposisi menjanjikan kerjasama apabila pemerintah memutuskan untuk melakukan segala yang diperlukan untuk menghadapi akibat-akibat dari putusan Pengadilan Tinggi itu.

Dalam tahun 2020, Menteri Dalam Negeri Australia waktu itu, yang kini menjadi pimpinan Oposisi, mengatakan “Saya telah membatalkan kewarganegaraan terpidana teroris Benbrika, hingga ia menjadi orang pertama di Australia yang telah kehilangan kewarganegaraannya ketika masih di bumi Australia.”

Badan Siaran Australia, ABC, melaporkan Benbrika ditangkap dalam tahun 2005 bersama 16 orang lelaki lainnya, dan didakwa dengan berbagai macam tuduhan pidana.

Ia kemudian dijatuhi hukuman karena dengan sengaja menjadi anggota sebuah organisasi teroris dan dengan sengaja dan sadar mengatur kegiatan-kegiatan sebuah organisasi teroris.

Mungkin saja pernah ada keraguan yang terungkap dalam petuah dalam Bahasa Latin: “Quis custodiet ipsos custodes?” Maksudnya siapa yang mengawasi sang pengawas?

Di Australia, paling tidak, masih ada – yaitu Pengadilan Tinggi. Yang namanya sederhana tidak memakai istilah Agung segala, namun kiprah dan sepak terjangnya tidak perlu diragukan.

Dan kasus Benbrika bukan yang pertama dan sangat mungkin juga bukan yang terakhir dalam mana Pengadilan Tinggi Australia menurunkan amar putusan yang membuat pemerintah gigit jari.

Tidak sia-sia bahwa di Austraalia Lembaga yang paling dipercaya mayoritas rakyatnya adalah Pengadilan Tinggi (Mahkamah Agung-nya). Sungguh “Fiat justitia ruat caelum!” Laksanakanlah keadilan biar pun karenanya langit sampai runtuh!”

“Wa idzaan hakamtum bainan naasi an tahkumul bil ‘adli…”

“Apabila kamu menghukum di antara manusia hendaklah kamu menghukum dengan adil…” (Al Qur’an Terjemah Indonesia Karya TNI Angkatan Darat cetakan ke xx).

Berbahagialah Indonesia yang sering dikumandangkan sebagai “Negara Hukum!” Wallahu a’lam.


Editor: Ariful Hakim


Berita Terkait